Dibilang gemes, saya gemes. Pagi yang harusnya cerah ceria karena dapat jatah libur, mendadak ambyar. Ini berawal dari ketidaksengajaan saya menemukan sebuah tulisan di sebuah media online. Kali pertama baca judul artikel itu, perasaan saya sudah nggak enak. Persis seperti perasaan saat sedang berkendara trus lihat ada ijo-ijo di ujung jalan : Polisi lagi razia. Sialan. Beberapa kali kena razia ternyata sukses membuat saya trauma. Padahal sekarang, surat-surat saya sudah komplit. Tapi tetap saja, kalau ada razia polisi hawanya gimana gitu. Entahlah. Mungkin saya adalah penjahat di kehidupan sebelumnya.
Kembali soal artikel yang bikin amburadul suasana liburan saya. Saya merasa, artikel ini tidak asing. Saya seperti pernah membaca judulnya. Bukan di media yang sedang saya buka, tapi di media lain. Dimana, ya?
Beruntung, saat Tuhan membagikan otak, saya ada di barisan depan. Dengan segera saya langsung ingat dimana pernah membaca artikel itu. Dan ketika di kroscek, violllaa… Benar dugaan saya! Sebuah tindak kejahatan telah terjadi disini. Ada artikel yang sama, plek-ketiplek dari judul sampai akhir, dimuat di media yang berbeda. Yang satu bulan Oktober, satunya lagi bulan November.
Sebagai orang yang tulisannya pernah ditolak oleh media, saya mencoba berpikir, kok ada ya orang yang tega mengirim ulang tulisan yang notabene sudah pernah dimuat? Padahal jelas-jelas di syarat ketentuan disebutkan bahwa tulisan yang dikirim adalah tulisan yang belum pernah dimuat di media manapun. Duh.
Tapi lagi-lagi, seperti yang sudah saya sebutkan bahwa saya hadir saat Tuhan bagi-bagi otak, saya langsung menemukan jawaban atas pertanyaan saya, yaitu :
1. Butuh duit
Alasan pertama yang terlintas di pikiran saya adalah penulis sedang butuh duit. Orang yang sedang kepepet butuh duit emang ngeri, Gaes. Contohnya sudah banyak. Nggak usah jauh-jauh soal perampok yang tega bunuh korban demi ngerampas harta, deh. Contoh konkret lain di sekitar kita juga banyak. Bahkan mungkin kita sendiri pernah melakukannya : Nilep uang SPP, misalnya. Hayo, ngaku, siapa yang pas jaman sekolah dititipi uang SPP atau uang bayar LKS malah diputer dulu buat jajan? Hahaha…
Nah, kebutuhan akan duit ini lah yang mungkin jadi penyebab si penulis mengirimkan ulang tulisan dia. Bodo amat kalau tulisan itu sudah pernah dimuat sebelumnya! Yang penting cuan, cuan dan cuan.
2. Kekurangan Ide
Cari ide tulisan memang tidak semudah cari musuh. Kadang sudah nemu ide pun, belum jaminan bakal terealisasi jadi sebuah tulisan utuh. Baru separo jalan, eh…sudah mentok. Bingung mau nulis apa lagi. Akhirnya cuma di-save bareng dengan tulisan-tulisan lain yang bernasib serupa.
Berhubung tulisan yang baru-baru masih mentah, sedang hasrat ingin eksis tak terbendung, maka muncullah ide jahiliyah itu. Mengirimkan tulisan yang pernah dimuat ke media cyber yang lain.
3. Iseng-Iseng
Iseng juga bisa jadi alasan mengapa seseorang tega mengirim tulisan yang sama ke media yang berbeda. Keisengan ini bukannya tanpa perhitungan. Si penulis pasti orang yang cerdasnya kebablasen sehingga sadar bahwa tim kurator adalah manusia biasa yang nggak mungkin membaca semua artikel di semua media. Jadi iseng aja, gitu. Memanfaatkan kelengahan tim kurator. Dimuat syukur, nggak dimuat ya kirim ke media lain yang tim kuratornya lagi lelah. Jadi nggak bakalan sadar kalau tulisan yang dikirim adalah tulisan bekas.
4. Fans Berat Mahen
Nah ini. Saya curiga, orang yang mengirim kembali tulisan lama yang pernah dimuat ke media lain adalah fans berat Mahen. Bukan Mahen yang nyanyi ‘Barakallah’, itu sih Maher Zein! Mahen yang saya maksud adalah penyanyi pendatang baru yang singlenya berjudul Pura-pura lupa.
Saking ngefansnya sama Mahen, penulis sampai mengimani judul lagu Mahen di setiap aktivitasnya. Dia pura-pura lupa kalau tulisan yang dia kirim itu sudah pernah dimuat sebelumnya di media yang lain.
Biar aku yang pura-pura… Lupa…
Sayangnya, dari 4 alasan itu, alasan utama kenapa seseorang mengirimkan tulisan yang sama ke media yang berbeda justru belum saya ungkap. Alasannya yaitu: Penulisnya nggak bisa baca! Gila aja, ya. Sudah dijembreng syarat dan ketentuan pengiriman artikel masih trabas aja. Nggak bisa baca bilang, Buoss…!
Comments