Jangan halangi pendapat orang lain.

Menurut kalian standar menjadi orang dewasa itu apa, sih? Apakah dengan berusia di atas 21 tahun? Apakah dengan sudah bisa menghasilkan uang sendiri? Atau karena merasa sudah tau banyak hal?

Tidak ada yang mutlak mengenai standar menjadi dewasa. Dewasa itu pola pikir, adanya di dalam tempurung kepala. Tidak bisa dihitung dengan angka dan tidak bisa dinilai dari satu dua poin saja.

Berusia di atas kepala dua belum tentu menjadikan seseorang dewasa. Tidak percaya? Bukankah buktinya ada banyak di sekitarmu? Misalnya,  orang yang selalu ingin menang atau seseorang yang mengumbar janji lalu diingkari tanpa beban. Sebaliknya berusia di bawah kepala dua bisa jadi sudah dewasa.

Misalnya, anak di bawah umur yang terpaksa sudah harus bekerja dan menjadi tulang punggung keluarga. Tidak ada yang tau kan perjalanan hidup setiap orang bagaimana? Bagaimana cara mereka ditempa oleh dunia dan seberapa keras usaha mereka melewatinya.

Beberapa orang dewasa di waktu yang tepat, sisanya ada yang belum dewasa walau sudah matang, dan ada yang sudah dituntut dewasa di waktu yang masih belia. Jadi dengan kata lain dewasa itu bukan masalah umur, dewasa itu lebih luas dari yang kita kira.

“Kamu masih kecil, tidak usah ikut campur urusan orang dewasa!”

Kalian pernah dengar kalimat itu? Jika iya berarti saya tidak sendiri.

Padahal waktu itu umur saya sudah tergolong remaja, bukan lagi anak kecil yang harus dijemput sambil bawa sapu karena pulang lewat maghrib.

Saat itu sedang ada masalah keluarga dan saya secara tidak sengaja berada di tengah perdebatan itu. Saya mendengarkan permasalahannya, dari awal pembicaraan yang masih tenang sampai mulai berapi-api.

Saya mengenal mereka, ya namanya juga keluarga. Setiap hari selalu bersama dari sarapan sampai makan malam.  Hingga akhirnya ada masalah yang mencuat keluar berawal dari kesalahpahaman. Saya tidak berada di pihak manapun, saya hanya diam di tempat hanya mendengarkan. Sampai akhirnya kedua belah pihak semakin panas, setelah sekian lama diam dan mencerna inti permasalahan, saya mencoba untuk mengeluarkan suara.

Baru mengeluarkan dua patah kata, satu kalimat semburan keluar dari salah satu pihak untuk menghalangi pendapat.

“Kamu diem aja, nggak usah ikut campur urusan orang dewasa.”

Kalimat itu seperti panah yang busurnya tepat mengenai sasaran. Karena saya tipe orang yang sekali dibentak langsung diam, saat itu saya tidak lagi bicara. Tapi ternyata walau setelah berhari-hari, kalimat itu masih berputar di kepala saya. Ada dua pertanyaan yang seketika muncul.

Pertama, memang orang dewasa itu yang seperti apa?

Kedua, memang ‘urusan’ orang dewasa itu yang seperti apa?

Menurut saya, diri saya sudah cukup besar. Sudah bisa menilai mana yang benar dan mana yang salah walau faktanya usia saya memang masih belasan. Saya memang masih jauh pengalamannya dibanding mereka, tapi bukan berarti pendapat saya tidak berarti. Lagipula saya tidak berniat menasihati mereka berdua, hanya mencoba mengajukan pendapat yang mana tau bisa menjadi setitik cahaya di tengah gelapnya perdebatan mereka.

Ternyata kalimat itu berdampak besar dan berkelanjutkan. Saya benar-benar tidak lagi mengeluarkan satu katapun saat mereka ada masalah di kemudian hari. Saya jadi takut mengeluarkan pendapat, takut beropini di depan publik dan akhirnya terbiasa memendam suara.

Jadi, kalau sudah seperti itu yang salah siapa?

Padahal terkadang pendapat anggota keluarga yang lebih muda itu tidak selalu salah dan bahkan bisa jadi menjadi penyelesaian masalah. Apa salahnya mendengarkan dan membiarkan anak yang lebih muda berpendapat? Tidak akan membuat yang lebih tua terlihat lebih rendah, kok. Justru yang terbiasa dipaksa bungkam itu yang berbahaya.

Sedihnya, kejadian seperti ini sudah seperti budaya. Saya yakin hampir setiap anak pernah mengalaminya. Berpendapat itu penting, kalau memang melenceng boleh ditegur. Tapi kalau sudah dipaksa diam bahkan saat belum memulai apa tidak membuat kepercayaan diri anak menjadi hilang?

Terkadang permasalahan yang sebenarnya sederhana bisa menjadi rumit ketika bertemu kepala yang salah. Jadi, yuk coba mendengarkan pendapat mereka yang lebih muda, cara pikir mereka yang masih sederhana terkadang menghasilkan jalan keluar paling sempurna.

Editor : Hiz

Foto : Pexels