Pernahkah pembaca heran saat membaca judul FTV Dzolim? Eitsss jangan remehkan judul FTV Dzolim yaa, sebab ada informasi dan ilmu semantik yang dapat dipelajari dari judul-judulnya, yakni disfemisme.

Judul sebuah tayangan tentu  menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat agar turut menyaksikan tayangan tersebut. Judul FTV bernuansa religi, yakni Dzolim juga hadir dengan berbagai keunikannya.

Judul FTV Dzolim yang penulis himpun berikut ini akan membuktikan bagaimana judul tayangan tersebut hadir dengan segala keanehannya, diantaranya: “Juragan Tahu Bulat Mati Tergoreng Dadakan Dikubur Anget-anget”. Saat membaca judul tersebut, tentu tampak tak normal dan terasa aneh bagi pembaca. Sebab penggunaan beberapa kata dalam judul FTV tersebut tentu saja dirasa terlalu kasar untuk disandingkan dengan kondisi jenazah. Penggunaan kata-kata atau diksi yang kasar inilah kemudian kita sebut sebagai disfemisme. 

Apa Itu Disfemisme?

Disfemisme merupakan bentuk perubahan makna dalam bahasa. Disfemisme adalah usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar (Chaer, 1995: 145). Disfemisme ini kebalikan dari eufemisme, yang artinya sebuah ungkapan pengganti yang dipergunakan untuk memperhalus efek dari ungkapan lain yang dirasa lebih kasar (Cruse dalam Subuki, 2011:110). 

Dalam proses berbahasa, maka selalu ada pilihan dalam diri penutur atau pembuat tulisan untuk menggunakan kata-kata yang halus, atau bahkan yang kasar. Termasuk dalam upaya pemilihan judul tayangan Dzolim tersebut. Contohnya pada judul “Juragan Tahu Bulat Mati Tergoreng Dadakan Dikubur Anget-anget”, kata mati sebetulnya merupakan sebuah bentuk penggunaan kata-kata yang jauh lebih kasar, padahal ada kata meninggal yang terdengar lebih santun dan baik digunakan untuk disandingkan dengan kondisi jenazah. Ditinjau dari segi sosial, masyarakat juga lebih sering menggunakan kata meninggal untuk disandingkan dengan manusia yang sudah tidak bernyawa, sedangkan kata mati lebih kerap disandingkan dengan kondisi hewan yang sudah tidak bernyawa. 

Contoh Penggunaan Disfemisme Pada Judul FTV

Contohnya, dalam kalimat “Kucing peliharaanku mati kemarin”, akan terdengar biasa saja, sebab penggunaan kata mati ini disandingkan dengan hewan, namun jika kalimatnya diganti menjadi “Tetangga ku mati kemarin”, tentu saja akan terkesan aneh, sebab umumnya kata yang terkesan netral atau biasa untuk mengungkapkan kondisi manusia yang telah tak bernyawa adalah meninggal. Jadi, pemilihan penggunaan kata mati dalam judul FTV Dzolim ini merupakan salah satu bentuk disfemisme.

 Selain itu, dalam judul tersebut terdapat kata dikubur, yang sebetulnya juga bisa diganti dengan kata dimakamkan yang terkesan jauh lebih netral dan sopan. Dikubur dan dimakamkan mungkin saja akan sama maknanya jika ditinjau secara tekstual melalui kamus digital atau sejenisnya, namun tentu saja akan berbeda jika ditinjau dari segi kontekstual.

Latar belakang penggunaan disfemisme dalam salah satu judul FTV Dzolim tersebut adalah untuk penggambaran negatif terhadap sesuatu. Dalam judul “Juragan Tahu Bulat Mati Tergoreng Dadakan Dikubur Anget-anget”, jika kita analisis secara mendalam dalam tataran kalimat, artinya berusaha menggambarkan bagaimana kondisi seorang juragan tahu bulat saat meninggal. Sehingga, secara garis besar, penggambaran negatif terhadap objek dalam judul inilah yang menjadi latar belakang disfemisme dalam judul tersebut hadir. 

Penggunaan beberapa kata disfemisme ini ditujukan untuk menarik perhatian masyarakat akan judul FTV yang terlalu berlebihan. Terlebih, latar FTV Dzolim ini yang digadang-gadang merupakan film dengan nuansa religi, akan membuat masyarakat semakin penasaran karena pemilihan judulnya yang terkesan tabu

Pemilihan kata penuh disfemisme ini kemudian secara tak langsung akan menarik minat masyarakat untuk menyaksikan tayangan yang mereka anggap nyeleneh dari sisi pemilihan judul. Sebuah strategi pemilihan judul yang cukup jitu menurut hemat penulis, semakin aneh, semakin banyak masyarakat yang turut menyaksikan tayangan tersebut demi menyaksikan keanehan yang ada di dalamnya, sehingga rating tayangan tersebut juga akan meningkat. 

Jadi bagaimana? Mau mencoba menganalisis judul lainnya yang penuh disfemisme? Yuk, dicoba!

Sumber Referensi

Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 1995.Subuki, Makyun. Semantik: Pengantar Memahami Makna Bahasa. Jakarta: Trans Pustaka. 2011.