Cinta beda agama memang ribet. Siapa yang nggak setuju dengan ini? Ayo maju sini. Namanya beda agama, apa-apa jadi ribet, runyam, dan sulit buat dipikirkan lebih jauh. Sebenarnya pusing sih mikir bagaimana ending kisah cintanya. Apakah akan berakhir bahagia, atau jusru mengenaskan.

Keyakinannya beda, Tuhannya sudah pasti beda juga. Kalau sudah begini angel wis angel. Tapi, nggak apa-apa selama cinta beda agama ini dijalani dengan sepenuh hati niscaya ada saja solusinya. Ya, kalau sudah tidak yakin sejak awal, jangan diteruskan. Ingat kata tukang parkir indomaret.

Cinta beda agama saja sudah berat. Jujur saya pernah terjebak dalam hubungan beda agama beberapa kali. Sudah tahu dong berakhir seperti apa. Yup, putus di tengah jalan pas lagi sayang-sayangnya. Saya dan keluarga sih tidak masalah ya kalau beda agama, jujur saja. Tapi, keluarga dia ini yang tentu saja sulit menerima. Ya, sudahlah lupakan.

Tapi namanya manusia, belum sakit hati masih belum kapok. Maka, teruslah dijalani sampai kedua belah pihak benar-benar sakit hati gara-gara terpaksa putus di tengah jalan. So sad, but true. Saya juga dulu begitu, padahal sudah tahu berbeda lha masih saja diteruskan. Eh, sekarang pun sama. Tapi untuk hubungan yang ini, saya mau optimis akan berjalan lebih baik.

Nah, kalau cinta beda agama ini bikin hubungan percintaan kian pelik, sama halnya dengan cinta sama agama, tapi beda aliran. Hayo lho, bagaimana coba itu. Iya, nggak salah baca kok. Cinta beda aliran dan lagi…saya pernah mengalaminya.

Cinta beda aliran ini nggak kalah rumitnya dengan cinta beda agama. Cinta beda aliran juga bisa menimbulkan perdebatan antara kedua belah pihak. Duh, coba bayangkan saja kalau agamanya sama, tapi cara ibadahnya berbeda. Belum lagi pandangannya juga berbeda.

Saya pernah mengalami ini. Dulu saya punya mantan pacar yang seagama dengan saya, tapi aliran kami berbeda. Cara ibadah kami berbeda. Saya dan dia sama-sama bingung, ya bagaimana tidak bingung, wong kalau ke tempat ibadah beda alirannya.

Anggap saja begini, agama saya alirannya cenderung “disko”. Tapi, agama dia alirannya cenderung “kalem”. Pertama kali kami beribadah, kami sama-sama sulit beradaptasi dengan tempat ibadah baru. Sesekali saya beribadah di tempatnya, begitu pula dengan dia. Bahkan, masalah ini memicu perdebatan di antara kami.

“Lho, kok cara ibadahmu gini ya, aku nggak cocok

“Di tempat ibadahku nggak begini deh doanya”

“Gerejamu kok berisik gini sih musiknya?”

Beberapa penggal kalimat yang masih terngiang-ngiang di kepala saya hingga detik saya menulis tulisan ini. Ironis memang. Seolah-olah beda aliran pun menjadi tembok pembatas cinta sama agama.

Jadilah ujaran seperti itu membuat kami sama-sama agak tersinggung dan bingung menanggapinya. Jujur, kalau sudah begini biasanya akan sampai pada pembahasan pandangan yang berbeda pula. Padahal kalau dipikir-pikir, Tuhan kami sama, iman kami sama. Tapi kenapa jadi serumit dan seribet ini ya.

Maka dari itu, ternyata cinta beda aliran masih sama saja ribetnya dengan cinta beda agama. Padahal saya rasa meskipun beda aliran, nggak perlu deh sampai diributkan. Tapi, kembali lagi pada pasangan soal cara dia menanggapinya, tidak semua sependapat dengan saya.

Cinta beda aliran ini nggak hanya terjadi di agama saya saja, tapi saya yakin juga di semua agama ada kok. Waktu menunaikan ibadah shalat saja bisa jadi perdebatan panjang dengan pasangan kalau beda jam, menit, dan detik pelaksanannya. Hadeh.

Jadi, ingatlah masih ada yang sama ribetnya dengan cinta beda agama. Apalagi kalau bukan masalah aliran. Memang sih dalam memulai suatu hubungan itu dibutuhkan keyakinan teguh untuk bisa melaluinya bersama-sama tanpa banyak perdebatan. Apalagi masalah kepercayaan yang cukup sensitif.

Editor: Ciqa

Gambar: Google.com