Pada awal-awal pandemi covid-19, pencegahan yang pertama kali dilakukan di beberapa negara adalah karantina wilayah atau yang biasa disebut dengan lockdown. Kebijakan ini diaplikasikan di hampir setiap negara dengan berbagai macam bentuk upayanya, seperti menelantarkan 200 singa di jalanan (Rusia), memperketat aparat keamanan dengan mengadakan sanksi fisik (India), dan membuat replika pocong di depan gang warga (beberapa wilayah di Indonesia yang sempat viral di dunia maya).
Dalam upaya pencegahan covid-19 ini, Kementerian Kesehatan mengeluarkan produk kebijakan bernama Pembatasan Sosial Berskala Besar. Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk di dalam suatu wilayah yang diduga ada infeksi Covid-19 guna mencegah kemungkinan penyebaran. Kebijakan ini diterapkan di beberapa kota yang termasuk zona merah.
Jika kita lihat secara kasat mata, lockdown dan PSBB memiliki beberapa kesamaan. Keduanya sama-sama bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang aman dari lalu lintas orang asing keluar-masuk suatu wilayah agar meminimalisir kemungkinan menyebarnya virus. Namun, hal yang sama jika diberi nama dan label yang berbeda, tentu ada sisi perbedaannya. Nah, sobat milenial harus tahu ini. Berikut adalah perbedaannya.
1. PSBB harus mengajukan ke Kemenkes, Lockdown tidak
Penerapan lockdown di Indonesia tidak memiliki berpayung hukum seperti di negara lainnya. Namun istilah ini bersifat global dan meskipun tidak diberikan payung hukum, beberapa daerah menerapkannya atas inisiatif warga dan pertimbangan keamanan. Sedangkan PSBB adalah kebijakan resmi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam upaya pencegahan covid-19. Dalam pelaksanaanya, kebijakan PSBB hanya diterapkan jika kepala pejabat pemerintah daerah mengajukan diri kepada Kementerian Kesehatan guna mendapatkan perlindungan hukum dalam pelaksanaanya.
2. Kebijakan PSBB lebih “halus”
Lockdown adalah kebijakan yang bersifat mengikat dan ketat. Tidak akan dispensasi dan pengecualian-pengecualian dalam pelaksanaannya. Sedangkan PSBB, dalam pelaksanaannya memiliki aturan khusus, tidak “saklek”. Hal ini bertujuan untuk membedakan mana kegiatan yang sangat prioritas dan mendesak, dan mana yang tidak. Jika diterapkan secara ketat, maka kegiatan mendesak seperti kegiatan penyaluran bantuan sosial, jual beli alat medis dan kebutuhan pokok akan terhambat. Padahal ada beberapa aktivitas yang jika ditinggalkan, maka akan berdampak buruk pada pandemi ovid-19 itu sendiri.
Oscar Primadi, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan bahwa dalam karantina wilayah (lockdown), masyarakat tidak diperkenankan beraktivitas di luar rumah. Sedangkan dalam PSBB, hanya membatasi aktivitas warga tertentu saja terutama di wilayah terduga terinfeksi virus corona. Hal itu disampaikan oleh Oscar Primadi di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Minggu (5/4/2020).
3. PSBB lebih tepat sasaran
PSBB merupakan respon pemerintah atas pencegahan covid-19 yang dinilai lebih tetap sasaran jika dibandingkan karantina wilayah yang bersifat ketat dan mengikat. Jenis kegiatan masyarakat yang dibatasi hanya kegiatan-kegiatan yang bersifat sekunder dan tidak begitu mendesak. Adapan kebijakan PSBB secara rinci telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB sebagai Percepatan Penanganan COVID-19.
Sekjen Kemekes menjelaskan bahwa kegiatan pembatasan dalam PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan keamanan.
Demikianlah beberapa perbedaan antara lockdown dan PSBB yang harus diketahui masyarakat. Sebagai kaum milenial, taat akan peraturan hukum adalah sebuah trend yang harus di-booming-kan dan tentunya diaplikasikan. Kaum milenial harus menjadi pelolpor dalam pelaksanaannya.
Penulis: Firdan Fadlan Sidik
Comments