Moderasi beragama akhir-akhir ini sering digembor-gemborkan oleh pemerintah guna sebagai alat perekat dan pemersatu bangsa. Moderasi beragama dinilai dapat menyatukan antar umat beragama di Indonesia yang memiliki berbagai perbedaan. Namun mengapa moderasi beragama hanya disuarakan hanya untuk “umat Islam” saja? Bukankah Indonesia tidak hanya terdiri dari satu agama saja? Tetapi sebelum menelisik lebih dalam mengenai moderasi beragama dalam konteks umat beragama, maka ada baiknya memahami terlebih dahulu pengertian moderasi agama itu sendiri. 

Kata “moderasi” mempunyai beberapa hubungan dengan beberapa istilah. Moderasi dalam bahasa Inggris berasal dari kata moderation yang berarti sikap tengah-tengah, tidak berlebih-lebihan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” memiliki arti penghindaran dari sebuah kekerasan atau penghindaran dari keekstriman. Kata ini merupakan serapan dari kata “moderat” yang memiliki arti sikap untuk selalu menghindarkan diri dari perilaku yang ekstrim. 

Kata “Moderasi” ketika disandingkan dengan kata “beragama” menjadi “moderasi beragama”. Moderasi beragama memiliki arti yakni sikap mengurangi kekerasan atau menghindari keekstriman dalam kehidupan beragama.  Dengan adanya moderasi beragama diharapkan dapat menghindarkan paham radikalisme dan dapat mencari jalan tengah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terutama pemersatu bangsa Indonesia yang memiliki berbagai perbedaan. 

Istilah moderasi beragama memang diambil dari ajaran islam yang biasa dikenal dengan wasathiyah, bahkan umatnya mendapat julukan sebagai ummatan wasathan. Dibuktikan dengan adanya firman Allah dalam surah al-baqarah ayat 143 yang artinya “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas(perbuatan) kamu”. Maksud dari ummatan wasathan adalah umat yang selalu memiliki sifat tengah-tengah atau adil dalam bertindak. 

Dalam menjalani kehidupan manusia akan selalu memiliki dua hubungan, yaitu hubungan dengan tuhan dan hubungan dengan sesama makhluk. Moderasi beragama lebih mengarah kepada hubungan antar sesama makhluk, karena moderasi beragama menunjukkan sikap nyata manusia dalam berinteraksi sosial. Hal ini sangat cocok diterapkan di Indonesia yang penduduknya tidak terdiri dari satu golongan saja. Mengingat dengan adanya berbagai golongan masyarakat di Indonesia tentunya resiko timbulnya perpecahan akan semakin tinggi. Moderasi beragama lahir guna meminimalisir hal tersebut terkhusus dalam konteks agama yang dinilai cukup sensitif. 

Indonesia merupakan  negara yang memiliki berbagai perbedaan, baik itu suku, budaya, ras, maupun agama. Moderasi beragama muncul ditengah-tengah beragamnya agama yang ada di Indonesia. Namun mengapa moderasi beragama lebih cenderung disuarakan kepada umat Islam saja?

Moderasi beragama ketika hanya disuarakan kepada umat Islam saja akan menimbulkan spekulasi bahwa Islam adalah agama yang ekstrim, yang anarkis. Sehingga dibutuhkan alat untuk menengahi keekstriman golongan tersebut. Lalu jika moderasi beragama disuarakan hanya kepada umat Islam saja akan menimbulkan pertanyaan baru, apakah Islam adalah agama ekstrimis?

Moderasi beragama dirasa perlu disuarakan kepada agama-agama selain islam juga. Mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki enam agama yang diakui oleh pemerintah. Sebagai alat pemersatu bangsa sebagai adalah misi moderasi beragama itu sendiri. 

Moderasi beragama memang berasal dari ajaran agama Islam, namun moderasi beragama tidak berlaku hanya untuk umat islam saja. Dalam konteks bernegara moderasi beragama menjadi salah satu komponen yang cukup penting guna menjaga keutuhan negara. Moderasi beragama tidak bisa dipandang dari sisi agama saja, namun moderasi beragama perlu diterapkan dalam konteks bernegara guna saling menghormati atau menjaga tali persaudaraan antar agama di Indonesia. 

Moderasi beragama perlu difahami oleh semua umat beragama yang ada di Indonesia. Ketika hal ini diterapkan, para umat dari berbagai agama yang ada di Indonesia akan mengetahui porsi beragama mereka dalam kehidupan di Indonesia. Sehingga tidak akan menjadikan suatu golongan agama terlalu fanatik terhadap agamanya sendiri sehingga menimbulkan sekelompok umat yang radikal. 

Editor: Saa

Gambar: Pexels