Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori ini mengajak kita untuk bernostalgia terhadap suatu drama dan tragedi kelam pada era Orde Baru.

Melalui novel ini penulis membawa isu kemanusiaan yang memaparkan perilaku kekejaman dan kebengisan yang dirasakan oleh sekelompok aktivis mahasiswa karena dianggap menjadi dalang dalam setiap aksi perlawanan terhadap pemerintah.

Melalui novel ini juga pembaca diajak untuk dapat merasakan posisi sebagai pihak aktivis yang dihilangkan secara paksa karena menyelesaikan visi dan tujuannya, serta juga diajak menjadi pihak keluarga yang ditinggalkan.

Demi menciptakan pendalaman emosional yang baik bagi pembaca, penulis melakukan wawancara secara langsung terhadap keluarga korban dan korban yang selamat dari tragedi penculikan aktivis tahun 1998.

Penulis mempersembahkan novel ini sebagai bentuk penghormatan bagi para aktivis yang diculik, baik yang kembali ataupun tak kembali, serta keluarga yang sampai sekarang masih menunggu jawaban dan berharap mereka akan kembali.

Tentang Biru Laut Wibisana

Kisah dan narasi yang terdapat dalam bagian pertama dari novel ini akan bercerita dari sudut pandang seorang aktivis korban penculikan, yaitu Biru Laut Wibisana.

Ketertarikan Laut dengan dunia sastra membawa ia untuk berkuliah di program studi Sastra Inggris tepatnya di UGM.

Laut sangat menggeluti dunia sastra, hal tersebut digambarkan dengan banyaknya buku sastra klasik yang dimilikinya, baik itu sastra bahasa Indonesia maupun sastra bahasa Inggris.

Selain itu, Laut juga sangat gemar membaca terutama berbagai karya kadangan Pramoedya Ananta Toer.

Namun sayangnya, pada masa itu peredarannya dilarang di Indonesia sehingga membuat Laut nekat untuk mencetak ulang karya Pram dengan cara memfotokopi secara diam-diam di salah satu tempat yang disebut sebagai fotokopi terlarang.

Di tempat ini lah Laut bertemu dengan Kasih Kinanti, salah satu mahasiswa aktivis yang mengenalkan dirinya dengan organisasi Winatra dan Wirasena.

Organisasi Winatra

Setelah bergabung dalam organisasi Winatra, Laut semakin menggiatkan aktivitas diskusi buku bersama teman-teman organisasinya.

Selain berdiskusi tentang buku, mereka juga membahas konsep yang hendak mereka lakukan untuk meruntuhkan ketidakadilan yang dilakukan oleh rezim pemerintahan kala itu.

Kemudian mereka mulai melakukan beberapa aksi atau gerakan untuk membela rakyat yang haknya telah diambil oleh pemerintah, berusaha mengubah tatanan pemerintahan Indonesia agar menjadi negara demokrasi yang tidak anti terhadap kritik, bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), sehingga mampu meyejahterakan seluruh rakyat.

Akan tetapi, rencana yang telah disusun matang-matang oleh Winatra yang semestinya dapat berjalan dengan baik dan lancer, justru terhambat karena dapat digagalkan dengan mudah oleh para aparat negara.

Laut dan teman-temannya pun tak tahu mengapa rencana-rencana mereka bisa sampai bocor kepada aparat negara. Mereka hanya menduga anggota Winatra ada yang melakukan penghianatan tapi tidak tahu siapa orangnya.

Aksi Tanam Jagung

Puncaknya terjadi pada bulan Maret 1998 tepatnya setelah Laut beserta rekan-rekannya melancarkan aksi tanam jagung di Blangguan.

Saat mereka sedang menunggu bis hendak kembali ke Yogya, tiba-tiba ada sekelompok orang mencurigakan yang mengintai mereka.

Hingga akhirnya, Laut, Bram, Alex dan aktivis yang lain ditangkap, disekap, dan diinterogasi oleh aparat negara di ruang bawah tanah.

Tidak hanya diinterogasi, mereka juga diperlakukan secara tidak manusiawi dan diksa secara brutal, seperti dipukuli, disiram dengan air es, disetrum, digantung dengan posisi kaki berada diatas dan kepala berada dibawah, serta penyikasaan lainnya yang sangat kejam dan sadis.

Beberapa aktivis ada yang dilepaskan untuk menghirup kembali udara segar, tapi beberapa yang lain hilang tanpa jejak hingga detik ini termasuk Laut.

Keluarga yang Ditinggalkan

Babak kedua dari novel ini berawal dari tahun 2000, disajikan melalui perspektif keluarga yang ditinggalkan, yaitu Asmara Jati, adik Laut.

Dua tahun sudah, Laut beserta teman-temannya menghilang tanpa kabar sehingga membuat keluarga yang ditinggal tidak sedikit pun mendapat kejelasan mengenai hilangnya sosok Laut.

Pada bagian ini pembaca diajak merasakan kesedihan, kehilangan, keputusasaan, dan ketidakpastian mereka yang ditinggalkan.

Asmara bersama keluarga korban yang belum ditemukan saling bahu membahu mendirikan semacam lembaga khusus yang menangani orang yang dihilangkan secara paksa layaknya Laut.

Lembaga itu didirikan dengan harapan agar Laut beserta rekan-rekannya yang hilang tidak habis dimakan waktu.

Meskipun banyak halangan yang mereka lalui dalam menuntut keadilan, akan tetapi tidak membuat mereka untuk berhenti berjuang menyikap kebenaran dan menuntut keadilan kepada pemerintah atas orang-orang yang mereka cintai.

Historical Fiction

Novel bergenre historical fiction ini mampu membuat hati setiap pembacanya tersayat dengan tragedi dan drama yang disuguhkan. Dengan membaca novel Laut Bercerita. akan membukakan mata hati pembaca mengenai kejamnya rezim Soeharto kala itu.

Melalui novel ini, penulis membuat pembaca merasakan kengerian akan teror yang dirasakan oleh para mahasiswa aktivis.

Novel yang diangkat dari kisah nyata ini menjadikan tokoh-tokoh yang ada didalamnya begitu nyata sehingga cerita yang disajikan sangat detail hingga membuat pembaca dapat benar-benar merasakan sakit yang mereka tanggung, entah itu sebagai pihak korban maupun pihak keluarga korban yang ditinggalkan.

Laut Bercerita sudah sepantasnya mendapat predikat sebagai novel genre historical fiction terbaik.

Meskipun cerita yang digunakan dalam novel ini menggunakan alur campuran yang dapat membuat pembaca yang belum terbiasa dengan alur tersebut bingung dan kesulitan, akan tetapi penulis membuat batasan-batasan untuk memisahkan antar bab.

Jadi, pembaca akan tetap bisa mengikuti alur cerita dengan baik, bahkan pembaca seakan dibuat penasaran untuk menyatukan kepingan-kepingan puzzle di setiap bab tersebut.

Biru Laut menjadi penggerak bagi seluruh masyarakat utamanya generasi muda untuk terus semangat dalam memperjuangkan kaum-kaum yang tertindas, melawan aksi-aksi yang hanya memihak satu golongan, dan mewujudkan negara yang demokrasi dimana mereka tak lagi menutup mata dan telinga akan kritik yang diberikan.

Laut merupakan mahasiswa yang rela berkorban dan mempertaruhkan apapun termasuk keselamatan dirinya dan meninggalkan keluarga yang dicintainya demi menyuarakan pendapat mereka yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut pemerintah.

#LombaResensiMilenialisid

Editor: Lail

Gambar: Google