Beberapa hari yang lalu saya membeli tiga buah buku di sebuah toko buku online. Ketiga buku ini terangkum dalam satu paket seharga 100 ribu rupiah. Lumayan murah jika dihitung-hitung. Dari ketiga buku itu, ada sebuah buku yang sejak dulu menjadi incaran saya. Buku itu berjudul “Tembok, Polanco, & Alien” karya Azhari Aiyub yang menceritakan perjalanan penulis selama beberapa saat tinggal di Meksiko. Ini adalah buku kedua karya Azhari yang saya baca.
Awalnya saya kenal Azhari melalui novel super tebal berjudul “Kura-kura Berjanggut.” Novel itu membawa saya berpetualang mengikuti semua seluk beluk peristiwa yang dilalui tokoh-tokoh di dalamnya. Novel itu berhasil menempatkan Azhari sebagai penulis favorit saya ketika sebelumnya saya tidak pernah punya. Yang saya gemari banyak, tapi favorit belum ada sampai akhirnya saya membaca Kura-kura Berjanggut.
Sama seperti Kura-kura berjanggut, saya berharap banyak dari buku Tembok, Polanco, & Alien ini dan ternyata ekspektasi saya tidak dikecewakan. Buku itu, walaupun non fiksi, terasa sangat mengalir. Sama seperti sebelumnya, karya Azhari ini juga berhasil menghisap saya masuk ke dalam setiap cerita di dalamnya.
Perjalanan Azhari Aiyub di Meksiko
Buku ini berisi catatan perjalanan Azhari selama beberapa saat tinggal di Meksiko, dan sebelumnya saya memang tertarik dengan negara-negara Amerika Latin terutama Kuba dan Meksiko. Mulai dari sulitnya orang Indonesia untuk bisa sampai ke Negeri Meksiko padahal sama-sama Negara dunia ketiga, saat dia tinggal di kawasan elit bernama Polanco, saat dia tersesat dan terjebak di metro, dan saat mengunjungi museum-museum di Meksiko City. Berbagai kejutan dan informasi baru saya temukan dalam buku ini. saya benar-benar seakan-akan bisa melihat jasad Pakal Agung sang Kaisar Maya abad ketujuh yang terbaring dengan mewah bertahta seluruh perhiasannya.
Keindahan mural Diego Rivera yang terlukis indah di museumnya serta lukisan istrinya, Frida Kahlo yang tertata dengan baik di Casa Azul bahasa Spanyol yang berarti Rumah Biru, julukan yang melekat pada museum Frida Kahlo. Setiap detail Azhari ceritakan. Bentuk bangun ruang, interior museum, benda apa saja yang dipajang dan juga tata letak dari barang-barang itu. Semua detail ini yang membuat fantasi saya seakan-akan berada tepat di samping Azhari kala itu. Namun kejutan belum selesai sampai disitu.
Istri Soekarno Orang Meksiko
Satu hal yang sangat mengejutkan saya di buku ini ada dalam halaman 75. Disitu Azhari Aiyub sedang memperhatikan Mural Diego Rivera yang menceritakan masyarakat Meksiko. Saat Azhari mencatat, Azhari disapa oleh seseorang yang bernama Arturo. Arturo menepuk pundak Azhari dan menyapanya dalam bahasa Spanyol. Azhari menjawabnya dalam bahasa Inggris. Arturo pun mengerti dan membalas dengan bahasa Inggris.
Arturo menebak bahwa Azhari bukan orang Amerika meskipun menjawab dengan bahasa Inggris. Tentu saja Azhari menjawab bukan. Arturo mengaku kurang suka orang Amerika karena mengunjungi museum dan melihat mural hanya untuk foto belaka tanpa memperhatikan apa makna yang tersirat dan mempelajari lebih dalam. Dia mengaku pernah memandu turis Jerman yang menghabiskan waktu hampir enam jam untuk melihat sebuah mural.
Arturo lalu bertanya Azhari berasal dari mana. Azhari menjawab dia dari Indonesia. Nah respon dari Arturo ini sangat mengejutkan saya –juga Azhari tentunya. “Indonesia! Soekarno dulu punya seorang istri Meksiko. Maria de Lourdes! Dia salah seorang biduan terbesar kami!” kata Arturo. Dalam hati Azhari berkata, demi Tuhan, Pemimpin Besar Revolusi kami meninggalkan jejak dimana-mana.
Sepanjang saya membaca buku dan mengikuti perkuliahan dulu di Prodi Sejarah, baru kali ini saya tahu Soekarno pernah memiliki istri orang Meksiko. Tentu saya penasaran akan sosok Maria yang dimaksud. Saya cari di mesin pencarian, siapa lagi kalau bukan mbah Google. Di Google muncul banyak tokoh perempuan bernama Maria de Lourdes. Tapi satu yang memungkinkan sebagai sosok yang dimaksud Arturo.
Dia bernama Maria de Lourdes Perez Lopez. Seorang penyanyi rancheras, bolores dan musik tradisional Meksiko lainnya. Di Meksiko sendiri dia dikenal sebagai “Duta Lagu Meksiko” dan “Suara Meksiko.” Cocok dengan yang disebut Arturo sebagai “salah satu Biduan terbesar kami!” tetapi dalam informasi yang dimuat di Wikipedia ini tidak menyebutkan bahwa Maria de Lourdes Perez Lopez ini adalah istri Soekarno.
.
Jujur saja saya sangat penasaran apakah perkataan Arturo itu benar. Tentang si Bung Besar dan wanita-wanitanya memang selalu menarik untuk ditelusuri. Yah semoga nanti ada sumber yang bisa menjelaskan ini semua.
Pada akhirnya, tulisan Azhari Aiyub selalu berhasil membawa saya bertualang. Semakin mengokohkan Bung Azhari sebagai penulis favorit saya. Tak sabar untuk membaca karyanya yang lain.
Comments