Bentar, disclaimer dulu, ga semua orang yang nulis tentang patah hati itu harus patah hati, ya. Walaupun kebanyakan emang kaya gitu. Tapi serius, saya nulis ini emang lagi pengen aja nulis. Langsung aja, kita masuk alur ceritanya.
Mari kita mulai semua ini dengan satu kata, ekspektasi. Ngomongin soal ekspektasi, kita semua pasti udah paham, apa itu ekspektasi? Yap, ekspektasi sering kita artikan sebagai harapan atau keyakinan yang kita harap terwujud suatu saat nanti. Saya yakin, banyak dari kawan-kawan milenial yang sudah bergelut dengan ekspektasi. Entah itu berakhir manis atau berujung tangis.
Ekspektasi emang sering bikin kita dilema. Kalau ekspektasinya terwujud, kita bakal seneng. Kalau ga terwujud, udah jelas, kecewa. Pake banget. Tapi itulah manusia, kadang suka ga fair dalam hidup. Maunya enak aja, giliran dapet proses yang ga enak dikit, ngeluhnya minta ampun.
Terus apa hubungannya ekspektasi, komedi, dan patah hati?
Jadi gini, akhir-akhir ini saya sedang dekat sama dua hal. Pertama, kesenian yang lagi hype. Betul, stand up comedy. Mimpi lama saya yang akhirnya baru bisa terealisasi. Kedua, saya lagi patah hati, hahaha. Nggak Perlu diceritain gimana patah hatinya, yang pasti saya sedang akrab sama #asmarakacau di berbagai platform media.
Oke, mari kita bedah bersama-sama tentang ekspektasi, komedi, dan patah hati.
Komedi, apa itu komedi? Menurut KBBI, komedi adalah sandiwara ringan yang penuh dengan kelucuan meskipun kadang-kadang kelucuan itu bersifat menyindir dan berakhir dengan bahagia. Raditya Dika, salah satu penggagas standup comedy di Indonesia, mendefinisikan komedi sebagai tragedi yang diberi waktu, sehingga ketika tragedi itu diceritakan ulang, bisa menimbulkan kelucuan. Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa komedi adalah hal yang mengandung tragedi (kejadian yang pernah atau sedang terjadi) yang ketika diceritakan dalam waktu yang tepat akan menimbulkan tawa atau kelucuan.
Lah, mana hubungannya sama ekspektasi?
Begini, kelucuan-kelucuan yang tercipta saat seseorang berkomedi itu disebabkan banyak hal. Salah satunya adalah mematahkan ekspektasi penonton. Dalam artikel ilmiah yang ditulis oleh Didiek Rahmanadji yang berjudul “SEJARAH, TEORI, JENIS, DAN FUNGSI HUMOR”, disebutkan bahwa kelucuan dapat tercipta ketika harapan atau ekspektasi seseorang dikacaukan, dipatahkan, atau dibawa ke situasi yang sangat jauh berbeda dari yang diduga. Perbedaan ekspektasi dari kedua pihak – penonton dan penampil – tersebut yang membuat tawa-tawa itu muncul. Dalam komedi, kita justru tertawa lepas ketika ekspektasi kita patah. Tak ada rasa sedih, sesal, atau tangis. Justru yang muncul adalah tawa, rasa lega, dan bahagia setelah ekspektasi yang dibangun itu runtuh. Aneh, tapi itu nyata.
Oke, saatnya kita beranjak ke patah hati. Apa itu patah hati? Betul, kondisi kawan-kawan milenial saat ini. Hahaha, bercanda.
Patah hati adalah kondisi ketika dua rasa yang tak lagi searah, sehingga muncul istilah kehilangan, ditinggalkan, merelakan, mengikhlaskan, dan sebagainya. Saya yakin, hampir semua dari kita pasti pernah mengalami patah hati. Entah sesudah atau sebelum bersanding dengan pujaan hati. Jadi, kawan-kawan pasti memiliki definisi patah hati masing-masing.
Mengapa seseorang bisa patah hati?
Lagi-lagi, jawabannya adalah ekspektasi. Ketika seseorang menjalin hubungan dengan orang yang dianggap spesial – entah masih dalam status dekat aja atau sudah membuat suatu komitmen tertentu – pasti akan menumbuhkan ekspektasi-ekspektasi tertentu yang muncul dari salah satu atau kedua manusia yang menjalin hubungan tersebut.
Kebanyakan kisah patah hati muncul sebelum terjalin komitmen di antara dua manusia. Rata-rata penyebabnya adalah runtuhnya ekspektasi yang sudah dibangun dengan begitu indah.
“kayaknya dia ada rasa deh sama aku”
“eh, kok tiba-tiba nyaman”
“bisa kali, aku serius sama dia”
Pada akhirnya, ekspektasi itu patah oleh kenyataan-kenyataan yang sudah atau belum pernah sama sekali kita duga.
“ternyata dia cuma kesepian”
“lah, ternyata aku yang berharap ketinggian”
“lah, ternyata ada yang lebih deket”
Aduh, pasti kacau balau kalau seperti itu, pemisa. Kata Fiersa Besari dalam bukunya “Aku mendambakanmu yang mendambakannya”. Tapi itulah cinta, punya konsekuensi yang teramat berat. Kadang, jika tak siap dengan konsekuensi itu, seseorang bisa mencapai pada titik yang paling tak disangka.
Ekspektasi, komedi, dan patah hati sudah dibicarakan dengan sederhana. Benang merah yang dapat ditarik adalah patahnya ekspektasi bisa menciptakan komedi dan patah hati. Perbedaannya terletak pada respon yang dihasilkan. Patahnya ekspektasi dalam komedi akan berujung tawa, sementara patahnya ekspektasi dalam urusan asmara akan berujung lara. Sama-sama dipatahkan, kalian pilih yang mana?
Salam literasi, salam ekspektasi, terima kasih.
Foto: Pexels
Editor: Saa
Comments