Bulan Ramadan merupakan momen umat Islam dunia dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah seorang hamba. Hal ini dapat dilihat dari ramainya orang yang berbondong bondong menghiasi masjid daerahnya. Masjid dihias dengan berbagai pernak pernik, seperti banner, Gapura Ramadan, dan lampu hias berbagai warna.

Tidak hanya berhenti disitu, umat Islam juga meramaikan masjid dengan kehadirannya dalam kegiatan spiritual keagamaan. Diantaranya adalah Salat subuh berjamaah kemudian dilanjutkan kajian pagi, kajian buka bersama dan sholat maghrib. Lalu bakda sholat isya berjamaah yang disambung dengan tarawih lalu tadarusan. Selain beberapa aktivitas di bulan Ramadan yang telah disebutkan. Momen membangunkan sahur bersama juga merupakan momen tahunan yang turut mewarnai serba serbi Ramadan.

Ragam Membangunkan Sahur

Ada banyak ragam cara yang dilakukan umat Islam khususnya umat Islam Indonesia dalam membangunkan warga sekitar daerahnya untuk bangun dan melaksanakan sahur. Beberapa contohnya yaitu, 1). berkeliling sambil membunyikan bedung, biasanya tradisi ini dikenal dengan istilah ngarak bedug. Adapun alat alat lain yang digunakan seperti genjring, genta dan rebana. 2). Membangunkan dengan membawa sound system dan berteriak “sahur… sahur…”.

Biasanya aktivitas ini juga disertai dengan alat alat lainnya yang dapat menghasilkan bunyi. 3). Keliling komplek sambil meneriakan “sahur… sahur…” dan menyalakan petasan dengan suara yang keras. Adapun yang terakhir ini biasanya dilakukan oleh bocil bocil daerah setempat. Selain ketiga contoh diatas, masih banyak lagi ragam tradisi membangunkan sahur yang semua Pada intinya adalah membunyikan bunyi bunyian agar umat Islam bangkit dan tergerak untuk sahur.

Sangkakala di Pondok Gontor

Berbicara tentang tradisi membangunkan sahur, ada salah satu pesantren di Indonesia dengan keunikan dalam membangunkan santrinya untuk sahur. Pesantren yang dimaksud adalah Pondok Modern Darussalam Gontor. Pesantren yang telah berdiri hampir satu abad ini ternyata memiliki ke-khas-an tersendiri dalam membangunkan santri di bulan Ramadan. 

“Terompet sangkakala” begitulah para santri menyebutnya. Hal ini dikarenakan cara pengurus Pesantren Gontor dalam membangunkan santri untuk sahur. Yaitu dengan cara membunyikan suara seperti terompet dengan volume yang sangat keras. Suara inilah yang kemudian disebut sebut santri sebagai terompet sangkakala. Untuk lebih jelasnya, suara terompet tersebut bisa dilihat di sini.

Belum diketahui apa filosofi sebenarnya dalam terompet sangkakala. Namun menurut Ali Erfan, salah satu ustadz di Pesantren Gontor. Ia berasumsi bahwa suara tersebut hanya berfungsi sebagai media untuk membangunkan santri. Adapun alasan pemilihan suara terompet sangkakala adalah biar lebih keras dan berbeda dari yang lainnya.

Cara membangunkan santri untuk sahur yang diyakini telah ada sejak tahun 80 an ini, ampuh digunakan untuk menyadarkan santri dari tidur. Kemudian menggerakkan kakinya ke dapur umum guna menyantap menu sahur.

Kapan Terompet Sangkakala

Suara terompet sangkakala yang beragam mulai dari jam tiga pagi ini ternyata tidak hanya membangunkan para santri. Namun guru guru bahkan warga sekitar pesantren. Menurut penuturan Haryo Tetuko, salah satu warga yang rumahnya berjarak kurang lebih tiga kilometer dari Pesantren Gontor.

Suara itu masih terdengar jelas. Bahkan lebih dari cukup untuk membangunkannya untuk sahur. “jarak omahku tekan gontor dua setengah kiloan lah, suara terompete kenceng banget krungu” – jarak rumahku sampai gontor sekitar dua setengah kilometer, suara terompetnya terdengar keras sekali. Ujar Haryo ketika ditanya perihal terompet sangkakala.

Maka dari itu, tidak heran jika para santri Pesantren Gontor menyebut suara ini sebagai “Terompet sangkakala”, yang mana menurut keyakinan para santri. Suara ini adalah pertanda masuknya waktu sahur, bukan pertanda kiamat.