Apa yang terlintas di pikiranmu jika mendengar kata dewasa? Mungkin banyak orang beranggapan bahwa dewasa ketika semakin bertambahnya usia seseorang. Pernyataan tersebut benar menurut sebagian orang, tetapi menurut saya pribadi pernyataan tersebut kurang benar.  

Dewasa menurut saya sendiri adalah lebih bagaimana seseorang menyikapi atau menghadapi sesuatu masalah melalui berbagai macam perspektif dan bersikap objektif. Dewasa tidak harus orang yang sudah berumur namun anak muda pun bisa menjadi dewasa, semua itu tergantung kepada dirinya sendiri. 

Umur menjadi bukan tolak ukur kedewasaan

Banyak juga orang yang sudah berumur namun masih memiliki pikiran yang dangkal atau tidak dewasa. Menurut saya umur bukanlah tolak ukur untuk menjadi dewasa.

Banyak faktor yang menjadikan orang bisa memiliki pemikiran yang dewasa. Antara lain faktor kehilangan seseorang yang berarti dalam hidup seseorang. Dari rasa kehilangan tersebut bisa memunculkan seseorang berpikiran dewasa.

Kemudian, ada banyak faktor lain seperti dewasa karena lingkungan dan juga keadaan atau kondisi. Masing-masing orang memiliki proses pendewasaan yang berbeda-beda.

Di sini saya akan menceritakan sedikit kisah saya mengenai bagaimana proses dewasa karena keadaan. 

Proses pendewasaan

Awalnya, saya lahir di lingkungan yang kurang perlindungan, di lingkungan yang acuh tak acuh,dan di lingkungan yang kurang pendidikan. Dan lingkungan merupakan salah satu faktor penting dalam proses pendewasaan.

Proses saya tumbuh dan berkembang melalui banyak rintangan, dan keluarga pun turut serta di dalamnya, dimulai dari dibanding bandingkan, seperti yang banyak diketahui bahwa membandingkan merupakan salah satu peristiwa yang tak luput dalam dunia perkeluargaan, entah dibandingkan dengan teman sendiri, saudara, maupun tetangga. 

Rintangan selanjutnya adalah tidak punya teman, sekolah merupakan salah satu tempat untuk mendapatkan teman, mendapatkan ilmu dan mengenal dunia baru, tetapi tidak untuk saya, ketika di sekolah tidak ada yang mau berteman dengan saya karena perbuatan orang tua saya, saya yang masih duduk di bangku sekolah dasar tidak menyangka karena masa kecil saya tidak memiliki teman bermain. 

Hanya karena hal yang saya anggap sepele, banyak teman yang menjauhi saya, sebenarnya bukan dari teman saya, tetapi mengikuti pesan orang tua mereka, seperti contohnya “Jangan berteman dengan anak itu (saya), orang tua nya (saya) nakal, pasti anaknya (saya) juga nakal “ . 

Mengapa anak anak seperti saya sudah harus menanggung apa yang dilakukan orang tua saya jaman dahulu? Apakah semua sifat dan sikap orangtua selalu menurun ke anaknya?

Perlu di garisbawahi, bahwa perlakuan orang tua bukan faktor penentu sikap anaknya sama dengan orangtua nya, banyak yang mentreat anaknya sebaik mungkin tetapi anaknya main di belakang, ada juga yang orangtuanya luar biasa suksesnya tetapi anaknya suka membuat malu keluarga, 

misalnya orang tua berprofesi sebagai guru, belum tentu anaknya pintar di bidang akademis. Atau anak ustadz belum tentu sifat dan kelakuan seperti ustadz tersebut.

Saat saya  berumur 8 tahun , saya sudah mencuci pakaian sendiri dan menyetrikanya sendiri, bukan tanpa alasan, alasannya karena orang tua saya sering cekcok dan mengharuskan mereka untuk pisah rumah sejenak, disaat itu saya ikut dengan ayah, sehingga mau tidak mau, siap tidak siap, saya harus mandiri agar bisa sekolah,

apakah saya belajar sendiri? iya, saya awal masuk sekolah dasar pun berangkat sendiri tanpa diantar orang tua, jika ditanya apakah saya tidak iri dengan teman teman yang lain? sangat iya, tetapi saya percaya bahwa orangtua saya pun selalu bersama saya meskipun tidak dalam bentuk nyata. 

Lambat laun rasa iri itu pun berlalu, karena sudah menjadi kebiasaan. Lalu siapa yang mengambil rapor saya? saya mengambil sendiri. Karena orangtua saya sudah sibuk dengan kerjaan masing masing.

Rintangan yang lain seperti, saya pernah berjualan sendiri karena kakak saya sakit, tidak sekali dua kali, sehingga mengharuskan ibu saya datang ke perantauannya, saya memulai hari dengan belanja dipasar,memasak bumbu, mengurus adik ,dan juga mengerjakan tugas tugas sekolah saya. 

Yang intinya saya merangkap menjadi dua orang dalam satu raga,yaitu saya pribadi dan ibu saya. 

Singkat cerita, saya menyadari bahwa pengalaman masa lalu saya tidak seburuk yang dibayangkan, tidak ada saya sekarang, jika tidak ada saya yang dahulu. Sesuatu yang sudah dialami memang takdirnya, hidup ini singkat maka jangan membuatnya lebih singkat lagi dengan melakukan hal yang sia sia. 

Seperti yang terkandung dalam Surah Al – Baqarah : 286 tertulis bahwa  “ Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya “. 

Jalani saja hidup ini, tidak masalah jika menjalaninya dengan penuh air mata dan maupun riang gembira, bahwa sejatinya senang dan susah selalu berdampingan. 

Jika dengan menangis membuat dirimu lebih baik, menangislah. Menangis tidak membuat dirimu terlihat lemah kok. Kalau lelah lari, ya jalan, lelah jalan, istirahat sebentar, tetapi jangan menyerah, percayalah amanat tidak akan salah memilih pundak.

Editor: Nawa

Gambar: Google.com