Perumahan adalah hunian masyarakat perkotaan, sebab sebagai orang perantauan mereka tidak memiliki lahan/tanah untuk dibangun rumah. Maka dari itu banyak sawah-sawah di daerah perkotaan di tebas menjadi perumahan. Menjadi warga perumahan sering kali menjadi bahan perbincangan masyarakat di desa, contohnya “Lihat tuh sih Mario dia udah sukses di kota udah beli perumahan tingkat 2 coy” atau “ gaya banget sih Bimay tuh gaji UMR aja sok-sok an beli perumahan”. Padahal nih mereka yang ghibah gatau aja gimana sempitnya hidup di perkotaan dengan luas tanah yang nggak seberapa gede dipetakan lagi menjadi beberapa rumah. Nggak semua perumahan itu mewah loh ya tergantung tipe dan lingkungan sekitar. Namun, rata-rata setiap orang yang hidup di perumahan selalu memiliki ciri-ciri yang sama dan hampir nggak sepenuhnya enak. Apakah itu? Yuk kita bahas bersama. Cekidot! 

Sikap individual

Yup, memang tidak enak banget hidup di perumahan karena tetangga sibuk kerja dan hanya ketemu di malam hari  saja. Itu pun saat berpapasan di gang dan hanya tegur sapa doang. Miris sekali bukan? Ibu rumpi? Tentu ada, jika ada tukang sayur keliling saja itupun hanya 10 menit. Setelah itu? Masuk rumah dan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Saking individualnya, tetangga sebelah rumah masuk rumah sakit saja kadang tidak tahu. Bukannya sombong atau enggan berinteraksi, tetapi kadang orang di perumahan memiliki hati iri dengki. Contohnya si A bangun rumah, 1 bulan kemudian si B ikut bangun rumah. Si C beli kulkas 2 pintu, seminggu kemudian si D ikut beli kulkas 2 pintu. Maka dari itu, kebanyakan orang-orang suka mengunci diri di rumah agar tidak melihat iri dengki tetangga. Bukan berarti ketika ada acara hajatan/undangan kita tidak menghadiri, tetap menghadiri tetapi secukupnya saja. 

No Comment 

Karena orang perumahan sibuk dengan aktivitas masing-masing sehingga apabila ada gosip/rumor yang beredar di lingkungannya mereka tidak mengetahui. Ya karena prinsip orang perumahan “hidupku ya hidupku, hidupmu ya hidupmu. Kalau kamu mau minta bantuan aku, silahkan pintu rumah terbuka dengan lebar”. Menurut mereka waktu adalah uang, maka dari itu mereka memanfaatkan waktu sebaik-baiknya agar tidak menyesal dikemudian hari. Kadang kalau ibu-ibu pekerja ada kegiatan bareng dengan ibu-ibu rumah tangga mereka sering no comment. Mereka no comment karena nggak mau ngurusin hidup orang lain. 

Weekend = Me Time 

Semua yang hidup di perumahan rata-rata bekerja sebagai karyawan swasta baik itu lelaki atau pun wanita. Maka dari itu, weekend adalah me time yang sesungguhnya. Karena setelah 5 hari sibuk bekerja, 2 hari adalah waktu bersama keluarga. Bagi ibu-ibu me time biasanya kumpul arisan atau bersih-bersih rumah. Sedangkan bapak-bapak hanya kerja bakti dan membersihkan hewan peliharaan. Namun, entah mengapa menurut mereka, weekend terasa sangat sebentar dan tiba-tiba sudah hari senin saja. Tak heran, jika weekend pasti suasana di lingkungan perumahan sangat ramai. 

Mudik adalah hal wajib 

Hampir secara keseluruhan warga yang bermukim di lingkungan perumahan adalah masyarakat desa yang merantau ke kota. Maka dari itu, setiap lebaran dan tahun baru pasti mudik ke kampung halaman. Jadi, h-3 lebaran keadaan perumahan sangat sepi karena warga sudah mudik.  Mudik dilakukan untuk melepas rindu di kampung halaman selama beberapa  bulan tidak bisa pulang kampung akibat sibuk bekerja. Setelah mereka balik ke rumah, akan ada barter oleh-oleh sebagai ciri khas orang mudik.  Mudik orang perumahan tidak selalu menggunakan kendaraan pribadi, kadang ada yang ikut mudik gratis dari pemerintah. Nggak terlalu gengsi banget sih warga perumahan. 

Jadi menurut kalian enak tidak menjadi warga perumahan? Sebagai warga perumahan pasti kalian merasa biasa saja, tidak begitu enak dan kehidupan tidak semewah yang dibayangkan oleh orang-orang. Hidup di perumahan itu sama saja, tergantung sudut pandang orang. Dinilai enak, karena mereka tidak merasakan jungkir balik membeli rumah di perumahan yang butuh effort cukup besar. 

Foto: Pexels

Editor: Saa