Salah satu ketakutan dalam hidup yang mungkin dialami oleh beberapa orang adalah menjadi tidak menarik. Tidak menarik ini tentu spektrumnya luas sekali. Bisa tidak menarik dalam hal penampilan (wajah seram, misalnya), pembicaraan, atau pola pikir.
Penyebabnya pun juga bermacam-macam, ada yang karena memang tabiatnya begitu, ada juga yang karena faktor di luar dirinya. Akan tetapi, hal tersebut tidak akan dibahas, karena agar sesuai dengan judul, yaitu tidak menarik secara penampilan.
Wajah Seram
Salah satu wujud ketidakmenarikan secara penampilan adalah mempunyai wajah atau tampang yang seram. Apalagi kalau hal ini menimpa anak-anak muda, masih usia 20-an, sedikit-banyak pasti akan menjadi masalah, dan biasanya terkait kepercayaan diri. Pengertian wajah seram ini tidak berarti wajah kita seperti monster atau bagaimana, ya. Wajah seram itu bisa diartikan sebagai wajah yang boros (terlihat tua padahal secara usia masih muda), atau garis wajah yang memang terkesan seram atau galak.
Siapa pun yang mempunyai wajah seram, pasti akan diasosiasikan dengan hal-hal yang kurang menyenangkan. Entah itu dianggap sebagai orang jahat, dianggap preman, bahkan sampai ditakuti oleh orang-orang, terutama anak-anak. Orang tersebut juga tidak bisa berbuat banyak, lha wong biasanya wajah seram ini juga bawaan lahir. Ya, masak mau protes sama yang membuat, kan tidak etis. Opsi operasi plastik pun juga tidak mungkin, karena selain dilarang agama, biayanya juga mahal, dan ngapain juga, kan?
Inilah satu permasalahan yang sedang saya alami saat ini, di mana saya adalah salah satu orang yang mempunyai wajah seram. Secara garis wajah, saya sebenarnya seperti orang Jawa pada umumnya, yang mempunyai garis wajah halus dan tidak tegas. Warna kulit juga tidak terlalu gelap, meskipun tidak bisa dikatakan terang juga. Hanya saja postur saya yang tinggi besar dan rambut gondrong yang membuat wajah (dan seluruh tubuh saya) dianggap seram.
Dilematis
Tidak jarang saya dianggap preman oleh orang lain, bahkan oleh orang yang baru saya kenal. Tentu definisi preman ini adalah preman sekadar jagoan, atau bos tongkrongan, bukan preman yang suka minta uang atau mengacau. Sisi positifnya, tidak ada orang yang berani macam-macam dengan saya, maksudnya orang akan sedikit segan dengan saya, apalagi kalau yang baru kenal. Kalau yang sudah lama kenal, ya pasti tahu lah kalau saya itu sebenarnya rapuh dan penakut.
Namun, sisi negatifnya adalah saya jadi susah untuk akrab dengan orang lain. Saya ini berusaha seakrab dan se-egaliter mungkin,. Namun, karena wujud saya yang seperti ini, orang lain akhirnya menjadi segan, bahkan sampai menjaga jarak dengan saya. Seperti terlalu banyak sekat di depan saya, padahal saya sudah berusaha akrab, berusaha merendah, berusaha memasang wajah yang bersahabat, tapi kok ya tidak banyak pengaruhnya.
Situasi yang paling parah adalah ketika berhadapan dengan anak kecil. FYI, saya ini suka sekali dengan anak kecil. Saya bahkan sangat senang ketika sekarang saya punya cukup banyak keponakan kecil. Namun, semua itu terhalang oleh tampang seram saya. Beberapa keponakan saya, hampir dipastikan akan menangis ketakutan kalau melihat saya. Apalagi kalau keponakan yang jarang ketemu. Kalau yang sering ketemu, ya sudah biasa, itu pun paling cuma dua atau tiga anak saja.
Ya bagaimana tidak takut, lha wong dihadapannya ada manusia setinggi 180 cm, dengan berat 80 kg, dan rambut gondrong sedada. Pasti anak kecil itu mengiranya saya monster atau genderuwo yang menakutkan. Bahkan, beberapa keponakan saya yang sudah “tidak takut” lagi dengan saya, masih memberikan syarat bahwa saya harus mengikat rambut supaya mereka tidak takut. Akan tetapi, ya kadang rambut sudah saya ikat, masih saja ada yang takut. Sungguh sangat dilematis hidup saya ini.
***
Pada akhirnya saya jadi berpikir, apa penyebab tampang seram yang saya miliki. Mungkin saja rambut gondrong, mungkin saja postur tubuh saya. Namun, saya juga masih belum mungkin memotong rambut saya, karena saya masih cinta dengan rambut gondrong ini. Saya juga tidak mungkin mengubah postur tubuh, karena selain keturunannya begini (bapak saya tinggi besar), tubuh saya ini juga sudah mentok alias tidak bisa diapa-apakan lagi. Stagnan!
Mungkin saya sudah ditakdirkan seperti ini, dan saya harus berdamai dengan kondisi ini. Meskipun dilematis, lebih baik diterima saja, toh kalau dilawan juga capek sendiri. Tidak apa-apa lah mempunyai wajah seram, yang penting hatinya baik. Hah, memangnya baik?
Editor: Nirwansyah
Ilustrasi: Pngtree
Comments