Pernahkah hati Anda diliputi tsunami kesedihan ataupun kegembiraan secara tiba-tiba? Diakui atau tidak, saya yakin dari lubuk hati Anda yang paling dalam tentu mengatakan iya.
Entah kesedihan dan kegembiraan tersebut hadir karena sebab pasti ataupun sebab yang gagal kita fahami.
Saat kita merasakan sebuah kesenangan atau kegembiraan, kadang kita tak peduli penyebab apa yang melatar belakanginya. Kita seolah acuh dan mencukupkan diri untuk sebatas menikmati kegembiraan tersebut.
Namun, jika kesedihan dan kesumpekan, tentu kita sibuk mempertanyakan penyebabnya. Padahal jika ditarik kebelakang, kita melihat kenihilan yang bisa memantik kesedihan dan kesumpekan.
Pun, sandang, papan, pangan bahkan pasangan telah terwujud seperti apa yang kita harapkan. Tapi, mengapa hati masih saja dibelenggu kesedihan dan kesumpekan?
Tak jarang aktivitas sehari-hari juga sering diwarnai kekosongan bahkan saat kita menunaikan kewajiban peribadahan sekalipun. Lalu adakah di lain sisi hal yang salah dan perlu dibenahi?
***
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hal yang perlu dibenahi, kita mulai dulu dengan memahami perihal hati. Episentrum pusat kesenangan, kesumpekan, kekosongan sama-sama ada di dalam hati.
Seperti namanya, hati dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qalb yang memiliki arti membolak-balik. Sampai di sini terang?
Ya, seperti namanya, hati merupakan sesuatu yang membolak-balik. Bukan lagi sebuah keanehan jika kita mendadak mengalami sensasi gembira yang menggebu-gebu lalu tiba-tiba sedih sembilu.
Mengenal Maqam Qabdh dan Basth
Dalam istilah tasawwuf keadan tersebut dikenal dengan maqam qabdh (keadaan sempit atau sedih) dan maqam basth (keadaan lapang atau senang).
Keadaan tersebut mengacu pada sesak dan lapangnya dada seseorang, kegundahan, kegembiraan, ungkapan kecemasan dan harapan (Schimmel 1994: 251).
Maqam tersebut senantiasa silih berganti hadir dalam hati manusia sebagaimana yang dikatakan Imam Abu Hasan Asy-Syadzili:
قلما يخلو العبد منهما و هما يتعاقبان كتعاقب الليل و النهار القبض و البسط
“Qabdh dan basth, jarang sekali seorang hamba terlepas dari keduanya. Keduanya silih berganti sebagaimana silih bergantinya malam dan siang”
Dari sini dapat kita fahami bahwasanya keduanya merupakan sebuah kewajaran dan jangan terlalu dikhawatirkan.
Sebab dan Cara Menghadapi Maqam Qabdh
Lalu apa sebab musabab maqam qabdh itu sendiri? Menurut Abu Hasan As-Syadzili, sebab dari maqam qabdh ada 3:
واسباب القبض ثلاث: ذنب احدثته، او دنيا ذهبت عنك او نقصت لك، او ظلم يؤذيك فى نفسك او فى عرضك او بنسبك لغير دين
“Yang pertama, karena dosa yang baru saja dilakukan, kedua berkurangnya atau hilangnya perkara dunia darimu, dan sebab yang ketiga karena perlakuan zalim seseorang yang mengakibatkan dirimu terluka bahkan jatuh harga dirinya serta menganggapmu dari golongan selain agamamu”
Lantas hal apa yang harus kita lakukan jika kita mengalami maqam qabdh yang disebabkan 3 hal di atas?
Sebagai seorang hamba, sudah sepatutnya langkah pertama yang kita tempuh adalah memperbaiki dan meningkatkan ubudiyah kita serta mengembalikan semua peristiwa pada keilmuan yang telah kita miliki dan dibarengi dengan mengamalkan perintah Allah:
اما فى الذنب فبالتوبة و الإنابة و طلب الإقالة
Apabila kesumpekan disebabkan oleh perbuatan dosa, maka adab sohibul qabdh adalah menyegerakan diri untuk bertaubat dan inabah (kembali ingat) kepada Allah SWT.
