Stratifikasi sosial atau masyarakat kelas tidak hanya terpotret di rana pabrik, seperti pertentangan kelas kaum borjuis dan proletar. Tetapi juga terjadi pada rana kesehatan, termasuk rumah sakit itu sendiri. Kelas sosial sejak dulu selalu menjadi bahan diskusi yang menarik, sehingga tidak heran istilah marxian dan paham sosialisme kajiannya para kaum intelektual yang tak pernah absen pada dekade arus zaman. 

Wajah kelas sosial banyak menjadi sorotan di ranah pabrik atau perusahaan, nampak terjadi ketimpangan sosial yang tak sebanding antara kerja dan upah yang diterima kaum pekerja. Kaum buruh bekerja dengan tetesan tenaga dan keringat, tak setimpal upah yang didapatkan jika dibandingkan dengan manajer terlebih si bos. 

Padahal kalau ditelisik, manajer atau bos lebih banyak duduknya daripada kerja, namun hanya karena posisinya berada pada level atas di perusahaan, sehingga ia mendapatkan perlakuan istimewa. 

Tanpa bicara panjang lebar, rumah sakit pun tak ubahnya seperti perusahaan pabrik. Saya bukan menyoroti direktur atau pegawai rumah sakit, tetapi saya lebih mengarah pada fasilitas dan ruangan yang didapatkan pasien saat berobat di rumah sakit. 

Rumah sakit pada dasarnya lembaga pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Kondisi ini tentu menjadi tugas negara untuk dapat menjamin warganya agar tetap bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Mungkin karena begitu program pemerintah melalui BPJS kesehatan, agar masyarakat yang tak mampu membayar biaya rumah sakit tetap dapat berobat dengan dibayarkan pemerintah melalui BPJS kesehatan bersubsidi. 

Meski begitu, tentu tak semua masyarakat bisa mendapatkan BPJS kesehatan yang dibayarkan oleh pemerintah. Entah karena persoalan administrasi ataupun kurangnya peran pemerintah untuk mengawal, terkhusus pemerintah daerah harusnya bisa terus mengcover kebutuhan masyarakatnya. 

Selain itu, rumah sakit terpotret jelas stratifikasi sosial saat memperoleh perawatan. Tentu tak bisa dielakkan kalau masyarakat golongan menengah ke bawah akan memperoleh fasilitas ruangan yang paling rendah, sedangkan masyarakat golongan atas ruangan dengan fasilitas tinggi. 

Masyarakat kelas atas akan mendapatkan ruangan VIP dilengkapi dengan AC, ruangan yang luas, dan berbagai fasilitas penunjang lainnya. Sedangkan golongan kelas bawah, kadang mendapatkan ruangan yang sempit, pengap, kurang fasilitas, dan aroma ruangan pun yang tak mendukung. 

 Hal demikian jelas terlihat mana masyarakat kaya dan miskin dengan hanya melihat fasilitas kesehatan yang ia dapatkan. Kondisi ini justru berbanding terbalik dengan penyakit yang akan menyerang siapa saja, penyakit tidak akan memandang kaya atau miskin, semua bisa diserang penyakit dan jenis penyakit apa pun jika memang ia mau, tanpa pandang bulu. 

Kondisi tersebut semakin mempertontonkan jurang pemisah antara masyarakat miskin dan kaya, masyarakat kaya berpeluang besar cepat sembuh karena didukung dengan fasilitas mempuni, dan dapat pula adanya dokter spesialis yang memang jago pada bidangnya. 

Sedangkan masyarakat biasa belum tentu bisa mendapatkan itu, orang miskin akan ditempatkan di ruangan yang seadanya dan paling rendah di rumah sakit. Parahnya kadang ia memperoleh ruangan yang tak sejalan dengan perasaan dan kondisi tubuh orang sakit, sehingga bukan malah cepat sembuh, justru ia terhambat karena ruangan yang tidak nyaman dan tidak pernah tenang selama proses perawatan. 

Dengan begitu stratifikasi sosial terlihat jelas di rumah sakit, orang kaya akan mendapatkan fasilitas mewah dan orang miskin hanya bisa mendapatkan fasilitas seadanya yang ruangannya kadang pengap dan sempit.

Foto: pexels

Editor: Saa