Bicara soal membuat komitmen, jelas saya bukan orang pertama yang mencoba melakukannya dengan seseorang. Ribuan, jutaan bahkan miliyaran orang di dunia pernah mencoba membuat komitmen dengan seseorang ataupun dengan diri sendiri.

Komitmen itu tidak hanya soal sayang-menyayangi ataupun cinta-mencintai. Mengejar cita-cita itu juga butuh komitmen. Bahkan untuk membeli sayur yang setiap pagi dijajakan tetangga di depan rumah.

Komitmen terdengar empuk dan mudah disantap, seperti kue tart di setiap acara pernikahan atau ulang tahun. Namun, komitmen juga seperti biji buah kedongdong yang sangat tidak mungkin untuk ditelan. Orang biasanya, dengan mudah meng-iya-kan perjanjian dalam hubungan tanpa mempertimbangkan berbagai hal. Walhasil, orang yang membuat komitmen merasa berat untuk menjalaninya.

Namun yang jelas, komitmen tentunya penting ada, tapi tidak asal-asalan begitu saja. Ada tapi membuat masalah, itu artinya lebih baik tidak ada. Keberadaanya harus bisa membuat nyaman yang menjalankannya. Dan kalau bisa, dapat membahagiakan. Agar tidak asal-asalan, tentunya kita kenali dulu apa itu komitmen.

JP. Satre mengatakan bahwa komitmen adalah sebuah tindakan, bukan hanya kata-kata. Nah, banyak juga kan, orang-orang yang menjual komitmen hanya dengan janji-janji manis. Tak kalah juga dengan gombalan-gombalan garangan berdedikasi tinggi. Seakan kita diyakinkan dengan sebuah kata-kata. Padahal kita hanya sedang dipermainkan.

Jangan salah, saya juga pernah dikecewakan dengan janji-janji palsu berdedikasi tinggi. Yang paling kerap muncul adalah “Aku serius sama kamu dan aku akan menikahi setelah bekerja”. Buktinya? Preet. Saya sama sekali tidak percaya lagi dengan kata-kata tersebut, yang disebut kebanyakan orang sebagai komitmen itu.

Kembali lagi, kata Mbah JP. Satre, komitmen adalah tindakan. Jadi kalau, pasangan kalian hanya kebanyakan ngomong tanpa action fikss itu bulshit!

Ada yang mengatakan juga bahwa komitmen itu merupakan usaha yang dilakukan untuk menjaga hubungan tetap terjalin. Usaha disini bukan berarti setelah kalian mengatakan “aku serius sama kamu” terus ongkang-ongkang kaki. Kerja dong! Buktikan! Bahwa kamu layak untuk serius dan diseriusi.

Komitmen dan Saling Percaya

Komitmen sangat lekat sekali dengan trust (kepercayaan). Tanpa adanya kepercayaan, hubungan susah untuk dijalankan. Lha wong, ketemu sama teman lama dijalan saja bisa dikira selingkuh! Apa ya nggak bikin pusing?

Maka, kepercayaan dalam hubungan itu sangat penting. Dua orang harus saling percaya dan menjaga kepercayaan tersebut. Sekali saja kepercayaan dikecewakan, maka saya yakin tidak ada orang yang bisa percaya lagi untuk hal-hal selanjutnya. Bahkan semisal kita jujur pun, kita akan tetap dianggap berbohong.

Komitmen juga tidak bisa dipisahkan dengan secure attachment (gaya kelekatan). Manajemen gaya kelekatan adalah salah satu cara untuk menjalani hubungan yang aman. Terlalu lekat dengan pasangan juga tidak baik. Semisal pasangan sedang kerja ditelfon, sedang makan ditelfon, selama dua puluh empat jam ditelfon. bahkan ada yang dari tidur sampai tidur lagi, atau dimanapun dan dengan siapapun mereka harus mengetahui. Ini tentu gaya kelekatan yang cukup jelek. Karena bisa jadi akan menganggu pekerjaan, ataupun aktivitas si pasangan.

Membangun Komunikasi yang Baik

Menurut saya, komitmen juga perlu banget dirawat dengan komunikasi yang apik dari berbagai arah dan juga saling terbuka. Intinya ya balik lagi, kejujuran untuk kepercayaan.

Saya terkadang cukup terganggu dengan pasangan yang over protective. Dimanapun dan kemanapun kita, selalu dibuntuti dan diawasi dengan whatsapp security. Alias chatting terus-terusan. Seperti yang tadi kita bahas tentang gaya kelekatan. Terlalu lekat juga tidak baik karena bisa jadi salah satu dari kita akan bosan dan menyerah. Ingat, bukan? Kata-kata semakin dikejar maka akan semakin menjauh adalah rumusnya. Jadi slowly saja gaess!

Saya malah kadang berfikir, bahwa sebenarnya mereka yang over protective tidak cukup percaya dengan hubungan yang sedang dijalani. Dan ketika posisi sudah seperti ini, maka komitmen itu tidak bisa berjalan dengan baik.

Sek-sek. Tapi ada juga orang-orang yang di sekitar kita menganggap bahwa komitmen itu ya komunikasi. Lebih spesifiknya chat! Dengan begitu, mereka tidak mengurai kata komunikasi secara lebih luas. Namun stag di kata chat saja. Sehingga, mereka menganggap bahwa ketika tidak chat, salah satu dari pasangan berarti selingkuh atau main belakang dengan perempuan atau laki-laki lain. Dan ini kerap terjadi.

Sebaiknya, besok-besok lagi kita tabayyun dulu ya. Bahwa tidak chat bukan berarti tidak menjalankan komitmen. Bisa jadi memang mereka sedang sibuk. Lagian ketika kita kebanyakan chat dengan pasangan, ketika tidak ada pokok bahasan, ya ujung-ujungnya padu. Itu saya alami dulu. Saking kurangnya bahan pembicaraan malah akhirnya hari-harinya dipenuhi dengan berantem.

.

Jadi, sudahlah tidak usah banyak menuntut. Tugas kalian dalam hubungan ya menjaga komitmen dan mengenalinya. Namun, jika mempertahankan hubungan malah kita yang babak belur, seperti disakiti secara fisik, pikiran dan hati. Ya mending segera akhiri. Itu namanya toxic relationship.

Walaupun begitu, kita harus tetap awas dan juga harus bersiap-siap agar nantinya ketika kita memang harus kecewa dikemudian hari bisa diminimalisir. Dengan cara jangan terlalu mencintai. Segala sesuatu itu ya yang balance-balance saja kalau kata orang akuntansi. Atau seimbang.