Bapak seorang abdi negara? Meskipun hanya memiliki pangkat yang tidak begitu tinggi. Sersan Mayor (SERMA) pangkat terakhir yang tertera mengiring nama pada nisannya. Bukan ajang untuk unjuk kebanggaan, saya rasa. Namun, Bella ingin menunjukan lebih dari itu.
Bagaimana didikan Bapaknya yang ia terapkan sampai saat ini. Kehidupan bersama bapaknya memang terbilang begitu singkat.
Saya merupakan anak dari seorang Abdi Negara. Sebelum gelar anak yatim dipercayakan pada saya semenjak kelas 1 (satu) Sekolah Dasar, dan adik saya masih TK nol kecil. Yaps, saya menerimanya dan saya percaya bahwa Tuhan dan bapak percaya bahwa saya dan adik mampu melewati ini semua tanpanya.
Sedari kecil saya diajarkan untuk tidak membenci takdir. Meskipun hidup pincang karena kurang sosok bapak yang memiliki peran mendorong kemajuan anak saat ibu dilanda keraguan. Saya ingat suatu kejadian semasa kecil yang akan saya pegang.
Saya akui sedari kecil saya terbilang ‘ngeyel’, masih belum sekolah tapi saya ingin sepeda roda dua yang ukurannya lumayan besar, untuk standar anak balita. Sempat terjadi percekcokan juga antara bapak dan ibu, perihal menuruti permintaan saya atau menundanya karena menurut ibu saya pasti belum bisa menaikinya.
Apa yang terjadi? Bapak menuruti keinginan saya, dan kekhawatiran ibuk sempat terjadi. Setelah dibelikan sepeda, sesampainya di rumah saya bingung bagaimana cara menaikinya. Karena sepedanya bukan standar bagi tubuh saya yang masih kecil.
Sepeda sudah sampai rumah, saya takut menaiki. Sudah tahu, apa reaksi saya? Menangis. Saya ingin tapi saya nggak bisa. Ibuk meredakan, dan bilang yaudah gapapa. Tapi, bapak saya pada awalnya memaksa saya untuk mencoba dan berlatihnya.
Meskipun pada awalnya, bapak terkesan marah tapi saya sadar bahwa itu hanya bentuk ketegasan bahwasanya tidak ada hal yang tidak bisa. Asal yakin dan punya tekad yang kuat,
Seperti, perihal cita-cita. Saya bersyukur memiliki orang tua yang bijak perihal cita-cita yang akan anaknya pilih. Saya anak no dua, dari tiga bersaudara cowok semua. Memang pada dasarnya, dua saudara saya sedari lahir sudah ‘diwanti-wanti’ untuk melanjutkan perjuangan bapak, kecuali saya.
Saya yakin, tanpa disuruh pun kakak dan juga adik pasti akan melanjutkannya. Segala hal baik dari cerita keluarga, tetangga, dan kolega mengenai bapak sungguh mengesankan.
Mengapa, ada saya yang dibebaskan memilih cita-cita apapun? Ntahlah, namun sedari kecil saya bilang ke bapak kalau saya pengen jadi guru. Dan bapak mendengarnya dengan bangga mendukung penuh. Sampai sekarang pun, cita-cita saya tidak berubah. Bahkan bertambah kuat dan ada beberapa impian yang ingin saya kembangkan.
Bella sewaktu TK yang masih ada bapakpun, pernah mengkhayal rasanya menjadi anak SMA di dekat tempat dinasnya Bapak, waktu itu di koramil nanti enak antar jemput bisa bareng Bapak. Kenyataan yang ia dapat, ia bisa lebih beruntung daripada bayangan TK, semasa SMA Bella keterima di SMA yang lebih favorite dari yang ia bayangkan. Dan ia tumbuh menjadi anak yang lebih mandiri.
Ibunda Bella pun tak kalah hebat. Ia seorang Wanita tangguh yang rela berjuang keras demi kenyamanan anak-anaknya, yups Bella dan Adiknya. Karena, kakak yang sudah tiada sebelum Bella merasakan peran sebagai adik enam tahun sebelum Bella lahir. Segala kebutuhan yang Bella dan Adiknya perlu, tidak pernah ada yang terlewat. Segalanya tercukupi berkat Ibunda yang rela mengorbankan keinginannya demi anak tercinta.
Ibuk pernah bilang, jika mengandalkan gaji Bapakmu tidak akan cukup untuk hidup. Namun, karena sedari Bapak masih ada, ibuk sudah memikirkan menabung demi masa depan anak tercintanya. Sadar bahwasanya, gaji tentara yang tidak seberapa, jika menuruti keinginan yang ditawarkan zaman sungguh tidak ada habisnya. Begitulah istri tentara diajarkan sama-sama berjuang. Ibuk bukan perempuan neko-neko yang memikirkan keinginannya sendiri. Ada juga prinsip yang Ibuk punya, jangan pernah membeli keinginan dengan pinjaman. Ini yang menjadikan Ibuk bebas.
Meskipun lebih lama memiliki karena memilih menabung terlebih dahulu daripada hutang. Namun, ini sangat efektif untuk hidup nyaman tanpa beban pikiran.
Selaras dengan cermin yang bapak refleksikan pada anaknya ialah, “Sederhanalah dalam berucap, menerima segala sesuatu secara (qana’ah), dan menggenggam erat kebenaran apapun yang terjadi. Ada juga hobi bapak yang menurun pada saya, menulis. Meskipun tidak tidak terucap langsung pada anaknya. Peninggalan Bapak berupa buku diary yang saya temukan semasa SMP mengucurkan kesegaran inspirasi.
Sekarang Bella dan adiknya sudah dewasa, ada begitu banyak impian yang ingin ia kejar. Ragu? Pasti, tapi dengan mengingat bahwa ada Bapak yang dari sana yakin bahwasanya anaknya pasti bisa.
Ada ibuk juga yang selalu mensupport segala keinginan anaknya asal sejalan dan tidak melenceng dari kebenaran. Ibuk Bella sekarang menjadi orang tua yang sangat bijak, mengajak anaknya berbicang mengenai segala rencana dan dicari jalan tengahnya. Ibuk Bella percaya bahwasanya kegigihan anaknya mampu melumpuhkan keraguan yang ia punya.
Comments