Suatu hari, ada seseorang dari Madinah datang jauh-jauh ke Damaskus untuk menemui Abu Darda ra. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi. Jauh-jauh datang menemui Abu Darda hanya untuk menanyakan hadis terkait orang orang atau para penuntut ilmu.
“Aku ingin memeriksa satu hadis yang kudengar kau riwayatkan dari Nabi Muhammad”.
“Hanya itu tujuanmu? Tak adakah urusan lainnya?,” tanya Abu Darda ra.
“Tak ada. Aku datang ke sini untuk memastikan apa yang pernah kau dengar dari Nabi.”
“Tak diragukan lagi,” kata Abu Darda ra, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Allah memasukkan ke dalam surga seseorang yang pergi untuk mencari ilmu. Para malaikat membentangkan sayap mereka di bawah kakinya untuk dijadikan pijakan. Semua yang ada di langit dan di bumi, juga makhluk yang ada di lautan memintakan ampunan kepada Allah bagi dosa-dosa orang yang mencari ilmu.”
“Keunggulan orang yang berilmu daripada orang yang beriman yang menghabiskan waktunya untuk ibadah adalah seperti terangnya bulan dibandingkan bintang-bintang. Tak diragukan lagi bahwa seorang alim yang bijak adalah pewaris para Nabi. Sebab, para Nabi tak meninggalkan emas sebagai warisan, tetapi mereka mewariskan ilmu. Siapa saja yang menerima warisan ini, pasti ia menjadi orang yang paling kaya.”
Hadis ini menggambarkan betapa mulianya kedudukan seorang penuntut ilmu. Jalan mencari ilmu bak jalan menuju surga. Sehingga, seorang penuntut ilmu harus senantiasa menjaga keberkahan mencari ilmu.
Pesan Quraish Shihab bagi Penuntut Ilmu
Quraish Shihab dalam bukunya Yang Hilang dari Kita Akhlak menjelaskan, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu.
Pertama, menyingkirkan akhlak buruk/menghiasi diri dengan budi pekerti (akhlak baik) karena budi pekerti mendahului ilmu… budi tanpa ilmu bisa mendorong untuk meraih ilmu, sedang ilmu tanpa budi mendorong keculasan dan keangkuhan.
Kesuksesan seorang penuntut ilmu tak hanya dilihat dari sejauh apa penguasaan ilmu yang dipelajarinya. Namun, juga dilihat dari akhlak yang tergambar pada dirinya. Seorang penuntut ilmu sepatutnya memperlihatkan akhlak yang baik.
Kedua, mengurangi sebisa mungkin hal-hal yang dapat menghambat perolehan ilmu agar waktu dapat lebih banyak digunakan untuk belajar. Ini tentu bukan berarti tidak bermain, karena dalam permainan pun dapat ditemukan ilmu dan budi.
Seorang penuntut ilmu haruslah memanfaatkan waktunya dengan sebaik mungkin. Jangan sampai banyak menyia-nyiakan waktu dalam hal yang sia-sia, terlebih hanya banyak terlelap dalam hidup yang glamor dan foya-foya.
Ketiga, jangan angkuh, baik terhadap guru maupun ilmu. Penuntut ilmu jangan sombong. Jangan mentang-mentang mahasiswa di perguruan tinggi ternama, malah sombong.
Murid juga haruslah hormat pada gurunya. Ini merupakan bagian dari adab murid pada guru. Ali ra berkata, “Aku adalah hamba bagi yang mengajarku walau satu huruf”, Perkataan ini menggambarkan betapa Ali ra sangat menghormati guru-gurunya.
Konon, saat belajar dalam majelis, Imam Syafi’i apabila mau membuka lembaran halaman kitabnya, maka akan dibukanya dengan perlahan, agar jangan sampai mengalihkan perhatian gurunya. Hal ini menggambarkan betapa Imam Syafi’i sangat menghormati guru plus ilmu yang sedang dipelajarinya.
Dalam tradisi pesantren di Nusantara, sikap hormat santri pada para ustadz dan kiai sangat tinggi. Bahkan, tak hanya pada para ustadz dan kiai, sampai pada hal-hal yang nampak kecil kalau itu berhubungan dengan ilmu, maka diajarkan agar para santri memuliakannya. Misalnya, para santri diajarkan agar tak mengambil pulpen dengan kaki, sebab pulpen dipakai untuk menulis ilmu.
Meluruskan Niat
Saya punya pengalaman saat berkunjung di Pesantren Al-Fatah Temboro. Di sana, setiap orang yang mau masuk area kawasan Pesantren harus menanggalkan alas kakinya (sandal maupun sepatu), sehingga memasuki kawasan Pesantren harus masuk tanpa alas kaki. Itu merupakan bagian dari sikap penghormatan mereka pada ilmu. Di mana, mereka memuliakan pesantren sebagai tempat mereka menuntut ilmu dengan tak diinjak menggunakan alas kaki yang sangat mungkin sudah kena kotoran dalam perjalanan.
Penuntut ilmu juga sepatutnya tak menyombongkan ilmu yang dimilikinya. Imam Tirmidzi meriwayatkan hadis: “Siapa yang menuntut ilmu dengan tujuan memamerkan kepandaiannya melalui diskusi dengan ulama, atau berdebat dengan orang-orang picik, dan mengundang kekaguman orang kepadanya, Allah akan memasukkannya ke neraka”.
Hadis itu mengingatkan agar senantiasa meluruskan niat menuntut ilmu hanya karena Allah swt. dan juga ilmu untuk amal tak hanya sekadar ilmu untuk ilmu.
Itulah 3 pesan Quraish Shihab bagi para milenialis yang sedang menuntut ilmu: perbaguslah akhlak, manfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar, dan jangan sombong. Moga-moga kita menjadi milenialis yang sukses dalam menuntut ilmu.
Comments