Indonesia sebagai sebuah negara telah menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Perjuangan setelahnya berlanjut dengan menghadapi dua kali Agresi Militer Belanda hingga sampai pada pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Namun, Indonesia setelah itu masih merupakan negara muda yang sangat rapuh dalam hal kedaulatan laut.

Bagaimana tidak, Indonesia yang terdiri dari 17.000 lebih pulau hanya memiliki kekuasaan 3 mil dari garis pantai. Sehingga, laut milik Indonesia saat itu sangatlah sempit. Bahkan, kapal-kapal berbendera negara selain Indonesia dengan bebasnya masuk ke perairan Indonesia. Bayangkan jika yang masuk ke perairan Indonesia adalah kapal perang, betapa mudahnya Indonesia diserang lewat laut.

Fakta ini membuat perdana menteri Indonesia pada tahun 1957 menyatakan sebuah deklarasi yang disebut dengan “Deklarasi Djuanda”. Di dalamnya menyatakan bahwa laut Indonesia adalah laut di sekitar, di dalam, dan di antara kepulauan Indonesia. Selain itu, dalam deklarasi tersebut juga konsep negara kepulauan (archipelagic state) sebagai konsep negara yang unik dan berbeda dengan negara lain pada umumnya juga diajukan.

Tokoh utama dibalik Deklarasi Djuanda adalah Ir. H. Raden Djoeanda Kartawidjaja yang biasa dikenal sebagai Ir. H. Djuanda. Merupakan Perdana Menteri Indonesia tahun 1957-1959, saat Indonesia berbentuk Republik Indonesia Serikat.

Ia lahir di Tasikmalaya pada 14 Januari 1911 dan wafat pada 7 November 1963 pada umur 52 tahun. Mengenyam pendidikan di Hollandsch Indlandsch School (HIS), dilanjutkan Europesche Lagere School (ELS), kemudian Hogere Burgerschool te Bandoeng (HBS) dan Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS, sekarang ITB).

Setelah lulus dari THS, Djuanda sebenarnya memiliki kesempatan untuk menjadi asisten dosen di TH Bandung dengan gaji yang cukup besar. Namun, alih-alih memilih menjadi asisten dosen di TH Bandung, ia justru memilih menjadi guru di SMA Muhammadiyah dengan gaji seadanya. Djuanda selain aktif menjadi anggota Muhammadiyah dan pimpinan sekolah Muhammadiyah juga menjadi bagian dari Pergerakan Pasoendan.

Deklarasi Djuanda sangat berarti untuk membuat laut Indonesia berdaulat sepenuhnya di laut. Sebagaimana julukannya, Bapak Kedaulatan Laut Indonesia. Selain Deklarasi Djuanda, peran Ir. H. Djuanda juga sangat berarti dalam pembangunan bandara di Surabaya.

Karena jasa-jasanya yang begitu besar, Ir H. Djuanda Mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada Tahun 2017 melalui Keputusan Presiden RI No. 244/1963. Sebagai penghargaan atas jasa-jasa Ir. H. Djuanda, saat ini foto beliau terpampang pada uang pecahan Rp50.000 dan menjadi nama jalan di Jakarta serta nama bandara di Surabaya.

 

Tindaklanjut Deklarasi Djuanda

Deklarasi Djuanda yang telah disebutkan kemudian menjadi dasar pengajuan pembahasan United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) sejak tahun 1958 yang kemudian dilanjutkan hingga membuahkan hasil pada UNCLOS III tahun 1982.

Bahkan, konsep kesatuan yang dibahas dalam lanjutan UNCLOS tidak hanya mencakup darat dan laut melainkan juga udara. Hasil-hasil tersebut disahkan pada UNCLOS di Montego Bay, Jamaika pada 10 Desember 1982 kemudian diratifikasi oleh Indonesia pada 31 Desember 1985 Tentang Pengesahan UNCLOS.

Kini, konsep negara kepulauan seperti tertera pada Deklarasi Djuanda yang diterapkan pada hasil UNCLOS diakui oleh seluruh dunia. Indonesia bersama Filipina, Fiji, dan Mauritius diakui sebagai negara kepulauan. Sementara itu, negara-negara dengan garis pantai yang panjang seperti Kanada, Australia, Selandia Baru, Norwegia, dan Islandia mendapat keuntungan dari hasil UNCLOS. Tanggal Deklarasi Djuanda, 13 Desember pun diakui sebagai Hari Nusantara.

 

Penulis: Nabhan Mudrik

Illustrator: Ni’mal Maula