Buruh adalah salah satu komponen penggerak roda ekonomi. Keberadaannya berperan dalam produktivitas pekerjaan. Tidak mungkin jika semua komponen ekonomi adalah “majikan” semua. Tidak mungkin pula jika buruh semua. Setiap aspek pasti memiliki penyeimbang. Sama halnya dengan kekayaan harta. Jika semua orang di dunia ini kaya semua, tidak akan ada ruang untuk ibadah bersedekah. Tidak ada ruang untuk beribadah zakat.

Buruh bukan sebuah pekerjaan yang hanya untuk disuruh-disuruh. Mereka bekerja dengan memperjuangkan kebahagiaan dirinya melalui upah yang diberikan oleh majikan. Dengan upah yang merupakan insentif dalam bekerja ini pula, majikan berharap dapat meningkatkan kesejahteraan para pekerjanya untuk bisa bekerja lebih giat lagi.

Tanggal 1 Mei yang lalu menjadi alarm bagi dunia untuk melihat eksistensi para buruh. Hal ini berangkat dari sejarah dunia pada abad ke-18 dan 19 bahwa terdapat fakta sejarah adanya eksploitasi pekerja oleh para majikan di Eropa Barat dan Amerika. Majikan memperlakukan pekerjanya secara tidak manusiawi dengan mempekerjakan selama 20 jam per hari dengan upah yang minim. Dilansir dari media republika, bahwa kemudian di Amerika telah berlangsung demontrasi yang diikuti lebih dari 400 ribu buruh pada tanggal 1 sampai 4 Maret 1886 yang merenggut ratusan nyawa disebabkan tembakan polisi. Kemudian pada bulan Juli 1889 Kongres Sosialis Dunia di Paris menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Sedunia.

 

Islam Menjaga Marwah Para Buruh

Sebagai sebuah agama yang komprehensif, Islam memandang buruh sebagai sebuah elemen penggerak ekonomi yang harus diperhatikan dan dijaga marwahnya. Konsep Islam mengenai upah yang diberikan kepada mereka sangat berbeda dengan konsep konvensional. Selain material, Islam mewajibkan para majikan untuk memberikan aspek moral. Norma kesopanan dan rasa kemanusiaan menjadi salah satu bagian dari moral yang harus dijaga. Termasuk ke dalam hal ini adalah memperhatikan aspek ukhrowi/akhirat.

Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad bersabda: “Siapa yang menjadi pekerja bagi kita, hendaklah ia mencarikan isteri untuknya bila belum memiliki isteri. Bial ia belum memiliki tempat tinggal, maka berilah tempat tinggal.” Hadis lain berkata : “ Siapa yang mengambil sikap selain itu, maka ia adalah pencuri yang keterlaluan.” (HR.Ahmad). Redaksi lain: “Bayarlah upah sebelum keringatnya kering.”.

Bagi umat Islam, Hari Buruh sepantasnya diperingati sebagai hari untuk berefleksi diri. Contoh sederhananya adalah meminta bantuan yang membutuhkan tenaga kepada teman kita, atau bantuan yang sampai menguras waktu dan pikiran teman kita. Sudahkah kita bersikap hormat dan apresiatif terhadap bantuan dari teman kita? Sudahkah kita mencerminkan sebagai seorang Muslim yang taat sesuai hadis Nabi?

Sebetulnya setiap hari adalah hari buruh. Sehingga meski terlambat, saya akan tetap mengucap. Selamat Hari Buruh Sedunia.