Kita seringkali mengglorifikasi penulis yang memiliki analisis kritis dan mendalam di setiap tulisannya. Kita kadang sampai harus melacak latar belakang penulis untuk mengetahui mengapa tulisan yang mereka suguhkan kepada kita begitu ciamik sehingga membuat kita betah untuk menghabiskan setiap baris demi baris paragraf dalam tulisannya.
Di Balik Tulisan Wah
Tetapi dibalik itu semua seakan ada yang terlupakan, apa itu? Ialah proses ikhtiar perjuangan penulis dalam menghabiskan tumpukan buku mereka sepanjang malam, pada waktu bersamaan di tempat lain, kita terlelap dalam naungan mimpi yang indah di tempat tidur.
Pernah kita bertanya saat membaca tulisan-tulisan mereka semacam J.K Rowling, Yuval Noah Harari, atau konteks Indonesia Prof. Quraish Shihab, dengan pertanyaan naif “Ada berapa buku yang telah mereka habiskan untuk dibaca?”. Saya pribadi meyakini di dalam rumah-rumah mereka, ada begitu banyak tumpukan buku yang tergeletak dan biasanya berada di dekat laptop mereka sembari menuliskan kata-kata yang membuat kita diam sejenak sambil merefleksikan kata-kata yang mereka tulis.
Walaupun dalam tulisan mereka ada berbagai macam perspektif dan topik yang disuguhkan kepada kita, semisal Yuval Harari yang sering mengangkat tema soal sejarah umat manusia ataupun Prof. Quraish Shihab dengan tema-tema keIslamannya. Tetapi diantara mereka semua ada satu kesamaan, yakni minat baca yang tinggi sehingga melahirkan tulisan-tulisan yang kritis dan mendalam.
Minat Baca di Indonesia
Sayangnya, para penulis itu tergolong anomali di masyarakat Indonesia, karena mayoritas masyarakat Indonesia masih memiliki minat baca yang rendah terkhusus anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
Seperti tinjauan riset yang dilakukan lembaga penelitian PISA menunjukkan rendahnya tingkat literasi Indonesia dibanding negara-negara di dunia. Ini adalah hasil penelitian terhadap 72 negara, dengan kualifikasi responden adalah anak-anak sekolah usia 15 tahun, jumlahnya sekitar 540. Indonesia berada pada urutan 62 dari 70 negara yang disurvei (bukan 72 karena 2 negara lainnya yakni Malaysia dan Kazakhstan tak memenuhi kualifikasi penelitian).
Riset yang dilakukan PISA ini diperkuat oleh Survei yang dilakukan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), dilansir dari Liputan6.com menyebutkan bahwa indeks minat baca di Indonesia hanya sekitar 0,001. Ini mengindikasikan bahwa hanya terdapat satu orang yang punya minat membaca dalam seribu orang di Indonesia.
Melihat fakta yang terjadi dengan didukung oleh beberapa lembaga riset, kita bisa mengambil kesimpulan awal bahwa budaya membaca masyarakat Indonesia masih jauh dari harapan yang diinginkan untuk meningkatkan budaya literasi.
Untuk itu, ada baiknya kita menelah faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca di Indonesia.
Bagaimana Meningkatkan Minat Baca?
Dalam hemat saya, minta baca sangat ditentukan dengan bagaimana kebiasaan itu telah ditumbuhkan sejak ia masih dalam usia belia dan untuk itu ada dua faktor penentu yang akan saya tuliskan, yakni: Pertama, faktor lingkungan sekitar. Saya mengambil dua tempat yang termasuk lingkungan disini, yakni lingkungan keluarga dan teman sepermainan.
Lingkungan keluarga yang telah mengajarkan anaknya sejak dari masa kanak-kanak bisa menjadi satu faktor penentu meningkatnya minat baca anak untuk tetap dilakukan saat beranjak dewasa.
Selanjutnya yakni lingkungan pertemanan, bisa menjadi faktor yang menentukan dalam hal meningkatkan minat baca, bisa dilihat ketika mempunyai teman-teman yang dominan gemar membaca buku, maka akan mengikuti budaya yang sama, karena situasi dan kondisi yang memaksakan hal itu terjadi. Itulah sebabnya menjadi penting pemilihan karakter teman untuk membentuk diri setiap anak dalam proses pendewasaan mereka.
Kedua, yakni faktor yang tidak kalah penting dan menjadi substansial, yaitu keinginan dalam diri kita sendiri. Diperlukan kesadaran yang ditumbuhkan dalam diri anak bahwa membaca buku itu penting untuk membentuk karakter anak, juga untuk bisa melihat pengetahuan tentang dunia yang sangat luas yang jauh dari tempat tinggal kita dan pengetahuan itu didapatkan di dalam proses membaca buku.
Penting menjadi catatan, meskipun lebih terlihat mudah membentuk minat baca saat masih kanak-kanak, tidak menutup ruang bagi kita orang dewasa untuk memulai membiasakan diri dengan kebiasaan membaca minimal satu jam per-harinya. Untuk itu sudah saatnya bagi kita tidak hanya terus-menerus memberikan pujian kepada penulis, tetapi memulai sebuah tulisan yang diawali dari meningkatkan minat baca.
Diakhir tulisan ini, saya mengutip kata bijak yang diutarakan Voltaire, ia mengatakan
“Semakin aku banyak membaca, semakin aku banyak berpikir, semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apapun”.Voltaire
***
Kata bijak Voltaire ini membuat kita merefleksikan betapa pentingnya membaca buku untuk menggugah kuriositas dalam diri kita setiap manusia. Apakah setiap manusia sudah mengetahui bahwa dirinya harus terus merasa docta ingnorantia agar dalam diri kita setiap individu punya minat mengetahui sesuatu yang salah satu sarananya adalah dengan buku.
Inilah yang harusnya menjadi catatan untuk para pembaca, bahwa di balik tulisan yang wah, ada sekelumit perjuangan di dalamya. Meluangkan waktu untuk membaca buku adalah salah satu perjuangan yang dilakukan penulis dan biasanya tak diperhitungkan nilainya.
*artikel sudah pernah dimuat di rahma.id
Penulis: Muhammad Ifan Fadillah
Penyunting: Aunillah Ahmad
Comments