Jangan lupa cek grup WhatsApp kantor!

Zaman sekarang, sulit dimungkiri bahwa keberadaan teknologi dan/atau aplikasi dengan segala fiturnya, sangat memberi kemudahan bagi para penggunanya. Tak terkecuali di ruang lingkup pekerjaan.

Salah satu aplikasi yang sangat familiar dan sudah banyak digunakan oleh para karyawan adalah WhatsApp.

Betapa tidak. Dengan segala fitur yang tersedia, WhatsApp terbilang sangat mumpuni menawarkan kemudahan dalam berkomunikasi di era disrupsi seperti sekarang ini.

Selama ada kuota dan jaringan internet yang paripurna, WhatsApp akan menjadi opsi utama dalam berinteraksi dengan para rekan kerja satu sama lain. Baik secara audio, maupun audio-visual.

Kendati demikian, ada efek laten yang tergolong menyebalkan dalam menggunakan WhatsApp di ruang lingkup pekerjaan: sedikit-sedikit bikin grup. Ada acara apa pun di kantor langsung dibuat grup. Termasuk saat ada projek baru. Ada juga grup WhatsApp yang dibuat per-divisi dengan segala pembahasannya.

Belum lagi, grup WhatsApp yang sengaja dibuat tanpa mengikutsertakan bos, agar bisa ghibah sesuka hati tanpa diceramahi. Eh?

Jujur saja, keberadaan banyak grup WhatsApp di kantor memang sangat, sangat, sangat menyebalkan. Lha, gimana. Sering kali, orang yang tergabung dalam grup itu-itu juga. Sama saja. Kalaupun ada penambahan atau pengurangan, paling-paling tidak lebih dari lima orang.

Lantas, buat apa sih bikin grup WhatsApp banyak-banyak di kantor?

Sudah dibuat, eh, nggak tahunya seisi grup pasif semua. Kalaupun ada yang aktif, paling-paling hanya share kata-kata mutiara pemberi semangat tiap pagi.

Jika sudah kadung seperti itu, mau keluar dari grup WhatsApp jadi serba salah. Khawatir jadi bahan perbincangan.

Namun, di lain waktu dan tanpa diduga-duga, grup WhatsApp kantor justru bisa sangat aktif, ramai, juga dijadikan sebagai pusat pertukaran informasi yang fleksibel sekaligus efisien dalam prosesnya.

Disadari atau tidak, sebetulnya grup WhatsApp kantor memiliki dua sisi yang cukup kontras. Di satu sisi sangat nyaman dijadikan sebagai alat untuk berkoordinasi antar-karyawan, antar-divisi, bahkan dengan para petinggi. Di sisi yang lain, nggak jarang membikin para karyawan ketar-ketir dengan segala informasi yang serba dadakan dan di luar dugaan—bahkan, boleh jadi di luar batas kemampuan karyawan.

Misalnya saja, ada satu projek yang baru saja didiskusikan pada sore hari dan di luar jam kerja, tapi, mau nggak mau, suka atau tidak, harus diselesaikan besok pagi. Deadline-nya betul-betul ketat.

Jika sudah seperti itu, mau gimana coba?

Mau segera mengerjakan, tapi sudah pulang dan semua data ada di kantor. Mau balik lagi ke kantor, tapi nggak mungkin dan sudah di luar jam kerja. Mau ditunda dan pasrah pun nggak bisa. Betul-betul serba salah.

Hal tersebut akan menghasilkan dua tipe karyawan. Pertama, selalu menyalakan notifikasi agar bisa segera mengetahui informasi dan/atau koordinasi apa pun. Kedua, mute grup WhatsApp selama-lamanya, kemudian hanya aktif merespons pada hari dan jam kerja saja.

Bagi saya, hal tersebut bukan lagi soal benar atau salah. Tipe keduanya punya hak yang sama untuk menentukan, selama segala sesuatunya bisa dipertanggungjawabkan, tentunya.

Tentu saja boleh untuk selalu menyalakan notifikasi agar bisa mengetahui informasi terkini melalui grup WhatsApp terkait kantor. Namun, jangan lupa juga bahwa, kalian perlu beristirahat tanpa perlu fokus melulu ke hape, dong.

Bagi kalian yang mute grup WhatsApp kantor, nggak ada salahnya sesekali cek isi percakapan di grup. Barangkali ada koordinasi penting yang harus segera dikerjakan dalam kurun waktu tertentu. Jangan sampai malah ditegur bos atau rekan satu kantor dengan kalimat, “Makanya, kalau sudah join di grup WhatsApp, dicek secara berkala, dong. Kan sudah diinfokan di grup.”

Boleh jadi, keberadaan grup WhatsApp kantor memang menyebalkan. Hanya saja, jika kalian memutuskan untuk keluar tanpa rasa berdosa, rasanya bukan menjadi pilihan yang bijak. Apalagi karena alasan grup tidak aktif atau terlalu ramai sehingga menyebabkan notifikasi menumpuk dan bising.

Sebagai win-win solution atau jalan tengah, dibanding risih dan sangat ingin keluar dari grup WhatsApp kantor, saya sangat menyarankan untuk mute semua grup tersebut, tapi tetap lakukan pengecekan secara berkala terkait isi pesan, informasi, juga segala koordinasi yang diberikan. Untuk meminimalisir huru-hara yang mungkin saja terjadi di waktu mendatang.

Selain itu, boleh juga dicoba untuk tidak mengaktifkan hape atau merespons pesan singkat dengan berbagai keperluannya di luar jam kerja. Perlu diingat, hal ini punya konsekuensi jika informasi bersifat sangat urgen. Itu kenapa, siapkan argumen terbaik agar tidak disalahkan begitu saja.

Sebab, mau bagaimana pun, di ruang lingkup perkantoran, apa saja bisa terjadi. Hal kecil bisa dibesar-besarkan. Sesuatu yang besar malah diabaikan. Tugas kita adalah, menghadapi segala kemungkinan dengan sebaik-baiknya dan secara profesional.

Editor : Hiz