Kehidupan begitu penuh dengan misteri. Sering kali yang wujudnya terlihat nyata, ternyata hanya ilusi belaka. Misalnya, wujud pelajaran yang dapat diambil dari seekor ayam pun kadang diabaikan bak ilusi.
Di sisi lain, orang yang kelihatannya mendukung, tanpa disadari ternyata menyusun rencana untuk menumbangkan. Orang yang memuji, bisa jadi hanya ekspresi dari iri hati. Orang yang kelihatan selalu ceria, tak menutup kemungkinan itu hanya tabir dari lara hatinya. Orang yang kelihatannya diam saja, bisa jadi justru punya banyak karya. Begitulah kehidupan, sering kali kita tertipu olehnya―atau malah kita yang menebar benih tipuan di dalamnya.
Sebenarnya, yang terpenting bukan sejauh mana kita bisa membedakan antara ilusi dan realita. Namun, yang lebih penting dari itu adalah bagaimana kita bisa mengambil hikmah darinya. Hal tersebut tak diajarkan di sekolah, tetapi merupakan seni menjalani kehidupan yang harus dimiliki setiap orang. Sebab, apabila seseorang tak mampu mengambil hikmah dari apa yang terjadi, ia akan menjadi pribadi yang stagnan yang tak akan menapaki jalan menuju perubahan yang lebih baik lagi.
Bicara soal hikmah, sebenarnya ada di mana hikmah itu? Bila kita berkenan tadabbur, kita mungkin akan menemukan hikmah di mana pun. Bukan hanya dari orang-orang baik, tetapi juga dari mereka yang kelihatannya di mata kita tak baik.
Bahkan, sadar atau tidak, hikmah juga bisa didapat dari ciptaan-ciptaan lainnya (bukan hanya manusia). Salah satu contohnya, ayam. Dalam pandangan saya, ayam merupakan salah satu hewan yang cukup nyentrik. Buktinya, dalam kebudayaan Indonesia, ayam dijadikan sebagai ikon wadah menyimpan uang.
Saya sendiri kurang paham bagaimana filosofi dari hal tersebut. Terlepas dari itu, nyatanya ayam menyimpan berbagai hikmah yang bisa dijadikan pelajaran bagi manusia. Berikut di antaranya.
Ayam Konsisten Bangun Pagi
Ayam adalah salah satu hewan yang tak pernah terlambat bangun pagi. Hal ini bahkan sampai dijadikan scene sebagai penanda atau pembuka hari di beberapa film dan kartun. Rutinitasnya tersebut tentu bisa menjadi motivasi, khususnya bagi orang seperti saya yang jam bangun paginya (yang paling pagi) adalah jam 9. Tak sedikit pula orang tua yang membangunkan anaknya dengan kalimat, “masa kalah sama ayam.”
Sayangnya, beberapa orang (termasuk saya) masih tak menghiraukan hal baik dari ayam tersebut, acuh tak acuh. Bahkan ada juga yang justru berucap, “Ayam kan waktu maghrib udah tidur, sementara aku tengah malam lewat baru tidur.” Jadi, ya maklum kalau bangunnya lebih dulu ayam. Karena mereka jam tidurnya lebih banyak.” Meski begitu, konsistensi ayam dalam bangun pagi ini tetap perlu kita contoh.
Semangat Mencari Makan
Selesai bangun pagi, ayam langsung bergegas untuk melanjutkan rutinitasnya yang lain, mencari makan. Ini juga merupakan salah satu kelebihan ayam, ia tidak bergantung pada majikannya. Ia lebih memilih untuk menjadi sosok yang mandiri, pantang menyerah, rajin menabung, pekerja keras.
Kita, sebagai anak muda, harusnya mampu meneladani sikap ayam tersebut. Bagi yang masih malas untuk bekerja, berkarya, belajar, sekolah, dan apa pun yang berbau kebaikan, ingatlah! Ayam saja rajin, masa kita enggak? (“Bicara memang gampang ya, tapi praktiknya? Ah, Sudahlah!”)
Berteduh Saat Hujan
Ini merupakan memori yang sangat berkesan waktu saya masih kecil dulu. Usia di mana saya tak bisa menahan diri untuk berlarian dan bersenang-senang kala hujan turun. Ibu saya tentu tak suka dengan hal tersebut. “Nambah-nambahin cucian aja”, katanya dengan nada marah ala emak-emak desa.
Saat saya hendak melangkah keluar rumah karena tak sabar untuk hujan-hujanan, ibu saya bersabda, “Nggak malu apa sama ayam? Tuh, lihat! Mereka aja ngerti berteduh, masa kamu yang manusia nggak ngerti?” Awalnya, sabda tersebut saya kira hanya terjadi kepada saya seorang.. Namun, ternyata teman-teman saya juga sama. Cara mendidik emak-emak desa memang unik.
Itulah beberapa hikmah dari ayam yang bisa diambil. Semoga kita bisa meniru hal-hal baik darinya dan tentunya tak meniru hal-hal buruk darinya (seperti BAB di sembarang tempat, misalnya). Jadi, sebagai manusia yang dianugerahi akal, adalah tugas kita untuk selalu ber-tadabbur terhadap semesta tanpa batas ini. Supaya kita bisa menemukan banyak hikmah dan menjadikannya pelajaran bagi diri kita agar menjadi individu yang lebih baik lagi.
Editor: Nirwansyah
Ilustrasi: Pinterest
Comments