Saham adalah salah satu istilah ekonomi yang paling booming, beberapa tahun terakhir. Bahkan, istilah saham, sekarang bukan hanya diperbincangkan di bangku perkuliahan atau meja pertemuan orang-orang penting. Saat ini, investasi saham sudah biasa diperbincangkan di warkop atau tempat nongkrong anak muda.

Memang, berdasarkan data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada akhir semester satu tahun 2022, investor saham di pasar modal Indonesia sudah tembus empat juta lebih. Angka tepatnya adalah 4.002.289. Dan lebih dari 99 persen diantaranya, merupakan investor perorangan lokal. 

Boomingnya istilah saham, memang sejalan dengan pertumbuhan jumlah investor di Indonesia. Di akhir tahun 2021, jumlah investor saham sudah sebanyak 3.451.513. Kemudian naik 15,96 persen, di akhir semester satu tahun 2022.

Berdasarkan data akhir semester satu tahun 2022, mayoritas investor saham di Indonesia berusia di bawah 40 tahun (gen z dan milenial). 81,64 persen investor saham saat ini adalah gen z dan milenial. Dengan nilai aset yang nggak sedikit, nilai asetnya sebesar 144,07 triliun rupiah.

Sebagai lulusan ekonomi, harusnya data-data itu, saya sambut dengan gegap gempita. Memang awalnya saya senang, banyak teman-teman saya yang jurusan non ekonomi, sadar untuk investasi saham. Tapi lama-kelamaan, saya malah jadi sebel.

Banyak orang yang main saham

Perlu digaris bawahi, saya bukan sebel ke orang yang jadi investor saham ya. Yang saya sebelin, orang yang “main” saham. Bukan investasi dananya ke saham.

Banyak ciri orang yang cuma main saham. Beberapa diantaranya adalah beli saham karena FOMO atau ikut-ikutan saja. Atau minimal, asal ketika membeli suatu saham. Banyak nggak yang begini ? banyak banget !.

Dengan cara membeli saham seperti itu. Banyak orang yang main saham, merasa mengalami kerugian. Sebab pasalnya, harga saham saat beli, lebih rendah, dibandingkan harga saham saat dia cek beberapa hari kemudian. Akhirnya, karena dilihat harga sahamnya nggak kunjung naik selama beberapa hari. Orang yang main saham, khawatir harga saham yang dimiliki akan terus turun, dan memutuskan untuk menjual rugi sahamnya.

Alasan nggak setuju dengan “main” saham

Ada beberapa alasan yang membuat saya nggak setuju dengan main saham. Pertama, kata main itu kurang pas dipadupadankan dengan saham. Karena, menaruh uang di saham itu nggak bisa main-main. Naruh uang kok main-main? Bisa rugi tau!

Alasan berikutnya, saya nggak sepakat dengan orang yang main saham adalah pola pikirnya. Pasalnya, pola pikir yang tercipta dari kata main. Membuat orang yang main saham, umumnya menaruh uang di saham dengan cara-cara yang kurang serius. Maksudnya kurang serius adalah membeli saham tanpa melakukan analisis sama sekali.

Yang penting, beli saham yang dibicarakan banyak orang. Atau beli saham yang sedang naik daun saja. Kalau mau main-main begitu, mending judi aja sekalian! Bahkan menurut saya, lebih mending orang main judi dengan analisa daripada beli saham dengan main-main. Karena kemungkinan untungnya, lebih besar orang yang main judi dengan analisa.

Alasan terakhir, saya nggak setuju dengan main saham adalah reaksi setelah orang yang main saham mengalami kerugian. Biasanya, orang yang main saham, bakal merasa dirugikan atau tertipu oleh suatu saham atau dunia pasar modal. Padahal bukan saham atau pasar modalnya yang salah, yang salah itu orang yang main saham, karena nggak bisa membeli saham yang tepat dan sesuai dengan kebutuhannya.

Investasi saham, bukan main saham

Investasi saham itu ada ilmunya. Nggak asal pilih saham yang diinginkan. Atau main beli-beli saja, saham yang sedang ramai.

Investasi saham itu disesuaikan dengan tujuan finansial yang ingin dicapai. Tujuan finansialnya bisa berupa dana liburan. Atau uang untuk biaya pendidikan anak.

Jangka waktu investasi saham juga harus diatur dan direncanakan. Ada yang ingin jangka pendek misal kurang dari setahun. Atau menengah, misal dua sampai tiga tahun. Sampai yang jangka panjang, lebih dari tiga tahun.

Yang paling penting dari itu semua. Investasi saham itu perlu dianalisis. Sebelum memutuskan untuk membeli suatu saham.

Umumnya, cara menganalisis saham ada dua. Pertama, analisis fundamental, cara menganalisis dengan memperhatikan kondisi fundamental perusahaan. Baik secara kuantitatif (keuangan) melalui laporan keuangan perusahaan maupun kualitatif (non keuangan).

Cara analisis saham yang kedua yaitu analisis teknikal. Cara menganalisis dengan teknik ini berdasarkan dari pola dan data harga saham dan volume transaksi saham pada periode tertentu. Tujuan dari analisis ini, untuk melihat trend atau pola harga yang terjadi.

Meskipun ilmunya luas, untuk mencari ilmu investasi saham itu cukup mudah dan murah. IDX dan sekuritas kerap kali melakukan pelatihan bagi investor saham. Bahkan, banyak pelatihan yang biayanya cuma nol rupiah alias gratis.

Kalau kamu kesulitan untuk hadir pelatihan investor secara luring. Karena alasan waktu, jarak dan lain sebagainya. Tenang saja, banyak juga yang menyediakan pelatihan investor secara daring kok.

Maka kesimpulan dari tulisan ini adalah berhentilah jika kamu masih ingin main saham. Atau jangan pernah sekali-kali mencoba untuk main saham. Kalau mau terjun membeli saham di pasar modal, sebaiknya betul-betul belajar terlebih dahulu, jangan setengah-setengah. Supaya tujuan investasi yang awalnya mau untung, nggak jadi buntung.

Editor: Saa

Gambar: Detikfinance