Ada yang sukses cuma lulusan SD, SMP, SMA atau bahkan tidak pernah menginjak bangku sekolah. Ada yang sukses harus belajar lagi, bergelar S1, S2, hingga S3 (Doktor), baru mendapat pekerjaan yang bagus, punya bisnis yang berkembang serta di hormati banyak orang. Akan tetapi, ada juga yang sudah punya gelar, cuma jadi ini-itu yang di pandang rendah oleh sebagian masyarakat.

Banyak jalan dan cara, butuh waktu, dan meyakini bahwa tidak semua orang sama perihal proses yang di lalui untuk mencapai kesuksesan di masa depan. Namun. jangan sampai ada mindsetGa usah sekolah, nanti kayak si anu. Gelar sarjana kok cuma jadi ini-itu“. Inilah mindset yang berkembang di sebagian masyarakat dan kita seolah terdoktrin dengan stigma tersebut.

Doktor Toer

Lalu, apa salah jika lulusan sarjana di perguruan tinggi hanya berprofesi yang rendah di mata sebagian masyarakat, misalnya pemulung sampah? Apa jadinya jika Doktor lulusan universitas di Moskow, Uni Soviet (sekarang Rusia), namun menjadi pemulung? Orang tersebut ialah Soesilo Toer, Ph.D., M.Sc.

Soesilo Ananta Toer atau lebih dikenal Soesilo Toer adalah adik kandung dari Pramoedya Ananta Toer, sang maestro sastra Indonesia. Soesilo Toer menyandang gelar Master jebolan University Patrice Lamumba dan Doktor di bidang Politik dan Ekonomi dari Institute Perekonomian Rakyat Plekhanov Rusia. Doktor lulusan Rusia ini juga menguasai bahasa Inggris, Jerman, dan Rusia dengan baik.

Pak Toer, panggilan akrabnya, doktor lulusan Rusia yang kini menjadi pemulung di daerah Blora sambil terus menggencarkan semangat literasi dengan perpustakaan sederhananya. Beliau tidak pernah malu dengan apa yang di kerjakannya, bahkan ia sangat mencintai dan bangga menjadi pemulung. Karena, ia telah menemukan kenikmatan dalam memulung. Saking nikmatnya, beliau suka menghitung plastik yang ia dapat setelah memulung semalam, begitu jawaban atas pertanyaan mengapa ia memulung yang dituturkannya dalam “Buka Talks” bersama e-commerce Bukalapak.

Miskin?

Dari sisi ekonomis mungkin, Soesilo Toer bisa di golongkan masyarakat miskin. Tapi, beliau selalu menampik orang-orang yang selalu mengatakan dirinya miskin. “Saya memang miskin harta, tapi saya kaya pengalaman,” jawabnya saat di singgung oleh Dedy Corbuzier dalam acara Hitam Putih Trans7, “Dokter kol miskin?”.

Dari kehidupan Doktor Soesilo Ananta Toer, banyak point yang bisa di ambil khususnya untuk generasi muda. Pertama, pendidikan bukan selalu menjadi jalan untuk menjadi Doktor, pengacara, guru, dan profesi impian lainnya. Pendidikan adalah proses untuk menambah ilmu pengetahuan, menciptakan pribadi yang baik dan bermanfaat.

Kedua, pahlawan kebersihan. Setiap malam beliau memulung sampah yang di anggap semua orang tidak berguna. Beliau memungutnya di depan supermarket yang berserakan, di jalan-jalan raya, di tong sampah yang sudah dianggap kotor oleh kebanyakan orang. Hal ini menamkan peduli lingkungan bagaimana beliau memilah-milah sampah dari berbagai jenis, dari plastik, botol, kertas, dan barang-barang berharga yang di buang oleh pemiliknya.

Ketiga, semangat literasi di mana Pak Toer membangun perpustkaan PATABA yang merupakan kepanjangan dari Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa. Perpustkaan yang dibangunnya adalah kumpulan buku-buku dari berbagai bahasa yang merupakan koleksi pribadinya. Dengan moto “Indonesia membangun melalui Indonesia membaca menuju Indonesia menulis”. Hal tersebut menjadi harapan untuk generasi muda Indonesia agar semangat dalam membangun literasi.

Keempat, mencintai pekerjaan. Seperti halnya pak Toer, walaupun ia adalah seorang pemulung, namun ia menemukan kenikmatan ketika memulung sampah saat malam hari. Pak Toer sering menyebutnya operasi rektor yang merupakan singkatan dari ‘operasi korek-korek barang kotor’. Ia tak pernah malu dengan pekerjaan yang dilakoninya, di samping ia menyandang titel doktor yang mungkin bagi sebagian orang dipandang tidak layak menyandang profesi tersebut.

Keempat nilai positif dari pak Toer ini bisa memotivasi generasi muda agar tidak malu untuk mengeksplor diri dan membangun literasi dalam keadaan apapun. Mari wujudkan Indonesia membangun melalui Indonesia membaca menuju Indonesia menulis.