Dewasa ini agaknya semua khalayak sudah tahu dengan “Nasi Padang, Rumah Makan Padang, Restoran Padang, dan Nasi Kapau.” Yang saya sebutkan tadi, adalah ragam kuliner di Indonesia yang berasal dari Minangkabau atau Provinsi Sumatera Barat. Salah satu primadona dari kuliner dari Bumi Minang adalah Rendang. Sebuah makanan kaya rempah yang terbuat dari daging sapi atau kerbau, dengan proses masak yang lama dengan suhu api sedang menggunakan aneka ragam rempah dan santan.
Satu dekade yang lalu, tepatnya pada tahun 2011. Rendang termasuk dalam daftar World’s 50 Most Delicious Foods (50 Hidangan Terlezat Dunia) Versi CNN International. Rendang menduduki peringkat pertam sebagai makanan terlezat di dunia. Saya pribadi mengakuinya, sedari kecil hingga dewasa saya sangat suka makan Nasi Padang dengan lauk Rendang, apa lagi dedak atau bumbu rempahnya yang telah kering itu di makan dengan nasi panas, wahhh sebuah perpaduan yang sangat mantap.
Dibalik cita rasa yang enak, gurih, dan kaya akan rempah. Rendang mempunyai sebuah filosofi yang sangat dalam. Namun, Sebagian masyarakat masih belum mengetahui filosofi dan makna rendang, termasuk saya sendiri. Sebelum menulis artikel ini, saya melakukan riset kecil-kecilan dengan mencari data primer dari teman-teman etnis Minang yang paham filosofinya dan data sekunder dari artikel ilmiah di internet. Saya menemukan fakta bahwa, masyarakat Minangkabau menganggap Rendang memiliki posisi yang terhormat dan memiliki filosofi tersendiri, yakni musyawarah dan mufakat. Dari setiap bahan yang digunakan dalam sepotong daging rendang, mempunyai makna dan melambangkan keutuhan masyarakat Minangkabau. Diantaranya yaitu:
Daging Melambangkan Niniak Mamak
Niniak Mamak adalah sebuah lembaga adat yang terdiri dari beberapa orang pemimpin yang berasal dari berbagai klan atau kaum. Niniak Mamak berperan sebagai social policy (kebijakan sosial) untuk mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau itu sendiri. Para pemimpin ini (Niniak Mamak) biasa disebut dengan penghulu. Biasanya, kepemimpinan penghulu diwariskan secara turun temurun sesuai adat matrilineal (garis keturunan dari pihak perempuan/ibu) Minangkabau. Para penghulu bertugas memimpin kelompoknya agar hidup harmonis sesuai dengan norma yang ada. Kenapa daging dikategorikan sebagai Niniak Mamak, karena daging adalah inti dari keseluruhan elemen masakan Rendang, begitulah posisi Niniak Mamak dalam kehidupan masyarakat minang.
Kelapa Melambangkan Cadiak Pandai
Cadiak Pandai adalah kaum intelektual, yakni suatu golongan masyarakat Minangkabau yang dianggap pandai atau memiliki ilmu pengetahuan luas. Mereka bertugas membantu pemimpin adat dalam memecahkan masalah. Status Cadiak Pandai ini bisa didapatkan oleh siapa saja asal memiliki pengetahuan yang luas. Kenapa kelapa dikategorikan sebagai Cadiak Pandai, karena kelapa mempunyai simbolik sebagai intelektual.
Cabai Melambangkan Alim Ulama
Cabai yang berkarakter pedas melambangkan para Alim Ulama yang sangat tegas menegakkan syariat Islam di Minangkabau. Sama halnya dengan Cadiak Pandai, status Alim Ulama ini tidak diwariskan secara turun temurun.
Bumbu Melambangkan Keseluruhan Masyarakat Minang
Bumbu seperti lengkuas, serai, bawang, daun jeruk, daun kunyit dan rempah lainnya dalam sebuah rendang, menggambarkan kondisi masyarakat Minangkabau itu sendiri. Masyarakat Minangkabau terdiri dari sub suku, diantaranya suku Chaniago, Koto, Bodi, dan Piliang. Dengan keberagaman rempah dalam sebuah rendang, melambangkan elemen penting masyarakat Minangkabau yang terdiri dari banyak suku.
Masyarakat Minang menghidangkan Rendang dalam berbagai acara istimewa, seperti upacara adat, upacara keagamaan, hingga kenduri pernikahan. Awalnya masyarakat Minang membuat Rendang menggunakan daging kerbau sebagai bahan utamanya. Di Sumatera Barat sendiri, daging kerbau hanya dinikmati dalam acara-acara tertentu. Rendang juga dianggap memiliki kedudukan kasta tertinggi di antara hidangan lainnya. Hidangan ini juga sering disebut sebagai Kapalo Samba atau induk makanan dalam tradisi Minangkabau. Yang mana harus ada dan wajib hukumnya, dalam sebuah kenduri di Minanngkabau. Dahulu Rendang bukan hanya makanan, namun juga memiliki
Selain itu, Rendang juga dianggap menggambarkan tiga karakteristik manusia dalam proses pembuatannya, yakni kesabaran, kebijakasanaan, dan ketekunan. Ketiga karakter ini dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah Rendang dengan cita rasa tinggi. Dalam hal ini, mulai dari memilih bahan-bahan segar yang berkualitas hingga cara memasaknya. Sekian, terima kasih.
Editor : Faiz
Gambar : Google
Comments