Setiap kali kita membuka media sosial, tidak jarang kita mendapati desas-desus yang berhubungan dengan laki-laki dan perempuan, entah berpacaran, komitmen (serius dalam hubungan), ta’aruf, khitbah, menikah sampai dengan konflik dan perceraian. Tentu, hal ini berujung dari sebuah kisah asmara yang dilampiaskan dengan berbagai cara.

Tidak sedikit yang mengetahui tentang hukum dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang belum melangsungkan pernikahan, apalagi di kalangan remaja muslim, padahal media yang merabah begitu luas dan cepat telah menyajikan banyak informasi tanpa susah mencari, sindiran di berbagai konten dakwah masa kini di konsep sedemikian menarik agar pesan yang ingin disampaikan mudah untuk dipetik.

Tak jarang konten tersebut juga meyindir hukum dari berpacaran, sudah jelas disebutkan bahwasanya bagi seorang muslim, agama Islam tidak pernah mengajarkan cara itu untuk menjemput jodoh. Sungguh, siapapun tidak asing dengan teguran ini, tapi tidak munafik, masih saja banyak remaja muslim yang memlilih jalan ini.

Komitmen

            Dalam jangkauan universal, saat ini ada istilah lain yang sedang di jalani banyak remaja zaman sekarang, yaitu sebuah komitmen. Ya, kata yang terdengar menjanjikan.

Komitmen, mereka yang memilih jalan ini merasa tenang-tenang saja, mereka mengatakan dengan adanya komitmen, membuat mereka bisa saling suport, menyemangati, dan memantaskan diri, tanpa adanya sebuah ikatan yang pasti. Mereka berfikiran dengan komitmen menjadikan pasangan lebih semangat dalam melakukan segala hal dan mendapat lebih banyak pencapain.

            Dan banyak yang mengatakan bahwa dengan komitmen sebuah pasangan memiliki tujuan yang akan di wujudkan berbarengan, entah itu dalam hal karir atau pencapaian lainnya. Namun, tidak dapat dipungkiri, masih banyak hubungan yang gagal ditengah jalan.

Komitmen adalah bentuk serius dalam hubungan?

            Lantas apakah bisa dikatakan komitmen merupakan awal keseriusan hubungan seseorang? Tidak ada laki-laki yang serius meskipun dia telah menyatakan keseriusan, kecuali dengan mengadap ke orang tua, membicarakan maksud tujuan dan menyegerakan pernikahan. Se baik apapun laki-laki itu ketika menyatakan perasaan kepada perempuan tidak untuk menikah hanya ingin berkomitmen atau bahkan berpacaran, dia bukan laki-laki yang bisa dipercaya!.

            Karena kita tidak bisa menjamin sampai mana dia mampu bertangung jawab dan memegang perkataannya, kapanpun dia punya kesempatan dan kemauan untuk meninggalkan karena diantara kalian belum ada ikatan.

            Lantas laki-laki seperti apakah yang dapat dipercaya? Dia, laki-laki yang mau menarikmu dalam ruang ketidakpastian, dengan keberaniannya memintamu langsung kepada yang berhak atas dirimu, tanpa berlama-lama pada ketidak jelasan, yang justru akan menimbulkan keraguan.

            Rasa suka dengan seseorang itu fitrah, kita tidak bisa memilih dengan siapa kita jatuh cinta, dan itu di perbolehkan, tetapi yang jadi perkara adalah bagaimana kita menaggapi perasaan itu, dan jalan seperti apa yang akan kita pilih.

            Life is a choice, dan dari pilihan itu akumulasi nya akan terasa ketika kita sudah dihadapakan suatu perkara, tergantung pilihan mana yang akan kita pilih. Mungkin ada banyak pro-kontra dari pernyataan saya diatas, apapun pendapat kalian, sejatinya ini hanya sebagai usaha saya untuk mempegaruhi kebaikan

Sampai hari ini saya pribadi masih bingung, bukankah apapun nama kedekatan yang terjalin antara laki-laki dan perempuan yang tanpa ikatan sah tetap saja masih abu-abu, tapi balik lagi tergantung presepsi masing-masing.

Kembali lagi pada kalian, dengan cara apa kalian menjemput jodoh yang sudah Tuhan tentukan? Berpacara? Berlama-lama dalam kemaksiatan? Komitmen? Atau memlih mengahalakan dengan cara yang agama ajarkan?

Editor: Nawa

Gambar: