Selamat hari Sumpah Pemuda, Milenialis!

Ngomong-ngomong soal Sumpah Pemuda, apa saja sih yang kita ketahui tentang hari yang selalu diperingati setiap tanggal 28 Oktober ini? Hm… gagasannya? Hasil kongresnya? Eh, tapi apa kita tahu siapa sih sebenarnya tokoh dibalik hari dimana kita wajib mengikuti upacara? Yuk, kita kulik tokoh yang satu ini.

Muhammad Tabrani atau Tabrani ini lahir di Pamekasan, Madura pada tanggal 10 Oktober 1904. Sejak kecil, Tabrani memang memiliki minat yang tinggi dalam bidang kepenulisan. Bahkan ketika Tabrani mengenyam pendidikan di Universitas Köln, Jerman. Tabrani yang kala itu kerap membantu berbagai surat kabar di Indonesia. Terlebih lagi masih jarang ada pemuda Indonesia yang belajar jurnalistik secara mendalam. Sekembalinya di Indonesia, Tabrani mulai fokus belajar di harian Hindia Baroe, hingga pada tahun 1925 Tabrani menjadi pimpinan redaksi bersama tokoh yang tidak kalah keren, Haji Agus Salim.

Awal kepemimpinannya di Hindia Baroe, Tabrani sudah menggebrak dunia jurnalistik Indonesia dengan salah satu tulisannya pada kolom Kepentingan. Tidak bisa dilupa, tanggal 10 Januari 1926, dimuatlah tulisan berjudul “Kasihan”. Pada tulisannya, Tabrani mengungkapkan kekhawatirannya tentang bagaimana orang-orang Indie (orang-orang daerah) yang lebih mengutamakan kesukuannya dibanding menggunakan bahasa Indonesia baik dipergaulan dan juga pertemuan penting. Konsep kebangsaan ini merupakan gagasan awal digunakannya nama bahasa Indonesia.

Kegelisahan Tabrani menggiringnya mengadakan Kongres Pemuda I pada tahun 1926 di Solo yang menghimpun pemuda-pemudi dari seluruh Indonesia dimana mereka merupakan wakil dari organisasi-organisasi daerah masing-masing. Seperti, Jong Java, Jong Celebes, dan Jong Betawi. Dalam Kongres Pemuda I, Tabrani berhasil menggabungkan organisasi-organisasi daerah dibawah satu payung organisasi bangsa yaitu Indonesia Moeda.
Kongres Pemuda I ini juga sempat alot loh, sempat ada bersitegang antara Mohammad Yamin dengan Tabrani. Mohammad Yamin yang berkeyakinan bahwa bahasa yang wajib ya memang bahasa Melayu bukan bahasa Indonesia.

Tabrani rupanya tidak mudah puas, dua tahun kemudian, ia kembali mengetuai Kongres Pemuda II di Jakarta masih dengan gagasan yang sama yaitu mengukuhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Perlu kita ketahui nih, pada masa itu, para pemuda lebih nyaman untuk berbahasa Belanda terutama ketika sedang mengadakan pertemuan bersifat politik.

Proses penjajahan bangsa oleh Belanda mau tidak mau memaksa para pemuda untuk menguasai bahasa Belanda, terlebih lagi mereka yang memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Tapi pokoknya tetap harus bahasa Indonesia!1!!!!11!! Kekeuh keinginan Tabrani dalam hati.

Untungnya ketika palu diketuk, Mohammad Yamin yang lunak hatinya membacakan Sumpah Pemuda dengan butir mengenai bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Senyum tersungging di bibir Tabrani, usahanya belum selesai sampai sini. Selain Sumpah Pemuda, Tabrani juga kembali menggagas Kongres Bahasa Indonesia (KBI) pertama di Solo pada tahun 1938. Hasil dari KBI sendiri adalah Institut Bahasa Indonesia yang didirikan oleh Sanusi Pane bersama dengan Tabrani.

Hasil perjuangan Tabrani dengan kecintaannya terhadap bangsa Indonesia bisa kita rasakan hingga saat ini. Coba bayangin deh, gimana kalau bahasa Indonesia bukan bahasa nasional kita? Indonesia punya 1.300 lebih suku yang tersebar di daerahnya, terus kita mau ngomong sama mereka dengan bahasa apa coba? Iya kan? Nah, terakhir ada pesan nih buat Milenialis dari Muhammad Tabrani:

“Bangsa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bangsa Indonesia itu! Bahasa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia itu!”

Penulis : Saraswati Nur D.

Ilustrator : Ni’mal Maula