Masih ada orang yang malu mendengarkan musik dangdut.

Dalam beberapa tahun terakhir, musik dangdut muncul sebagai sebuah musik yang berkualitas tinggi. Baik dari segi musiknya, produksi panggung, hingga penyanyi-penyanyinya, yang seperti nyaris minim cela. Naiknya pamor almarhum Didi Kempot (lagi), menjadi salah satu pemantik bagi musisi-musisi dangdut lainnya untuk menciptakan musik dangdut yang lebih berkualitas. Buktinya sudah bisa kita lihat sekarang, betapa berkualitasnya musik dangdut sekarang ini.

Tidak hanya soal kualitas, musik dangdut sekarang ini pun juga berhasil menarik banyak sekali penggemar. Lihat saja video-video musik dangdut di YouTube, entah itu dari musisi seperti Denny Caknan, Ndarboy Genk, Happy Asmara, atau Yeni Inka. Hampir setiap video musik dangdut, baik itu yang live performing maupun yang video klip, berhasil mendapatkan jutaan penonton. Bahkan beberapa video menyentuh puluhan hingga ratusan juta penonton. Sungguh sebuah pencapaian yang luar biasa.

HIngga saat ini, musik dangdut dengan pencapaiannya seperti itu, tidak hanya didengarkan oleh orang-orang Jawa atau yang mengerti bahasa Jawa saja. Orang-orang di luar Jawa, dan orang-orang yang bahkan tidak mengerti sama sekali dengan bahasa Jawa juga ikut mendengarkan musik dangdut. Bahkan beberapa dari mereka ikut menyanyikannya walalupun agak kuang cocok dengan lagu berbahasa Jawa ini. Maklum, bukan lidah jawa, jadi wajar saja, lah.

Namun, segala pencapaian yang berhasil didapatkan oleh para musisi dangdut, baik dari segi kualitas musik atau jumlah penonton, tidak serta-merta berhasil menggaet penggemar dari seluruh lapisan masyarakat. Masih ada beberapa golongan masyarakat yang seperti enggan untuk mendengarkan musik dangdut. Bahkan beberapa dari mereka tidak hanya enggan, malah memutuskan untuk membenci musik dangdut. Tentu saja dengan alasannya masing-masing, yang kadang masuk akal, kadang juga tidak masuk akal.

Salah satu alasan yang membuat beberapa golongan masyarakat memutuskan untuk membenci musik dangdut adalah malu. Iya, mereka malu jika mendedngarkan musik dangdut. Entah apa yang membuat mereka malu. Mungkin mereka hidup di lingkungan yang strata sosialnya terlalu tinggi, jadi musik dangdut tidak masuk dengan selera sosial mereka. BIsa juga, mereka dikelilingi teman yang kelewat gaul, jadinya kalau mereka mendengarkan dangdut, takut dicap ndeso atau kampungan oleh teman-temannya.

Ini memang benar-benar terjadi, termasuk di lingkungan sekitar saya. Beberapa teman saya bahkan mengakui sendiri mereka malu jika ketahuan mendengarkan musik dangdut oleh beberapa teman lainnya. Mereka malu sebab teman-teman lainnya mempunyai selera musik yang terlalu tinggi sundul langit. Makanya, beberapa teman saya ini diam-diam saja kalau menikmati musik dangut. Untung saja saya tidak peduli, ya kalau mau menikmati musik dangdut ya putar saja kencang-kencang tidak perlu malu.

Sungguh sebuah alasan yang sudah sangat basi, jika kita malu mendengarkan musik dangdut hanya karena takut dicap ndeso atau kampungan. Sebab ini sudah bukan masa-masa di mana musik dangdut berada di dasar jurang keburukan. Ini adalah masa di mana musik dangdut berada di atas standar keren, melampaui musik-musik lainnya. Tidak ada lagi cap ndeso atau kampungan yang pantas disematka kepada musik dangdut, musisinya, dan penggemarnya. Justru yang ndeso dan kampungan adalah mereka yang sekarang menyematkan itu.

Maka dari itu, sekarang sudah saatnya untuk tidak malu mendengarkan musik dangdut. Percayalah, bahwa sudah tidak ada korelasi antara musik dangdut dengan anggapan ndeso dan kampungan. Musik dangdut sudah sangat berkualitas, sudah sangat keren dalam segala aspek. Membencinya dan malu mendengarkannya hanya akan membuat kita semakin cupet, semakin tertutup pikirannya. Ini juga sudah bukan masanya mengaitkan genre-genre musik ke dalam kasta sosial ini dan itu.

Apalagi kita ini orang Jawa, masa iya malu mendengarkan musik dangdut? Jangan pernah, dan jangan sekali-kali malu mendergarkan musik dangdut.

Editor : Hiz

Foto : Pexels