Dalam beberapa tahun terakhir, kripto menjadi primadona bagi banyak investor karena nilanya naik sangat tinggi. Faktor kelangkaannya membuat kripto bahkan dianggap lebih bernilai dari asset apapun, termasuk emas. Salah satu jenis kripto, yaitu Bitcoin bahkan kapitalisasi pasarnya bisa tembus 18 ribu triliun pada 9 September 2021. 

Namun, ada fenomena menarik yang ditunjukan oleh pergerakan sejumlah aset kripto sejak awal tahun 2022. Bitcoin, Ethereum, Terra, dan beberapa jenis uang kripto lainnya terus berada pada posisi zona merah hingga bulan Mei 2022. Mereka semuanya kompak babak belur pada bursa komoditi berjangka.

Misalnya seperti nilai Bitcoin (BTC), pada bulan ini turun 1,29% ke 31.432 USD/keping dalam sehari terakhir. Begitu juga dengan Ethereum (ETH) yang terkoreksi 0,98% ke 2.377 USD/keping. Di saat yang sama, altcoin lain seperti Binance Coin (BNB), Solana (SOL) dan Cardano (ADA) juga mengalami pelemahan lebih dari 2%.

Terparah datang dari penurunan proyek mata uang dari Terra yaitu cripto Luna yang harganya turun secara drastis sebesar -95% dari harga tertinggi $119 menjadi $5. Penurunan harga ini mengakibatkan Luna kehilangan valuasi sebesar lebih dari Rp400 triliun hanya dalam waktu seminggu.

Anjloknya sejumlah aset kripto ini tentu memiliki penyebab dan sangat berkorelasi dengan sentimen pasar global.

Nah, terus apa sih penyebab anjloknya aset – aset kripto itu secara berjamaah?

1. Sensitif Terhadap Perilaku Investor Global

Secara mendasar, aset cripto merupakan instrumen yang sangat sensitif dengan perilaku para investor, terutama dengan aktivitas permintaan dan penawaran. Misalnya ketika China resmi melarang lembaga keuangan dan pembayaran menyediakan layanan cryptocurrency.

Saat pengumuman itu dirilis, aset kripto langsung mengalami penurunan drastis. Larangan pemerintah China itu membuat lembaga termasuk bank dan layanan pembayaran online tidak boleh menawarkan terhadap setiap klien untuk fasilitas apa pun yang melibatkan mata uang kripto, mulai pendaftaran, perdagangan, kliring, dan penyelesaian transaksi. 

Perilaku yang lebih populer mengenai perilaku investor datang dari CEO Tesla Elon Musk yang mengatakan, Tesla akan berhenti menggunakan bitcoin sebagai pembayaran, karena masalah lingkungan tentang penggunaan energi yang boros. Ia pun menyatakan penolakannya yang tiba-tiba terhadap cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang bermasalah dengan lingkungan.

 2. Kebijakan The Fed Menaikan Suku Bunga

Dilansir dari Forbes, harga cripto yang ramai-ramai rontok itu terjadi karena “ketakutan ekstrim” tengah mengintai para pedagang setelah kenaikan suku bunga terbesar Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve atau The Fed.

Pada 4 Mei 2022, The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 50 basis poin atau 0,5 persen sebagai upaya lanjutan mengatasi inflasi tertinggi selama empat dekade.

Sederhananya, kenaikan suku bunga akan mempengaruhi pilihan investasi dari para investor. Investor secara masif akan menjual aset kriptonya dan lebih memilih dolar sebagai instrumen investasi karena menawarkan imbal hasil suku bunga yang tinggi.

Kenaikan suku bunga akan mengurangi likuiditas (ketersediaan uang cash) di pasar keuangan. Sehingga membuat arus modal masuk ke aset kripto semakin berkurang, karena investor mengurangi minat ke aset cripto.

 3. Kebijakan Pengendalian Inflasi

Penyebab ini masih berkaitan dengan kebijakan The Fed menaikan suku bunga. Bila ditinjau secara umum, kebijakan moneter yang ditempuh The Fed ini wajar untuk mengendalikan angka inflasi, secara spesifik untuk menekan jumlah dolar yang beredar.

Selama ini, kenaikan harga kripto yang naik secara drastis disebabkan oleh banyaknya jumlah uang beredar. Dikarenakan Bank Sentral mencetak banyak uang untuk menanggulangi krisis Covid-19. Dengan kondisi saat ini, dengan ditariknya seluruh uang yang dicetak secara berhamburan, maka alat ukur pembayaran kripto pun berkurang.

Setidaknya, tiga hal itu menyebabkan nilai aset cripto dapat mengalami penurunan secara signifikan.

Kalau sudah begitu, kamu masih mau investasi di kripto? Terlepas dari hukum kripto yang masih khilafiyah. Tetap saja aset kripto sangat fluktuatif, spekulatif dan wujudnya hingga saat ini masih diperdebatkan.

Investor kawakan, Warren Buffet ketika ditanya tentang investasi pada aset kripto mengatakan: “Sekarang jika kamu memiliki seluruh aset kripto di dunia ini dan menawarkan kepadaku seharga 25 dolar, aku tidak akan membelinya. Karena setelah membeli cripto, apa yang akan aku lakukan? Aku harus menjualnya lagi kepada orang lain. Tanah pertanian akan menghasilkan makanan dan apartemen akan menghasilkan uang sewa, sementara kripto tak menghasilkan apapun. Aset harus punya nilai, sedangkan alat tukar harus diterima oleh semua kalangan”.

Respon yang serupa juga dikatakan oleh investor senior Amerika lainnya, Charlie Munger. Dia “Dalam hidupku aku berusaha untuk menghindari hal-hal yang bodoh, hal-hal yang jahat, dan sesuatu yang membuatku terlihat buruk dibandingkan orang lain. Dan cripto melakukan tiga hal itu”.

Nah, dari pada harus investasi ke aset kripto yang bikin was-was, kenapa tidak di instrumen pasar modal aja sih??  

Editor : Faiz

Gambar : Pexels