Saya ingat pertama kali bertemu dengan Mas RZ Hakim dulu saat masih kuliah. Saat itu rumah mas Hakim yang biasa dipanggil Mas Bro itu masih bertempat di daerah Baratan, dekat Makam Pahlawan Jember. Saya diajak seorang teman yang sudah lebih lama kenal dengan Mas Bro. “Nanti kita ngobrol-ngobrol lagi tentang sejarah.” Kata Mas Bro pada saya saat pamit pulang. tapi kesempatan itu tak kunjung juga datang. 

Mas Bro cukup dikenal sebagai seorang sejarawan Jember dan juga seorang penulis. Pribadinya yang ramah dan enak untuk diajak diskusi membuat banyak pemuda sering menemuinya untuk berdiskusi ataupun sekedar main ke rumahnya. Beberapa tahun kemudian, Mas Bro memutuskan untuk tinggal di kota Kalisat. Sejarah Kalisat yang kaya telah menggugah Mas Bro untuk tinggal dan mengumpulkan keping-keping sejarah di sana.

Kehadiran Mas Bro seperti membawa berkah bagi para pemuda Kalisat. Mas Bro memberi wadah bagi pemuda-pemuda kreatif di sana yang sebelumnya kebingungan untuk menyalurkan bakat dan minatnya. Sebagai hasilnya, setiap tahun Mas Bro mengadakan pameran benda sejarah yang diberi tajuk “Kalisat Tempo Doeloe.” Acara ini tak hanya berisi pameran saja, tapi juga acara musik, dan teater.

Tapi, artikel ini tak akan membahas lebih jauh tentang Mas Bro, –mungkin nanti jika beliau berkenan untuk saya wawancara. Dengan puluhan atau ratusan tulisan di berbagai macam media, Mas Bro akhirnya memutuskan untuk menerbitkan sebuah buku berjudul “Durahem.” Saya sebagai penggemar lama, tentu sangat tertarik dan menantikan terbitnya buku ini. Singkat waktu, setelah menunggu lumayan lama, akhirnya saya bisa membaca buku itu.

Judul buku itu adalah nama sang ayah Mas Bro, Abdul Rohim. 

Orang Madura sering menyingkat nama untuk mempermudah penyebutan, jadilah sebutan Pak Abdul Rohim menjadi Durahem. Saya pernah bertemu dengan Pak Durahem ini pada pertemuan pertama saya dengan Mas Bro di Baratan. Seorang ayah yang hangat dan keren, dengan rambut gondrong berwarna putih. itulah sepenggal ciri-ciri pak Durahem yang saya ingat. Durahem bisa dikatakan sebagai buku kenangan. Tapi bukan buku kenangan biasa.

Dalam buku Durahem, Mas Bro menceritakan semua kenangan yang dia lewati bersama sang ayah. Kenangan itu kemudian dipadu dengan memori mengenai sejarah keluarga dan sejarah Jember. sejarah keluarga dibahas dalam pohon keluarga yang coba direkonstruksi sejak kakek buyut sampai mas bro sendiri. Menceritakan asal keluarga mas bro yang ternyata keturunan imigran dari Madura. 

Sejarah Jember dalam Durahem 

Pada masa kolonial, Jember dibuka untuk pertama kali sebagai perkebunan oleh Goerge Bernie. Sejak dibangun perkebunan, banyak imigran dari Madura yang datang ke Jember sebagai pekerja perkebunan. Jember kemudian menjelma sebagai kota penghasil Tembakau terbaik dengan kualitas ekspor hingga saat ini. oleh karena itu, Jember dikenal dengan nama kota Tembakau.

Sejarah Jember yang tersaji dalam buku Durahem juga banyak menceritakan tentang sosok Letkol Moch. Sroedji. Pahlawan Jember yang sekarang patung perunggunya gagah berdiri di depan Pemkab Jember. Dalam buku ini diceritakan cukup detail tentang sosok Moch. Sroedji. Mulai dari silsilah keluarga, masa muda, sampai akhir hayatnya dalam mempertahankan kemerdekaan. sumber sejarah tentang Moch. Sroedji yang mas bro tulis tak perlu diragukan lagi. Mas bro melakukan berbagai penelusuran sumber, salah satunya wawancara langsung dengan putri sang pahlawan.

Selain sejarah Moch. Sroedji, terdapat juga catatan mengenai sejarah kelam Jember saat pembersihan dan perburuan para anggota PKI di seluruh Jember. Desa Kreongan tempat Durahem tinggal juga dilanda suasana yang mencekam. Pada masa itu, orang mudah saja melabeli siapa saja yang tak disukai sebagai PKI. Begitu dilabeli, malamnya akan diangkut truk dan pulang hanya tinggal nama. Situasi yang bisa ditemui diseluruh Indonesia kala itu.

Dalam buku Durahem juga banyak sejarah-sejarah kecil semisal sejarah rokok lokal, pabrik es kreongan, para penjahit di pasar kreongan, radio, tren pemuda, asal usul nama Desa Patrang dan juga sejarah klub sepakbola Jember yang sempat dilatih oleh Tee San Liong, mantan pemain Timnas Indonesia saat berhasil menahan imbang Uni Soviet pada Olimpiade Melbourne tahun 1956.

.

Sebagai penutup, buku Durahem ini seakan pohon yang memiliki banyak cabang yang semua cabang itu terhubung dengan sosok Durahem. Meskipun tidak diakui sebagai buku sejarah, tapi buku ini sangat layak untuk menjadi rujukan sejarah Jember. apalagi mempelajari sejarah kecil yang berceceran dan banyak tak dianggap itu sangat mengasyikkan.