Barcelona baru saja memenangkan El Clasico keempat mereka dalam satu musim. Kemenangan ini bukan cuma soal tiga poin. Ini lebih dari sekadar pengakuan tak tertulis bahwa Barcelona—yang katanya pesakitan di kancah Eropa—adalah rajanya El Clasico musim ini.
Mungkin takdir sedang bercanda dengan Real Madrid. El Clasico yang biasanya hanya digelar dua kali semusim, musim ini justru muncul empat kali: dua di La Liga, satu di Supercopa, dan satu di Copa del Rey. Pemenangnya? Setiap kali peluit panjang berbunyi, nama pemenangnya selalu sama: Barcelona. Sementara Real Madrid cuma bisa kalah, kalah, kalah, dan kalah.
Sejarah Musim ini Ditulis dengan Tinta Biru-Merah
El Clasico pertama musim ini terjadi di La Liga pada 27 Oktober 2024. Barcelona menang dengan skor telak 0-4. Empat gol kemenangan Blaugrana dicetak Lewandowski (54’,56’), Lamine Yamal (77’), dan Rapinha (84’).
Lanjut ke Supercopa de Espana, 13 Januari 2025. Mbappe sempat bikin gol cepat dan fans Madrid bersorak penuh harap. Namun, Barcelona kemudian mengamuk. Gol-gol dari Yamal, Lewandowski, Balde, dan brace dari Raphinha membungkam sorakan itu. Rodrygo sempat mencetak satu gol lagi untuk Real Madrid, tapi ya, seperti biasa, wasit mengakhiri semuanya dengan skor memalukan 2-5 untuk kemenangan Barcelona.
Setelah Supercopa, kedua tim bersua lagi di final Copa del Rey, 27 April 2025. Real Madrid main lumayan bagus. Skor 2-2 di waktu normal bikin misi balas dendam masih menyala. Namun, Jules Kounde datang sebagai mimpi buruk. Golnya di menit ke-116 memupus semua asa. Barcelona juara.
Terakhir di La Liga pekan ke-35, 11 Mei 2025. Mbappe sempat membawa Real Madrid unggul dua gol, tapi Barcelona tak kenal ampun. Eric García, Lamine Yamal, dan dua gol dari Raphinha menyudahi semuanya. Mbappe memang sempat cetak satu gol lagi, tapi skor akhir tetap 4-3 untuk BARCELONA. Real Madrid yang katanya raja comeback, malah jadi korban comeback.
Berkat empat kemenangan ini, Barcelona baru saja mencetak sejarah baru sebagai tim pertama yang bisa membobol gawang Real Madrid 16 gol dalam semusim. Sementara Real Madrid cuma bisa balas tujuh gol.
Waktunya Madridista Keluarkan Jurus Pamungkas
Fakta ini membuat Madridista sibuk bikin nota pembelaan di media sosial. Kalian sudah tahu apa maksud saya, kan? Yup, sudah kebiasaan Madridista selalu berlindung di balik kalimat: Kami punya 15 trofi UCL setelah tim kesayangannya kalah. Kalimat ini semacam ayat keselamatan dan pelindung harga diri dalam kitab suci Madridista dari gangguan Cules yang terkutuk.
“Susah kalahin trofi Madrid, apalagi sudah 15. Kalau nggak percaya tanya Bancilona yang berharap remontada lawan Inter. wkwkwk,” begitu kata kawan saya di grup WhatsApp.
“Gak papa, kalah santai. Musim ini kita lose. Biar aja yang lain dapat piala. Piala kita kan, sudah banyak. Kenapa sih, Madrid bahas-bahas, ungkit-ungkit pialanya yang sudah banyak? Ya, karena faktanya begitu. Tim-tim lain tidak pernah bahas pialanya karena pialanya tidak sebanyak Madrid,” begitu kata komika Ali Akbar di reels Facebook-nya.
Tanpa perlu disenggol atau diajak debat, pembelaan macam ini akan muncul sendirinya. Tapi ya, sudahlah. Mungkin mereka belum sadar kalau 15 trofi itu tidak selamanya menyembuhkan luka. Apalagi kalau lukanya dibikin Barcelona. Atau mungkin mereka sadar, tapi tapi belum bisa menerima realita. Realita bahwa tim kesayangan mereka gagal juara.
