Kita hidup di zaman di mana segala sesuatu ada di ujung jari kita. Media sosial, pesan instan, dan akses konstan ke informasi membuat kita merasa terhubung satu sama lain lebih dari sebelumnya. Namun, terkadang, koneksi ini juga datang dengan “bonus” perasaan yang tidak selalu diinginkan: FOMO dan JOMO. Mari kita telaah apa yang terjadi di balik FOMO (Fear of Missing Out) dan JOMO (Joy of Missing Out) – dua konsep yang mencerminkan aspek keseharian anak muda yang “update” dan bagaimana mereka mempengaruhi kehidupan sosial dan kesejahteraan mental.

FOMO: Ketakutan Akan Ketinggalan

Siapa di antara kita yang tidak pernah merasa FOMO setidaknya sekali? FOMO, singkatan dari “Fear of Missing Out,” adalah perasaan takut ketinggalan atau kecemasan karena merasa melewatkan momen atau kegiatan yang dianggap penting. Ini bisa menjadi momen di dunia nyata seperti pesta teman atau konser idola, atau momen di dunia maya seperti peristiwa viral di media sosial yang semua orang diskusikan. Kita terkadang merasa seolah-olah jika kita melewatkan momen ini, kita akan ditinggalkan dalam debu sejarah, dan ini dapat memicu stres yang signifikan.

Fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru, tetapi kehadiran media sosial telah memperkuatnya secara signifikan. Sekarang kita dapat melihat apa yang teman-teman kita lakukan setiap saat, dan ini membuat kita terjebak dalam spiral FOMO. Penggunaan media sosial adalah salah satu pemicu utama FOMO. Saat kita melihat teman-teman kita berfoto dengan senyum bahagia di pesta yang kita lewatkan, itu mengingatkan kita akan rasa takut ketinggalan. “Kenapa saya tidak di sana?” “Mengapa saya tidak tahu tentang ini sebelumnya?” Pertanyaan-pertanyaan seperti itu bisa mengganggu kesejahteraan mental kita.

Ketakutan ini juga dapat merembet ke dalam berbagai aspek kehidupan. Seolah-olah FOMO di media sosial tidak cukup, kita juga merasa takut untuk melewatkan peluang karier, acara promo, atau bahkan penawaran diskon terbatas. Sebagian dari kita mungkin merasa terjebak dalam perburuan tak berujung untuk menjadi yang paling “update” atau yang selalu berada di tempat yang benar pada waktu yang benar.

JOMO: Kesenangan dalam Kehilangan

Pernahkah kamu mendengar tentang JOMO? Ini adalah konsep yang menyegarkan yang menawarkan alternatif positif terhadap FOMO. JOMO, singkatan dari “Joy of Missing Out,” adalah perasaan senang yang datang dari sengaja menghindari kegiatan sosial dan memilih untuk fokus pada diri sendiri. Ini bisa terdengar agak kontradiktif pada awalnya, tetapi JOMO sebenarnya adalah cara untuk menghargai waktu “Me Time” dan menghormati kebutuhan pribadi kita.

JOMO adalah kesadaran bahwa kita tidak selalu harus ikut dalam setiap peristiwa atau aktivitas. Kita dapat merasa puas dengan menikmati waktu kita sendiri, menjalani hobi, atau hanya bersantai tanpa perasaan perlu mengejar segala sesuatu yang sedang tren. JOMO bisa menjadi waktu untuk beristirahat, merenung, dan menjelajahi lebih dalam tentang diri kita sendiri. Ini adalah tentang menempatkan kebahagiaan kita di atas tekanan sosial yang memaksa kita untuk selalu ikut serta dalam semua hal.

JOMO dapat memberikan kita kebebasan dari tekanan untuk selalu menjadi yang pertama atau terdepan dalam segala hal. Ini juga membantu kita untuk memahami diri kita sendiri lebih baik, kebutuhan kita, dan apa yang benar-benar penting bagi kita. JOMO dapat membantu meningkatkan ketenangan hidup kita, membantu kita menjadi lebih produktif, dan membuat kita merasa lebih puas dengan hidup kita.

Perbandingan FOMO vs. JOMO

Sekarang, mari kita bandingkan antara FOMO dan JOMO untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan di antara keduanya.

Poin-poin perbedaan antara FOMO dan JOMO:

1. FOMO adalah perasaan takut ketinggalan, sedangkan JOMO adalah perasaan senang dalam kehilangan.

  1. FOMO membuat kita merasa perlu terlibat dalam semua aktivitas yang sedang tren, sedangkan JOMO memungkinkan kita untuk lebih selektif dalam partisipasi sosial.
  2. FOMO seringkali memicu perasaan cemburu, stres, dan kecemasan, sementara JOMO memungkinkan kita untuk merasa lebih tenang dan puas dengan diri sendiri.
  3. Mempraktikkan JOMO dapat membantu kita menghargai waktu “Me Time” dan menjalani hidup tanpa terlalu terpengaruh oleh ekspektasi sosial.

Tips Mengelola FOMO dan Merangkul JOMO

Sekarang, pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa mengelola perasaan FOMO dan merangkul JOMO? Berikut beberapa tips praktis untuk membantu Anda dalam proses ini:

Mengelola FOMO:

  1. Batasi waktu Anda di media sosial. Hindari memeriksa media sosial setiap saat.
  2. Ingatlah bahwa apa yang terlihat di media sosial tidak selalu mencerminkan kenyataan. Orang cenderung menunjukkan sisi terbaik dari hidup mereka di sana.
  3. Fokus pada pencapaian dan kebahagiaan pribadi Anda, daripada selalu membandingkan diri Anda dengan orang lain.

Merangkul JOMO:

  1. Jadwalkan waktu untuk diri sendiri dan nikmati kebebasan dari tekanan sosial.
  2. Temukan kebahagiaan dalam menjalani hobi atau aktivitas yang Anda nikmati.
  3. Bersyukurlah atas waktu “Me Time” Anda dan gunakan waktu ini untuk merenung dan mereset diri.

Seberapa Pentingnya sih Keseimbangan?

Sangat penting. FOMO dan JOMO adalah dua sisi dari koin kehidupan modern yang terhubung secara digital. Keseimbangan di antara keduanya adalah kunci untuk menjalani hidup yang lebih bahagia dan lebih sehat. Kita semua menginginkan koneksi sosial dan berpartisipasi dalam momen penting, tetapi kita juga perlu waktu untuk merenung, mereset diri, dan fokus pada diri sendiri. Dengan memahami perbedaan antara FOMO dan JOMO, serta menemukan keseimbangan yang tepat, kita dapat meraih ketenangan hidup yang lebih besar dan menjalani kehidupan yang lebih memuaskan.

Editor: Assalimi

Gambar: