Mari kita membahas sesuatu tuntunan menarik yang lebih efektif dalam dunia pendidikan, yakni buku. Akhir-akhir ini, sosial media telah membuat jangka atau umur kehidupan buku lebih memendek. Hal itu secara apik dibungkus dalam kata “digitalisasi”, yang dimanifestasikan menjadi elektronik book, yang mudah diakses ataupun dibeli.

Namun sayang, di sisi lain, upaya kemudahan itu jelas tidak akan berjalan jika masyarakat kita masih belum bisa menumbuhkan budaya baca dan tulis. Agak kurang baik dituliskan kalau negara kita berada di posisi hampir terbawah dengan predikat negara dengan presentase minat baca yang rendah. Akan tetapi, hal itu tidak serta merta kita jadikan alasan kegagalan bangsa, sebab, di sisi lain, banyak prestasi lain selain daripada itu.

Jatuh Cinta pada Membaca

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Menteri Pendidikan dalam upaya peningkatan minat membaca para warga negaranya. Akan tetapi, selain pembentukan komunitas literasi, taman baca atau lain sebagainya saja tidak akan cukup. Karena, jika dilihat dari berbagai sisi, banyak anak-anak yang tak sempat sekolah, apalagi membaca atau belajar.

Lalu muncul pertanyaan orang banyak tentang buku, bagaimanakah menghilangkan fobia melihat buku tebal, melihat kata-kata atau membaca secara utuh? Hal tersebut menjadi penting untuk dijawab agar tidak terjadi miskomunikasi/penyebaran hoaks yang salah satu faktor utamanya ialah kurang cermat dalam membaca atau riset terhadap bacaan,

Najwa Shihab, Duta Baca Indonesia, pernah mengatakan, “Hanya perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Cari buku itu, mari jatuh cinta.”

Kalimat tersebut menjelaskan kepada kita bagaimana menumbuhkan minat baca untuk pertama kali, yaitu mencari buku yang kita sukai. Dalam dunia penerbitan atau penulisan, misalnya mereka akan selalu membuat buku dengan isi yang aktual serta dibungkus dengan judul yang menarik. Terkadang dengan membaca judul yang sesuai dengan perasaan kita, lantas kita akan membelinya, tanpa tahu secara garis besar apa isinya. Hal itulah yang membuat kita kemudian ketagihan untuk terus membaca.

Selain itu, sadarkah kita bahwa membaca merupakan salah satu cara untuk merekonstruksi pikiran dan melatih indra kita, sebagai alat bantu untuk cepat memahami sesuatu. Oleh karena itu, membaca merupakan hiburan yang sangat bermanfaat karena terus menerus memberikan tambahan wacana dan wawasan.

Buku, secara tidak langsung juga membuat kita membentuk sebuah perpustakaan mini, yang dalam jangka pendek akan dibaca oleh orang di sekitar kita dan bermanfaat bagi mereka. Atau dalam jangka panjangnya akan jadi benda yang terdekat dan menjadi investasi bagi anak kita kelak.

Nasib Buku

Syahdan, manfaat terbesar dari buku sejatinya bukan terletak pada isi dan predikat yang telah diraihnya. Akan tetapi, terletak pada individunya. Apakah buku akan bernasib bahagia, karena selalu dibaca, dipinjam, diaplikasikan dalam hidup, dirujuk atau ditulis ulang. Atau malah jangan-jangan buku hanya bernasib malang, sunyi sendirian tak pernah dilanjutkan untuk dibaca. Dan akhirnya menjadi ganjal tidur (bantal).

Manusia memiliki peran aktif dan utama dalam kehidupan. Buku diciptakan sebagai sarana keabadian ilmu oleh orang-orang yang pandai menulis untuk orang-orang yang gemar membaca. Bukan menyampingkan alasan bahwa tidak semua orang suka membaca. Akan tetapi, pada esensinya semua orang butuh membaca. Dan daripada itu, sembari melakukan kesibukan-kesibukan kita di dunia, marilah kita membaca, marilah kita belajar, dan marilah kita mencintai ilmu pengetahuan.

Editor: Nirwansyah

Foto: etalasebuku