Balas dendam itu biasanya berawal dari perselisihan. Perselisihan kerap diawali perbedaan. Sedangkan perbedaan adalah sesuatu yang tak bisa disangkal. Ia merupakan salah satu fitrah kehidupan. Sayangnya tak semua orang bisa menerima perbedaan.

Kadang kala ada orang yang dengan keras memaksakan kehendaknya, menyuapi egonya sendiri tanpa peduli dengan yang lain. Namun hal tersebut tak bisa seketika disalahkan. Sebab faktanya hidup rukun di tengah perbedaan itu bukan hal yang mudah.

Tak perlu jauh-jauh mencari bukti, di Indonesia sendiri sering terjadi konflik yang disebabkan oleh perbedaan. Misalnya konflik agama di Ambon (1999) serta konflik suku di Sampit (2001). Konflik-konflik tersebut menyisakan luka yang tak dangkal. Luka-luka tersebut kemudian menjadi benih kebencian yang nantinya berbuah pembalasan. Akhirnya pertumpahan darah kembali pecah, kebencian lahir lagi, begitu seterusnya.

Apakah Balas Dendam itu Dibenarkan?

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ…

“Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu…” (QS. Al-Nahl/16: 126)

Ayat di atas sangat jelas menerangkan bahwa balas dendam itu diperbolehkan. Namun ingat, batas balas dendam adalah kesetaraan. Bila melebihinya, maka itu tak dibenarkan. Tapi tunggu! Hal yang lebih penting lagi adalah membaca dan memahami ayat di atas secara lengkap. Kelanjutannya yakni.

وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ

“…Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang yang sabar”. (QS. Al-Nahl/16: 126)

Selesai membaca dan memahami ayat termaktub secara utuh, kita akan mendapat kesimpulan yang benar. Memang balas dendam itu diperbolehkan, tapi balas dendam itu tak pernah diperintahkan (secara wajib). Memaafkan selalu menjadi solusi terbaik dalam setiap permasalahan. Imam Hanafi menyatakan, “Salah dalam memaafkan akan selalu lebih baik daripada salah dalam menghakimi”. Disadari atau tidak, kita semua pasti setuju dengan pernyataan Imam Hanafi tersebut. Bagaimana bisa?.

Seorang filsuf Tiongkok yang bernama Meng Zi (372−289 SM) berasumsi bahwa manusia itu hakikatnya baik. Apa buktinya? Ketika kita melihat seseorang jatuh, pasti tebersit rasa ingin menolongnya. Walaupun kemudian yang kita lakukan akan berbeda-beda, setidaknya kehadiran rasa ingin menolong di awal tadi sudah cukup menjadi indikasi bahwa manusia itu sejatinya baik. Sama halnya dengan pernyataan Imam Hanafi di atas, kita pasti sepakat dengannya karena kita menyadari bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang baik.

Begitu juga dengan balas dendam, kita semua sepakat bahwa itu bukanlah hal yang baik. Sayangnya pemahaman kita tentang hal tersebut sering kali tak dibarengi aksi yang selaras dengannya. Oleh karena itulah, mari kita perbanyak porsi maaf kita! Karena dengan memaafkan, rantai kebencian bisa diputus dan lingkaran setan itu tak akan terbentuk.

Terakhir, kami hanya ingin menyampaikan pesan Ali ibn Abi Thalib yakni, “Balas dendam terbaik adalah menjadikan dirimu lebih baik”. Mengacu dari hal tersebut, mari jadikan kebencian sebagai fondasi untuk menjadikan diri kita lebih baik! Begitulah cara kita balas dendam, karena itu memang diperbolehkan.