Situasi saat ini bagai angin ribut yang memporak-porandakan kita semua, termasuk kaum garap skripsi saat pandemi. Rencana yang sudah disusun rapi hingga akhir tahun harus dirombak ulang.
Adaptasi kebiasaan baru juga turut diterapkan dalam kegiatan favorit bagi semester tua. Mahasiswa yang sudah khatam dunia digital pasti tidak akan kesulitan menjalani skripsi secara online, kan. Tetapi, kenyataannya tidak semudah demikian ferguso.
Saya pun sedang turut mengubek-ubek hasil revisian dosen pembimbing tercinta yang tidak kunjung usai. Daripada pusing revisian, akhirnya saya memutuskan merenungi sejenak suka-duka yang dapat kita petik dari mahasiswa tua yang menjalani skripsi jalur online ini:
Bagian menyenangkannya.
Cuma modal kuota
Memang sudah tidak ada lagi kegiatan bolak-balik untuk fotocopy demi berlembar-lembar revisian yang harus dikonsulkan. Hanya ada kegiatan ber-spaneng ria di depan laptop sambil nikmatin indomie goreng pakai telor setengah mateng. Mahasiswa yang diliburkan semenjak pandemi hanya diperbolehkan melakukan konsultasi dan bimbingan online. Mudah bukan hanya modal kuota tidak harus keluar uang untuk print revisian?
Selain itu, sudah tidak ada kegiatan menunggu untuk bimbingan di depan ruangannya. Tidak ada lagi ketidakjelasan kabar datangnya dosen yang sering menjadi kendala dan begitu membosankan. Bosan itu pasti, tetapi mahasiswa bisa hemat waktu karena online kan? Tinggal kirim saja revisian ke email atau Whatsapp pribadi dosen dan taaraaaa~ tinggal tunggu saja balasannya.
Kurangi kertas, cintai lingkungan
Cinta lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas bisa mulai dilakukan semenjak pandemi. Lembaran konsultasi yang menghasilkan coretan penuh arti dan harus mencetak lagi di waktu konsultasi berikutnya sudah tidak dilakukan lagi. Menggarap skripsi saat pandemi dengan sistem daring memudahkan kita menggalakan paperless dan juga mengurangi tumpukan hasil revisian yang tidak dipakai di pojok kamar.
Waktu rebahan semakin panjang
Menjadi mahasiswa selama 7 semester seringkali membawa kita dalam suasana jenuh dan capek karena kurangnya waktu untuk istirahat. Pandemi yang mengharuskan kita di rumah saja membuat waktu untuk rebahan semakin panjang. Skripsi offline yang memiliki waktu konsultasi rutin setiap minggunya tidak lagi dilakukan untuk sekarang. Kaum rebahan bebas berleha-leha tanpa takut dikejar-kejar waktu bimbingan. Mau sambil ngemil, rebahan atau nge-game pun tetap bisa sebab skripsi saat pandemi memang agak lebih fleksibel. Asal jangan sampai keblinger tidak punya tenggat waktu ya.
Bagian dukanya.
Harus ganti penelitian dan susah cari referensi
Pandemi yang datang di pertengahan bulan Maret tahun ini, membuat mahasiswa tua yang telah memulai bab-bab awal harus menata ulang tempat penelitiannya. Tempat penelitian seperti sekolah atau instansi harus diubah dan bahkan ada yang mengganti metode penelitiannya. Aktivitas yang terbatas tidak memungkinkan untuk mahasiswa melakukan aktivitas penelitian secara langsung bersama banyak orang.
Beberapa tempat ikut ditutup demi mengurangi persebaran virus ini termasuk perpustakaan. Saya mengalami kesulitan mencari referensi melalui online dan harus memesan buku secara online demi mendapat referensi untuk tema penelitian yang saya angkat. Mau gimana lagi kalau mau meminjam buku di kampus saya harus memiliki ktp domisili sedangkan saya tidak punya. Semua pasti ada saja resikonya, perbanyak baca jurnal online saja sudah.
Terlalu lama menunggu
Meskipun dipermudah melalui jalur online, mahasiswa harus tetap diuji kesabarannya. Bukan lagi menunggu pintu ruangan dosen terbuka untuk bimbingan tetapi, menunggu ketidakpastian waktu dosen membalas email atau Whatsapp revisian kita. Ada yang harus menunggu 2 minggu atau bahkan berbulan-bulan hanya untuk mendapat kepastian apa yang perlu diperbaiki dari skripsinya. Tidak sedikit dosen saya ada yang kurang suka dihubungi mahasiswa secara online sehingga kesulitan bagi mahasiswanya untuk menghubungi terlebih dahulu. Sambil menunggu baiknya sambil baca referensi lagi deh biar kita makin mendalami penelitian yang diangkat.
Semakin tertekan dan waktu lulus yang diperpanjang
Di rumah saja dengan mengurangi intensitas keluar rumah membuat kita semakin tertekan. Awalnya liburan di rumah mengasyikan lama-lama jenuh juga terlebih lagi ada beban yang harus segera diselesaikan. Waktu lulus yang diidamkan 3,5 tahun juga harus diperpanjang lagi karena pandemi.
Tiada hari tanpa ditodong progress membuat mahasiswa akhir menjadi makin tertekan. Rebahan menjadi kunci dengan berleha-leha sejenak tanpa harus keluar rumah. Selain itu, pesan untuk keluarga agar memberikan support saja daripada tekanan setiap harinya.
Kita semua tidak tahu kapan berakhirnya pandemi ini, tidak ada yang tahu juga kapan berakhirnya skripsi jalur online ini. Suka-duka yang sedang dilalui oleh mahasiswa di semester akhir perlu juga kita syukuri. Karena sejatinya apapun jalurnya kalau kita terus berusaha, berdoa dan ikhtiar tidaklah sulit. Lawan rasa malas dan takutmu karena kita sama-sama hebat untuk melalui jalan ini. Dan untuk mahasiswa yang sedang sama-sama berjuang “ayo dikejar sampai akhir semester ini”.
Penulis : Meta Purwatiningsih
Penyunting : Hammam Izzuddin
Comments