Seorang teman lama pernah berkata beberapa tahun yang lalu, “Sebenarnya ada makna lain lho kita merayakan hari besar seperti Lebaran, Thanksgiving, Valentine’s Day.”
Saya tanya balik, “Which is …?”
“Which is, we celebrate the idea or the spirit of the special day.”
“Meaning …?”
“Meaning, we emphasize or glorify the idea”
Teman saya melanjutkan,
“Contohlah Lebaran. Minta maaf dan memaafkan kan sebetulnya nggak perlu menunggu sampai Lebaran datang, tapi pas Lebaran, kita baru merasa diingatkan kembali kalau meminta maaf dan memaafkan itu penting. Atau ketika Valentine’s, gak perlu nunggu 14 Februari kan buat ngungkapin perasaan cinta? Tapi ketika hari itu tiba, the idea of love is being celebrated.”
“Oke, bisa diterima. Terus kalau ulang tahun?” Tanya saya.
“Itu sangat personal. Kan kita lagi ngomongin public holiday.” Jawabnya
Saya mengangguk dan tersenyum bersamaan.
Pertanyaan terakhir hari itu tetap menjadi pertanyaan. Tapi kini saya sudah menemukan jawabannya: bahwa hari lahir kita pun selayaknya kita akui keberadaannya.
Mau dirayakan dengan mentraktir keluarga dan kerabat, boleh. Mau pergi liburan, bisa. Mau sekadar ambil cuti setengah hari supaya bisa sarapan bersama orang terkasih, silakan.
Yang terpenting, we acknowledge our existence. Kalau bukan kita, siapa lagi?
Menghadiahi Diri Sendiri
Saya pun demikian, sejak menemukan jawabannya, sejak saat itu pula saya mulai merayakannya. Tentunya, dengan cara saya sendiri. Memberi kado pada diri saya dengan menjanjikan pergi ke tempat yang saya sukai, pergi mendaki gunung misalnya.
Teman-teman dekat saya pasti sudah faham, memasuki bulan April, pasti ada satu gunung yang sudah jadi inceran saya untuk didatangi. Proses dan pelaksanaannya pun pasti saya lalui meskipun seringkali dengan waktu yang mepet dan terkesan nekat.
Tapi sepertinya di tahun ini –berkat pandemi, saya menghabiskan hari ulang tahun saya dengan cara yang agak berbeda dari biasanya. Sekedar bangun pagi dan sadar kalau hari ini adalah hari lahir kita, lalu mengangkat bahu tak peduli sambil langsung beraktifitas seperti biasa, rasanya juga sudah cukup untuk dibilang merayakan ulang tahun.
Setelah saya pikir-pikir lagi, perayaan tak harus selalu dibuat yang begitu mewah atau muluk-muluk. Yang terpenting kita mengakui dan mengapresiasi keberadaan kita sendiri yang masih berusah untuk hidup, dengan cara sekecil apapun. Selama kita masih ingat kapan kita mulai berada di dunia ini, dalam versi apapun, berarti kita masih hidup. Kita boleh tak peduli hari libur keagamaan, hari libur nasional, atau hari libur lainnya.
Tetapi hari lahir kita, jangan sampai terlupakan.
Karena hal kedua setelah nama yang ditanyakan petugas berwajib saat identitas diri kita hilang, adalah tanggal lahir kita. Hihihi.
Celebrate your birthday, the best way you know how.
And carry on enjoying your life.
Penulis: Nadhifah Azhar
Ilustrator: Ni’mal Maula
Comments