Urang Sunda, istilah bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas tinggal di kawasan barat pulau Jawa ini dikenal karena intonasinya yang cenderung lembut dan banyak penekanan halus yang dirasa unik bagi masyarakat lainnya. Dalam pelafalan kalimat terdapat hal yang cukup unik dimana kata mah, téh, atuh, euy, menjadi imbuhan gramatika otomatis sehingga ketika mendengar imbuhan tersebut, pasti kamu langsung ngeh, “Oalahh, orang Sunda rupanya!“. Nah, dalam tulisan ini, saya akan membahas satu kata dalam bahasa Sunda, yakni Peupeuriheun, yang sering disisipkan dalam salah satu budaya masyarakat Sunda bernama peupeujeuh atau papatah.
Peupeuriheun dalam Peupeujeuh
Peupeujeuh artinya kurang lebih sama dengan petuah, pepatah, nasihat dan arahan. Biasanya yang memberikan adalah orang tua dan orang-orang yang lebih dewasa dan berumur. Sudah menjadi tradisi masyarakat umum seperti itu.
Budaya peupeujeuh ini selaras dengan motto paguyuban (komunitas) urang Sunda: silih asah, silih asih, tur silih asuh. Saling menguatkan, saling mengasihi dan saling mendidik. Uniknya, ketika para orangtua memberikan nasihat bagi anak cucunya, tak jarang mereka sisipkan kata peupeuriheun.
Misalnya, (disini saya tidak bermaksud merendahkan suatu pekerjaan, hanya sebagai contoh saja): “Encéng (lk), Enéng (pr)! Anjeun (manéh) kedah seueur diajar supados janten jalmi bageur, hadé tur pinter sareng sukses tibatan bapak sareng emak, peupeuriheun bapak sareng emak kapungkur teu tiasa diajar, ayeuna mung janten tukang dagang”.
Kurang lebih artinya: “Nak! Kamu harus belajar banyak supaya jadi orang baik dan pintar serta sukses daripada bapak sama ibu, peupeuriheun bapak sama ibu dulu nggak bisa belajar, sekarang cuma jadi pedagang”.
Pelafalan yang khas
Kata peupeuriheun berasal dari kata peurih, meurih yang berarti “perih, merasa perih, bersakit-sakit” dan arti senada lainnya. Ini bermaksud bahwa apa yang dialami oleh sang penutur, ia berharap hal tersebut tidak menimpa orang yang dinasehatinya sehingga tidak terulang kembali.
Tentunya menjadikan perhatian si pendengar peupeujeuh lebih mencermati apa yang disampaikan. Seolah-olah ia membayangkan keadaan dimana para pendahulu mereka berada dalam perih dan kepedihan sehingga mereka bercerita padanya. Ini dapat menembus lubuk hati, menyentuh nurani dan mengetuk kesadaran dirinya. Motivasi merasuk ke dalam dirinya.
Dalam bahasa Sunda, penulisan huruf “e” memiliki beberapa bentuk dan pelafalan yang berbeda. Pertama, ditulis “ é” dengan pelafalan seperti dalam kata mewah dan meja. Kedua, ditulis “e” dengan pelafalan seperti dalam kata kerupuk dan kentang. Ketiga, dengan tambahan huruf “u” setelahnya menjadi “eu” dengan pelafalan antara e dan u, seperti kata peuyeum (tape), heureuy (bercanda) dan euy.
Sebagian orang non-Sunda merasa kesulitan dalam pelafalan terakhir. Kalaupun bisa, tidak akan mengucapkan eu secara sempurna kecuali setelah proses percobaan berulang kali.
Dipahami namun cukup sulit diterjemahkan
Perubahan bentuk kata dalam suatu bahasa bisa menimbulkan makna baru, termasuk kata meurih/peurih dan peupeuriheun dalam bahasa Sunda ini. Jika kamu bertemu urang sunda, atau bahkan berkawan dengannya, coba tanyakan padanya “apa arti meurih/peurih dan peupeuriheun?”. Saya yakin untuk kata pertama, yakni meurih, sebagian besar mereka mengetahui artinya. Lain halnya dengan kata kedua, peupeuriheun.
Jika ditanya seperti itu, bagaimana responnya? Langsung dijawab? Saya kira sebagian besar pasti berpikir dulu, atau mungkin tersenyum simpul sembari menerka-nerka terjemahan bahasa Indonesia yang pas. Hehe.
Masih menjadi misteri hingga kini apa arti baku dari kata pepeuriheun dalam bahasa Indonesia. Ada ragam pendapat. Jika boleh saya berpendapat, maka arti yang cukup cocok adalah “sangat disayangkan”. Kenapa? Seperti contoh di atas tadi, orangtua membandingkan keadaan mereka yang lebih susah daripada kehidupan anaknya sekarang. Dan jika menerjemahkan contoh kalimat tersebut, kurang lebih artinya:
“Nak! Kamu harus belajar banyak supaya jadi orang baik dan pintar serta sukses daripada bapak sama ibu, sangat disayangkan bapak sama ibu dulu nggak bisa belajar, sekarang cuma jadi pedagang”.
Kurang lebih seperti itu artinya. Meski para orangtua tidak mau anak cucunya merasakan perih yang telah dialami, mereka juga seolah menyisipkan pesan dalam kata peupeuriheun, bahwa mereka dahulu merasakan perih sehingga bisa berjuang hidup dan membesarkan anak cucunya hingga kini.
Rasa perih pasti dirasakan oleh orang yang sedang berusaha mencapai tujuannya. Walau dengan makna yang berbeda, kata peupeuriheun juga mengandung indikasi ke arah tersebut. Merasakan perih dalam berusaha, sebelum mengecap manisnya hasil usaha. Jadi, hayuuk meminimalisir kemalasan dan bersiap untuk meurih!
Penyunting: Halimah
Sumber gambar: batamtoday.com
Comments