Cinta untuk Perempuan yang Tidak Sempurna adalah judul buku karya dari Najeela Shihab yang sudah saya idam-idamkan sejak lama. Hingga teman saya dengan baik hati membelikan buku tersebut sebagai hadiah kelulusan sarjana tahun lalu. Buku ini sangat menarik dan segera ingin cepat saya baca karena sebelumnya saya menonton talkshow review buku tersebut di Youtube milik mbak Ela, sapaan mbak Najeela Shihab.
Hingga buku ini sampai ke tangan saya, tanpa pikir panjang saya langsung baca untuk mengubur rasa penasaran terhadap isi buku tersebut. First impression saya terhadap buku ini adalah bahasanya kurang saya pahami, gaya penyampaiannya tidak berbeda jauh dengan adiknya mbak Ela, yaitu Najwa Shihab ketika membawakan Talkshow Mata Najwa.
Tentang Perempuan
Namun, saya mencoba memahaminya dengan santai, agar isi dari buku tersebut saya bisa tangkap. Keseluruhan isi buku tersebut tentang perempuan sebagaimana judulnya, mengangkat banyak isu perempuan yang sering kali menjadi masalah dan perbincangan yang ada di masyarakat.
Bagian awal, perempuan versus perempuan yang di mana sering kali menjadi musuh sesamanya. Menurut riset, perempuan sering kali menjatuhkan sesama perempuan yang bukan malah saling menguatkan. Soal pendidikan, relasi, pernikahan, bagaimana pola mengasuh anak, cara ber-make up, dan cara berpakaian. Tidak heran memang, sudah sedari kecil kita tanpa sadar dibiasakan melakukan perundungan.
Tidak hanya itu, persoalan serius lainnya adalah di mana perempuan sering kali menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja, kendaraan umum, jalan raya, pasar, dan tempat lainnya. Faktor penyebabnya pun beragam, karena si korban tidak berpakaian sopan, akibat dari jalan sendirian hingga alasan-alasan lain yang seolah-olah menyalahkan korban. Tak jarang faktor penyebab tersebut juga menjadi bahan cibiran oleh sesama perempuan tanpa kesadaran, hal ini membuat korban acap kali menyalahkan dirinya.
Bukankah sebagai sesama perempuan sudah seharusnya berempati? Memberi dukungan bahwa yang menyebabkan dirinya menjadi korban bukanlah karena kesalahannya. Menjadi pendengar yang baik atas kejadian yang dialaminya, membantunya membuat laporan kepada lembaga yang menangani kasus tersebut adalah bentuk dukungan yang bisa dilakukan oleh perempuan kepada sesama perempuan lain yang menjadi korban.
Hak yang Sama
Masalah lain yang tak kalah menjadi perhatian adalah relasi anak dan ibu yang kerap memiliki pandangan yang berbeda. Perbedaan usia, sang ibu yang sudah lebih lama menjalani hidup memonitor ruang gerak sang anak, hal ini dilakukan agar ia bisa menjalani hidup dari kacamata pengalamannya. Namun, ini akan sulit diterima sang anak, tentu ia punya pandangan yang berbeda.
Anak yang mengupayakan kebebasan merasa terpenjara oleh ibu yang yang kawatir saat melepaskan sebagian tanggungjawabnya. Ibu yang yang sangat memperhatikan reputasi dan kata orang, merasa terinvasi privasi dan harga dirinya ketika melihat sang anak yang dianggap berlebihan dibanding masanya.
Ini bukan soal anak yang durhaka kepada ibunya, juga bukan soal ibu yang mengatur hidup sang anak. Ini adalah sebuah krisis yang wajar, di mana anak dan ibu sama-sama punya ambisi membutuhkan validasi yang tidak menemukan solusi. Tidak adanya komunikasi adalah suatu masalah yang harus diperhatikan agar terbanguan relasi yang baik antara anak dan ibu.
Sebetulnya masih banyak hal yang ingin saya ceritakan mengenai kekaguman saya terhadap isi buku mbak Ela. Namun, jika saya ceritakan semakin panjang dan lebar, yang ada bukunya mbak Ela tidak laku dipasaran. Hehe.
Inti yang ingin saya garis bawahi adalah, bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, sudah saatnya banyak orang berpikir untuk membangun relasi yang baik dan saling menguatkan sesama perempuan tanpa memandang perbedaan apa pun. Komunikasi yang baik dan lancar adalah solusi agar bisa saling memahami dan menghargai perihal keputusan yang diambil oleh setiap perempuan.
Editor: Nirwansyah
Gambar: Tokopedia
Comments