Saya sendiri malah mengira 15 trofi UCL itu hanya angka agregat kekalahan Real Madrid dari Arsenal di perempat final UCL musim ini: 1-5.
Stop Meromantisasi 15 Trofi UCL itu, Sob!
Sebenarnya, saya sudah lama meninggalkan perdebatan tentang rivalitas Barcelona dan Real Madrid. Cuma kadang saya jengkel juga mendengar ada Madridista bawa-bawa masa lalu saat debat. Beruntung selama ini saya tidak sampai hati meladeninya. Saya anggap itu cara mereka menghibur diri
Sebagai fans Barcelona yang mencoba tetap rasional, saya harus mengakui 15 trofi UCL itu adalah sebuah pencapaian luar biasa. Faktanya, Barcelona belum sanggup berada di sana. Tapi, ya Madridista juga harus melihat realita. Musim ini, 15 trofi UCL itu bukan bukti sahih bahwa Real Madrid adalah tim yang hanya bisa dikalahkan lewat campur tangan Tuhan.
Seandainya jadi Madridista, saya akan berhenti meromantisasi 15 gelar UCL itu. Mengapa? Sebab, membicarakan Real Madrid dan 15 trofi UCL-nya ibarat membanggakan mantan pacar yang dulu pernah jadi juara dunia di bidang olahraga. Hebat, iya. Tapi sekarang? Cuma tinggal foto-foto lama untuk dipamerkan ke teman nongkrong.
Selain itu, meromantisasi 15 gelar UCL itu sebuah bentuk kemunduran berpikir. Kalau kalah, ya kalah saja. Tidak usah mencari pembelaan dengan cara membawa-bawa pencapaian masa lalu. Lagian, empat kekalahan El Clasico musim ini tidak akan membatalkan trofi Real Madrid yang banyak itu, kan?
Ketika Masa Lalu jadi Satu-Satunya Cerita
15 gelar UCL memang banyak, tapi yang banyak bukan berarti segalanya. Mungkin ini yang tidak disadari Madridista. Makanya mereka lupa bahwa jumlah trofi tak otomatis membuktikan kualitas permainan hari ini—apalagi kalau bicara soal gaya bermain, teknik, atau konsistensi.
Kalau Madridista terus-menerus mengungkit 15 trofi UCL, pembicaraan menjadi stagnan dan kehilangan gairah. Diskusi menjadi pasif, cepat selesai, dan hambar karena selalu berakhir di satu titik: masa lalu. Padahal, sepak bola adalah olahraga yang bergerak, bukan album kenangan.
Saya khawatir semakin lama Madridista meromantisasi trofi lama, girah menonton pertandingan Real Madrid akan semakin memudar. Mengapa? Karena apapun hasilnya, ekspresi kegembiraannya cuma satu: “Kami punya 15 trofi UCL.” Kalau setiap kemenangan atau kekalahan ujungnya selalu dibalas dengan satu kalimat itu, lalu apa spesialnya lagi menonton Real Madrid?
Sebagai salah satu basis suporter klub sepak bola terbanyak di dunia, Madridista harusnya menunjukkan ambisi masa depan demi kebangkitan tim kesayangannya. Bersikap acceptance, bukan terus-terusan bersikap denial. Belajarlah dari fans Manchester United yang rasional. Tidak satu pun mereka menjadikan pencapaian tahun 1999 setan merah sebagai tameng debat kekinian. Mereka sadar kalau terlalu sering memuja masa lalu hanya akan membuat mereka terjebak dalam ilusi kejayaan.
Sekali lagi, 15 trofi UCL itu luar biasa. Tidak ada yang menyangkal. Sudah saatnya Madridista move on. Mau sampai kapan kalian bersembunyi di balik 15 trofi UCL itu?
Namun, jika kalian tetap kukuh menggunakan itu sebagai jurus pamungkas, mendingan sekalian cetak kaos saja: “Kami kalah lagi, tapi kami punya 15 UCL.” Itu setidaknya bisa menghasilkan cuan meski tak juara.
Editor: Yud
Gambar: Pexels
Comments