Sudah beberapa pekan, pemerintah Indonesia menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang mengharuskan pembatasan kegiatan tertentu atau lebih dikenal kekarantinaan secara mandiri. Sehingga beberapa kegiatan harus ditunda atau diganti melalui daring dan mengharuskan orang-orang stay di rumah. Semua jadi serba online.

Bahkan, pemerintah mengimbau agar bekerja juga dari rumah. Beberapa mahasiswa terutama, melihat sisi lain dari PSBB ini, karena beberapa teman juga berpendapat bahwa PSBB ini merupakan kata ganti dari ‘Lockdown’, karena pemerintah tidak sanggup membiayai rakyatnya ketika melakukan ‘lockdown’. Tapi, entahlah.

Serba Online

Setelah karantina mandiri beberapa pekan bahkan beberapa bulan, terjadi ‘the new habit’. Sebuah kebiasaan baru yang terbentuk tanpa kita sadari. Bersama tagar #dirumahaja kita melakukan sesuatu serba online, kuliah online, tugas online, bahkan kerjapun harus online. Tapi sayangnya dia masih sama, online tapi pesan gak dibalas. Hehe…

Serba online dapat membuat stuck otak karena kurang inspirasi ataupun energi dari dunia luar, walaupun kita sering berkomunikasi dengan teman lewat online. Tetapi pada dasarnya kita tidak seluruhnya berkomunikasi, sebenarnya kita hanyalah memandang layar HP ataupun laptop, bukan memandang wajah sebenarnya teman kita.

Suara yang keluar pun sebenarnya dihasilkan oleh perangkat, hanya saja berasal dari teman kita. Sebenarnya kita pun hanya mengoceh dengan perangkat Hp/Laptop kita sendiri. Maka, energi yang diterima dari teman kita pun tak terasa, hanya terasa saat di dunia maya, tidak sampai ke dunia nyata, seperti keadaan hidup tapi rasanya mati. Sama halnya lagu D’Bagindas – Hidup Tapi Mati. Eh… Tetapi hal ini lebih baik, karena masih bisa berkomunikasi satu sama lain.

Hal ini juga dapat mengubah pandangan seseorang dari yang awalnya tidak wajar menjadi wajar-wajar saja. Contoh, seperti seseorang yang hanya berkegiatan di kamar seharian, sebelum tagar #dirumahaja muncul, hal tersebut tidak wajar untuk hidup manusia, karena pada dasarnya manusia itu makhluk sosial yang perlu orang lain walau hanya untuk diajak berbicara. Namun, semua berubah ketika negara api menyerang, dirumah sepanjang hari bahkan beberapa pekan menjadi hal yang wajar.

Introvert & Ekstrovert

Setiap manusia menyikapi fenomena ini dengan beragam. Seperti yang lebih dikenal dengan introvert dan ekstrovert. Introvert cenderung lebih tertutup dan tidak mudah bersosialisasi dengan orang yang baru dikenal.

Tetapi jangan kira orang yang introvert tidak peduli dengan lingkungan ataupun orang lain yah, justru ia lebih tau perasaan orang lain dan lebih peduli orang lain dibanding dirinya, hanya saja ia tak bisa mengekspresikannya. Kenapa penulis bisa menyatakan si introvert bisa peduli? Karena penulis mungkin juga termasuk golongan introvert, hehe…

Berbeda dengan si ekstrovert, yang sangat mudah beradaptasi di lingkungan baru dan sangat suka berkegiatan. Karena sikap optimisnya, Ia mudah dapat kepercayaan dari orang lain, bahkan mampu membuat orang lain merasa nyaman ketika berkomunikasi dengannya, maka tak heran bila ia sering menjadi tempat curhat. Hiya hiya…

Fenomena #dirumahaja membuat si introvert biasa saja menanggapinya, bahkan ia merasa sangat nyaman berada jauh dari keramaian untuk beberapa pekan, walaupun si introvert tetap membutuhkan interaksi dengan orang lain tetapi cuma butuh sesekali. Namun sangat berbeda dengan si ekstrovert, ia tetap saja melakukan kegiatan diluar rumah, entah itu menjadi relawan ataupun sejenisnya, walaupun bahaya wabah penyakit menghantui diluar sana. Karena baginya, berinteraksi dengan orang lain menjadi sumber kebahagiaan tersendiri dan bisa memberikan energi positif untuk diri sendiri. Memang sangat berbanding terbalik dengan si introvert.

Sisi Positif

Banyak sekali efek yang ditimbulkan oleh pandemi ini, yang paling terdampak pada sektor ekonomi. PSBB ataupun Lockdown yang dilakukan karena adanya wabah ini, menimbulkan ekonomi lumpuh. Namun, selalu ada dampak positif dibalik dampak negatif, walaupun kebanyakan efek negatifnya dibanding efek positifnya. Tetapi kembali lagi, lebih baik ada sisi positifnya dibanding tidak sama sekali.

Di balik musibah pasti terdapat hikmahnya, seperti yang dikatakan Alloh ta’ala pada Q.s Al-Insyirah ayat 6, yang artinya “sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Sungguh ada hikmah yang besar dibalik musibah ini, hanya saja beberapa dari kita yang paham ada sisi positif dibalik musibah ini.

Pertama, dengan karantina mandiri di rumah kita bisa membaca buku sepuasnya, maka walaupun jiwa kita terbelenggu di rumah pikiran kita diluar untuk mengetahui isi dunia. Seperti kata pepatah, “dengan membaca kita bisa mengetahui isi dunia”.

Kedua, kualitas udara membaik. Salah satu efek lockdown atau psbb yaitu berkurangnya kegiatan diluar rumah, juga berkurangnya polusi udara yang tiap hari menggerogoti lapisan ozon, sehingga perbaikan ozon ini bisa mengubah temperatur atmosfer, cuaca, serta tingkat hujan. Lapisan ozon berfungsi untuk melindungi warga bumi dari radiasi ultraviolet dari matahari.

Ketiga, kuantitas dan kualitas ibadah meningkat. Sebelum pandemi ini, banyak orang yang lalai akan ibadahnya, khususnya para remaja. Tetapi saat pandemi ini, banyak remaja yang berubah dan sadar untuk meningkatkan kuantitas ibadahnya, juga tak lupa kualitas kekhusuyukan pada saat menjalankan ibadahnya, membuatnya bertobat karena sadar bumi sudah tua dan banyak tanda – tanda kiamat yang muncul. Walllahu a’lam.