Camilan yang butuh lebih banyak effort untuk dapat dinikmati padahal katanya cocok untuk waktu bersantai. Apalagi kalau bukan kuaci atau kwatji. Nah, siapa nih yang baru tahu kalau kuaci sebenarnya tidak hanya dibuat dari biji matahari saja, akan tetapi juga bisa dibuat dari biji semangka, biji labu, atau biji melon. Beberapa dari kita mungkin hanya mengenal biji matahari saja sebagai kuaci seperti saya hehe. Hal ini maklum karena tidak semua daerah memakan biji-bijian yang tidak umum dikonsumsi seperti benih bunga (biji matahari) atau biji buah. Selama ini saya hanya mengetahui kuaci dari jajan kemasan seperti merek Rebo, Fuzo, dan Naraya kuaci. 

Karena penasaran, saya sempat mencari cara membuat kuaci. Ternyata poin utamanya terletak pada bagaimana menghasilkan kuaci dengan kulit yang mudah dipecahkan dan bumbu yang menyerap sempurna. Sebenarnya saat ini sudah ada kuaci kupas siap makan. Akan tetapi sensasinya berbeda, seperti halnya saat kita menonton sepak bola dengan memakan kacang tanah yang harus dikupas dulu. Menonton sepak bola dengan kacang yang sudah terkupas dan tinggal makan tentu memiliki sensasi yang berbeda. Sensasi ini juga yang dimiliki kuaci.

Kuaci sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia melalui orang-orang Tionghoa. Golongan masyarakat rendahan di Tiongkok pada zaman dulu mengumpulkan biji semangka yang dibuang. Biji-biji yang dikumpulkan tersebut lalu dijual kepada pembuat kuaci. @azmiabubakar12 dalam twitnya  menjelaskan bahwa kuaci menjadi camilan yang digemari oleh semua kalangan berkat seorang kaisar. 

Konon, seorang kaisar Cina bernama Kian Long dari dinasti Manchu yang sangat merakyat pernah menyamar dan mencoba jajanan yang dikonsumsi masyarakatnya. Dia akhirnya membuat aturan agar semua orang dapat memakan jajanan yang diberi nama kwatji tersebut di seluruh istana. Peristiwa inilah yang membuat kuaci akhirnya menjadi makanan semua kalangan.

Melihat dari sejarahnya, kuaci bermula dari biji semangka, nah baru akhir-akhir ini kuaci lebih identik dengan bunga matahari. Tapi harus diingat ya guys, ternyata kulit kuaci bunga matahari itu tidak  boleh dimakan. Jangan karena memakan kuaci itu susah lantas memakan dengan kulitnya sekaligus. Bukan sensasi yang didapatkan tetapi malah penyakit. 

Kulit kuaci memiliki serat lignin yang tinggi serta mengandung selulosa yang tidak bisa dicerna oleh tubuh. Selulosa dapat menyebabkan berbagai macam efek samping tergantung seberapa banyak zat ini masuk ke dalam tubuh manusia. Maka dari itu, kalian sebaiknya tidak memakan kulit kuaci bunga matahari karena dapat menyebabkan penyumbatan di saluran usus. Kulit kuaci bunga matahari berbeda dengan kulit kacang tanah yang justru bermanfaat bagi tubuh.

Meski kecil, kuaci memiliki segudang manfaat diantaranya dapat membantu mencegah penyakit kanker karena memiliki kandungan selenium. Selain itu, kuaci juga baik untuk menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah melalui kandungan asam linoleat. Kuaci juga dapat menurunkan kadar gula darah dan melancarkan pencernaan. Menjadikan kuaci sebagai cemilan adalah keputusan yang tepat karena kuaci sama sekali tidak berefek pada penambahan berat badan, sebaliknya kuaci dapat menghilangkan stres bahkan meningkatkan kesehatan kulit. Katanya dapat menjaga kulit agar tetap awet muda, wih.

Di tahun 2020 lalu, sekitar bulan Maret sempat viral alat pengupas kuaci yang dijual di beberapa online shop. Harganya mulai dari Rp 100.000 rupiah ke atas dan ukurannya juga cukup kecil sehingga portable untuk dibawa kemana-mana. Tapi di tengah viralnya alat kupas kuaci tersebut, netizen banyak yang tidak setuju dengan hadirnya alat ini.  Menurut mereka terdapat sensasi tersendiri saat memakan kuaci, ya tentu saja seperti saat lidah terjepit atau hal lainnya yang kadang membuat kita kesal sendiri. Mungkin alasan sebenarnya karena harganya terlalu mahal untuk barang kecil hehe, bisa jadi. 

Tapi terlepas dari itu semua, kuaci telah bertahan sejak lama hingga saat ini berkat kelebihannya yakni “sensasi” mengupasnya. Saya sendiri setuju untuk terus melanjutkan tradisi kupas sebelum makan ini. Kenapa? Karena perlu usaha. Usaha inilah yang melambangkan bahwa hal yang didapatkan dengan usaha akan memberikan hasil yang memuaskan. Sehingga sebagai manusia kita tidak akan mudah menyia-nyiakan apa yang telah didapatkan melalui usaha tersebut.