Akhir-akhir ini perbincangan di seputar perihal nikah muda, problem definisi pacaran dan taaruf, pelecehan seksual, zina dan semacamnya ramai mewarnai jagad media. Saya jadi ingat nasihat Bapak beberapa hari sebelum viral kasus Ibrahim Malik. “Nduk, antara iman dan nafsu itu sangat tipis. Tapi jika keduanya bisa saling menjaga, seseorang itu akan menjadi mulia.” Waktu Bapak berpesan begitu, aku hanya membatin. “Tenang pak, anakmu ini lho lagi nggak deket sama cowok. Nggak usah khawatir to!”
Respon yang cenderung cuek dengan nasihat Bapak, berubah menjadi pikiran yang terus menghantui saat geger kasus Ibrahim Malik (IM). Sedikit banyak saya tahu tentang dia, beberapa kali juga jadi topik pembicaraan saya dengan teman saya, Putri (nama samaran), yang ngefans super sama IM. Awalnya, saya nggak percaya, tapi setelah menghubungi Putri dan dia membalas “Iya Rif, aku juga nggak nyangka”.
Wahwahwah!!! Mau nggak percaya bagaimana coba? Sambil mencoba menelusuri kembali beritanya, terkonfirmasi bahwa kasus tersebut cenderung benar adanya. Tapi yang saya sayangkan, kasus-kasus semacam ini rasanya nggantung dan nggak tau gimana akhirnya. Atau cuma saya aja yang nggak tau?
Kemudian selain kasus IM, beberapa waktu lalu saya mendapat kabar pelecehan seksual yang bikin gemes banget karena dilakukan oleh seorang aktivis dan salah satu ustadz kondang luar negri. Tentu, selain itu juga masih banyak berita dengan topik yang sama. Dengarnya saja sudah lemes sehingga saya hanya mengkonfirmasi berita tersebut seperlunya. Selain lemes juga males. Cuma bisa istighfar sambil nyanyi, Astaghfirullahal’adzim….
Rasanya nasihat Bapak semakin mengena. Makasih ya Pak!
Pentingnya Pendidikan Seks Sedari Kecil
Saya jadi ingat. Beberapa tahun yang lalu saat saya masih kelas 5 SD, ada seorang bocah bertamu bersama kakaknya menemui Bapak saya. Anak dengan status piatu tersebut baru saja menjadi korban pelecehan seksual dari seorang kakek, yang merupakan tetangganya. Bagaimana gelagat trauma dari gadis cilik berusia kelas 2 SD tersebut masih jelas di kepala saya.
Waktu itu saya masih kecil dan polos. Bahkan pelajaran IPA kelas 5 tentang reproduksi saja, menyimpan tanda tanya besar dalam benak saya. Bagaimana bisa sperma bertemu dengan ovum kemudian menjadi zigot dalam perut seorang perempuan? Selain diterangkan proses fertilisasi secara normal, guru saya juga menceritakan tentang bayi tabung. Malah dalam fikiran saya waktu itu, lebih masuk akal bayi tabung daripada “sperma yang menembus ovum kemudian menjadi seorang pemenang dan itulah diri kita yang terlahir di dunia”. Begitu kira-kira kata-kata yang saya ingat dari salah seorang motivator. Artinya adalah, pendidikan seks dari kecil itu penting.
Kakak dari seorang bocah tersebut meminta agar adeknya dapat tinggal dalam asuhan keluarga saya untuk melakukan healing trauma, syukur-syukur bisa melupakan kejadian yang baru saja dialaminya. Saya tidak tahu dengan pertimbangan apa, yang saya ingat selama satu tahun bocah tersebut berada dalam satu rumah dan satu sekolah dengan saya.
Saya juga ingat, dalam satu tahun, bocah tersebut beberapa kali dijemput kakaknya untuk melakukan visum dan lain sebagainya. Bahkan alasan untuk pamit dari rumah pun, karena akan menjalani proses hukum lebih lanjut (yang jelas saya belum dong, nggak habis pikir pokoknya). Sampai sekarang, kami tidak tahu kabar bocah tersebut. Semoga dia baik-baik saja ya.
Masuk usia pendidikan menengah pertama, saya baru faham karena bab reproduksi dibahas lagi. Oh ternyata begitu tho cara punya anak itu. Kirain tidur bareng udah bisa langsung melahirkan seorang pemenang. Hadeuh, padahal saya udah punya adek dua. Semenjak mengerti, saya jadi merinding kalau lihat berita pelecehan seksual dan atau teringat kisah bocah yang saya ceritakan di atas.
.
Atas segala ribut-ribut perihal nikah muda, lebih baik pacaran atau ta’arufan, saya mencoba mengingatkan diri saya dan teman-teman pembaca. Yuk imannya dijaga! Marwah kita di hadapan Allah loh. Nafsunya juga dijaga, karena bukankah dalam al-Qur’an juga sudah jelas kalau salah satu ciri orang beriman adalah orang yang mampu menjaga nafsu kemaluannya? (lihat QS. Al-Mu’minun ayat 5-6, dan pembahasan semacamnya di lain surat).
Semoga sampai kapanpun, iman kita dapat menjaga nafsu kita dan nafsu kita juga dapat menjaga iman kita, lebih-lebih dapat menambah keimanan. Nyatanya, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa pernikahan itu menyempurnakan separuh agama. Jangan sampai malah keduanya saling menimpuk karena saking tipisnya dan malah menghancurkan diri kita.
Saya berdoa semoga saya, kamu dan dia dapat dipertemukan dengan jodoh terbaik dengan cara terbaik sehingga pada akhirnya dapat melahirkan generasi terbaik pula, seorang pemenang yang layak menjadi penerus, kholifah di muka bumi.
Comments