واما فيما ذهب عنك من الدنيا او نقص فبالتسليم و الرضا و الاحتساب
Apabila kesumpekan disebabkan karena tanggal dan berkurangnya perkara dunia dari sohibul qabdh, maka adab sohibul qobd adalah taslim alias berserah kepada Allah dan rida atas apa yang menimpanya.
واما فيما يؤذيك به ظالم فبالصبر ولاحتمال
Apabila kesumpekan disebabkan oleh perlakuan zalim seseorang yang menyakiti, maka tindakan sohibul qabdh disini adalah bersabar serta menguatkan diri dalam kondisi tersebut.
Bagaimana dengan Kesedihan yang Gagal kita Pahami?
Namun tak jarang kita mengalami maqam qabdh tanpa kita ketahui sebab musababnya. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba hati berkabut dan kalut, sehingga hal ini menimbulkan ketidaknyamanan dan tanda tanya besar dalam diri seseorang yang mengalaminya.
Maka pada keadaan demikian, sikap yang sebaiknya dilakukan oleh sohibul qabdh tersebut adalah taslīm alias berserah diri kepada Allah hingga rentang waktu qabdh berlalu dengan sendirinya. Kita perlu menyelami lautan kesabaran menunggu waktu yang akan datang dengan tenang. Sebab jika sohibul qabdh sibuk mencari-cari jalan keluarnya, justru hal tersebut akan menambah kadar kesempitan dalam hatinya karena ia berusaha menghadap waktu sebelum jatuh masanya. Sehingga hal demikian barangkali tergolong sū’ul-adab kepada Allah. Namun jika sohibul qabdh menyerahkan diri pada hukum waktu, maka dalam waktu dekat, maqam qabdh tersebut akan segera sirna.
Sesungguhnya Allah SWT berfirman:
وَ اللهُ يَقْبِضُ وَ يَبْسُطُ وَ إِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Artinya: “Dan sesungguhnya Allah menyempitkan dan melapangkan, dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan” (Al-Baqarah: 245).
Lapang dan Sempit
Merupakan kehendak Allah mengubah dari senang ke sedih, dari lapang ke sempit pun sebaliknya. Agar apa? Tak lain tak bukan agar hambanya lebih peka bahwa kita semua hamba yang tidak dapat keluar dari hukum ketentuan-Nya berupa “Laa haula wala quwwata illa billah”.
Maka disini kita harus menyadari betapa lemahnya kita sehingga sangat butuh terhadap pertolongan-Nya.
Tak hanya itu, rasa lapang adalah gambaran karunia Allah, sedangkan sempit adalah keagungan Allah.
Jika seseorang terus berlatih menerima kedua kondisi secara persisten tanpa prasangka buruk, maka ia akan mencapai kondisi istiqamah dan imbang rasa yang bermuara pada ketidakmudahan jiwa untuk goncang menghadapi dua hal yang seakan bertolak belakang.
Setiap ujian menggugurkan tumpukan kotoran ruang hati yang jejal akan samudra prasangka, wahm, dan segala macam maksiat. Hingga lama kelamaan ruang hati menjadi makin lapang karena telah diluruhkan oleh ujian tersebut.
Lalu pendar cahaya-cahaya Ilahi yang semula tak bisa masuk, kini pelan-pelan menyelinap. Menghidupkan kembali hati dan melapangkan dada yang semula hampir mati.
Ingat! dalam pertolongan Allah melalui hal-hal yang tidak engkau sukai, yakni melalui hal-hal yang menyesakkan, kesedihan dan kesumpekan, selalu ada hikmah halus terselip didalamnya.
Referensi: Ibn Attha’ilah, Syarah Hikam Juz 1, Hlm. 66.
Editor: Lail
Gambar: Pexels
Comments