Mungkin membahas series Moon Knight sudah dirasa terlambat sekarang. Pasalnya, kemarin Rabu (8/6/2022) telah tayang series terbaru MCU, yakni Ms Marvel. Namun, tulisan ini tidak akan sepenuhnya membahas Moon Knight. Selain itu, tulisan ini juga bukan bentuk review terhadap series tersebut. Melalui tulisan ini, saya mencoba untuk mengulik sisi lain dari series Moon Knight yang (mungkin) related dengan fase kehidupan yang pernah/sedang/akan kita alami. Namun, terlebih dahulu akan saya paparkan sekilas tentang series MCU dengan bumbu nuansa Mesir ini.

Sedikit berbeda dari film dan series MCU lainnya, corak kekuatan Moon Knight bukan high technology atau kosmik, melainkan supranatural. Series ini dibintangi oleh Oscar Isaac, yang hebatnya ia mampu memerankan 3 kepribadian sekaligus. Ya! Peran yang dimainkan Oscar Isaac meliputi Marc Spector, Steven Grant, dan Jake Lockley (yah…..meskipun Jake Lockley hanya muncul di penghujung episode final, tetap saja ia diperankan oleh Oscar Isaac). Dalam series Moon Knight, Oscar Isaac benar-benar mampu memerankan tokoh yang memiliki banyak kepribadian di dalamnya, di mana masing-masing dari kepribadian tersebut memiliki aksen dan sifat yang tak sama.

Beberapa orang menyamakan Moon Knight dengan Batman. Padahal, sebenarnya keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Sebagai misal, meski Batman dan Moon Knight sama-sama kerap beraksi di malam hari, tetapi suit yang digunakan Moon Knight bukan hitam, melainkan putih. Hal tersebut bertujuan supaya para musuh Moon Knight dapat melihatnya dengan jelas di malam hari. Sementara itu, dalam menangani kejahatan, Batman memiliki sebuah morality, yakni enggan membunuh musuhnya. Berbanding terbalik dengan Moon Knight yang tak segan membunuh siapa saja yang dihadapinya. Memang benar, dalam series-nya kepribadian Marc Spector sempat dicegah oleh Layla untuk tidak membunuh Arthur Harrow. Namun, di penghujung episode akhir, kepribadian Jake Lockley lah yang mengeksekusinya.

Sependek yang saya lihat, series Moon Knight bukan semata tentang cerita seorang super hero. Series ini juga berfokus pada individu yang mengalami gangguan psikologis. Mulanya kita mungkin merasa biasa saja terhadap karakter yang diperankan oleh Oscar Isaac. Kita mungkin mengira bahwa karakter tersebut sekadar bingung dan lelah atas perebutan tubuh yang dilakukan oleh masing-masing kepribadian dalam dirinya. Namun, saat kita ditunjukkan masa kecil Marc Spector, kita pun tahu ternyata tokoh tersebut mengalami sebuah penderitaan yang berat. Penderitaan tersebut bahkan mampu menarik empati para penonton.

Bagi yang sudah menonton seluruh episode serial Moon Knight, tentu tahu bahwa ibu Marc Spector selalu menyalahkan anaknya tersebut atas kematian adik Marc Spector. Hal itu tak hanya berlangsung satu-dua bulan, melainkan bertahun-tahun. Perlakuan tersebut membuat Marc Spector menyangkal keberadaan ibunya. Ujung dari semua itu adalah tercipta kepribadian baru dalam diri Marc Spector, yakni Steven Grant. Berbeda dengan Marc Spector, kepribadian Steven Grant justru sangat menyayangi ibunya. Hal yang membuat terenyuh dari kepribadian Steven Grant ini adalah ia tak pernah tahu bahwa ibunya telah meninggal dunia. Ia hanya tahu bahwa ibunya selama ini tak pernah menjawab panggilan teleponnya. Kematian sang ibu hanya diketahui oleh kepribadian Marc Spector.

Apa yang dialami Marc Spector tampaknya juga banyak dialami oleh kita selaku anak muda, hanya saja kadarnya lebih ringan. Disadari atau tidak, kita kerap mengalami pertarungan diri. Contoh sederhana, di satu sisi kadang kita ingin segera menyelesaikan tugas, tapi pada praktiknya kita malah terus-terusan melakukan penundaan terhadapnya. Contoh kecil ini menjadikan jelas bahwa pihak yang mesti kita lawan adalah diri kita sendiri. Perlu dicatat bahwa pertarungan diri dalam konteks ini tak akan pernah berakhir sebelum usia kita habis. Kendati demikian, tak berarti kita harus selalu memenangkan pertarungan diri ini. Ada kalanya kita perlu mengistirahatkan diri dari pertarungan tiada akhir itu. Sebab, sebagai manusia kita diciptakan dalam keterbatasan.

Contoh lain dari pertarungan diri yang kita hadapi adalah saat kita menyesali perbuatan kita di masa lampau. Tak jarang tiba-tiba terlintas dalam pikiran kita perbuatan-perbuatan ‘bodoh dan memalukan’ yang pernah kita lakukan dahulu. Kita lalu berkata dalam hati, “Duh! Ngapain coba aku dulu berbuat seperti itu!?”. Beberapa dari kita mungkin pernah melakukan penolakan berkali-kali atas hal tersebut. Namun, tetap saja semua itu merupakan bagian dari diri kita. Lantas, apa yang bisa kita lakukan dari pertarungan diri dalam konteks ini?. Tampaknya tak ada jawaban lain selain ‘penerimaan diri’.

Jika direnungkan, rasanya kita memiliki beberapa ‘kepribadian’ dalam diri kita, seperti halnya Marc Spector. Alih-alih disebut ‘kepribadian’, mungkin akan lebih tepat bila disebut ‘perbedaan sikap’. Setiap dari kita sepertinya tak akan menjadi orang yang benar-benar sama ketika berada di tempat yang satu dengan yang lain. Dalam lingkup keluarga, mungkin kita adalah orang yang sedikit bicara. Saat bersama teman dekat, kita bisa saja menjadi orang yang paling keras bila tertawa. Ketika sendiri, tak menutup kemungkinan kita menjadi pribadi yang banyak merenung atau menangis. Yah, memang begitulah cara kita hidup dan beradaptasi. Kita selalu berupaya melakukan penyesuaian.

Series Moon Knight saya rasa juga mencoba mengajarkan pada penonton tentang urgensi penerimaan diri. Hal ini bisa kita lihat dari sebuah adegan di mana Steven Grant akhirnya tahu bahwa dirinya bukan kepribadian yang asli. Mulanya Steven Grant tak terima dengan fakta tersebut. Namun, selepas melihat seluruh masa lalu yang dialami Marc Spector, akhirnya Steven Grant pun mafhum dan menerima realita. Bahkan, Steven Grant juga lah yang menyadarkan Marc Spector agar menerima diri sendiri.

Kita pun semestinya seperti itu, mampu menerima diri sendiri. Namun, ini jangan sampai disalahpahami. Menerima diri sendiri itu bukan berarti kita berbuat seenaknya, tanpa tahu aturan, lalu memaksa orang lain menganggap benar pada apa yang kita lakukan. Tidak! Itu namanya tak tahu diri. Menerima diri itu adalah bentuk pengakuan kita bahwa kita memiliki kekurangan. Menerima diri itu berarti kita berhenti untuk menjadi orang lain dan berhenti mengejar kesempurnaan. Menerima diri itu artinya kita mulai berbenah dan belajar menjadi pribadi yang lebih baik dari hari kemarin.

Editor: Ciqa

Gambar: google