Rakyat Indonesia, khususnya orang-orang Jawa mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah “Islam Abangan”. Dapat dipastikan, orang Jawa pernah mendengar istilah tersebut, meskipun hanya satu kali. Kaum Islam abangan sendiri biasanya ditujukan kepada para sesepuh/orang tua yang menganut ajaran Islam sekaligus menjalankan tradisinya di kawasan Pulau Jawa.

Sebenarnya, istilah Islam abangan sudah ada sejak lama. Namun, baru popular dilingkungan akademik setelah Clifford Geertz mempublikasikan hasil penelitiannya tentang agama Islam di Jawa. Clifford Geertz, menggunakan istilah tersebut kepada orang Islam yang ada di daerah Jawa, yang masih menjalankan tradisi Hindu-Buddha dan bahkan animisme dalam kehidupan mereka, yakni kepercayaan terhadap ruh halus.

Mengenal Islam Abangan

Orang-orang yang disebut sebagai Islam abangan masih cenderung lebih mengikuti sistem kepercayaan lokal yang disebut adat atau tradisi daripada mengikuti dan menjalankan ajaran Islam murni (syariat). Pada intinya, mereka adalah orang-orang yang menjalankan suatu agama yang bersumber dari kepercayaan leluhur, sangat diwarnai dengan animisme, serta hanya permukaannya saja yang terpadu dengan ajaran Islam.

Oleh karena itu, kaum Islam abangan sering juga disebut sebagai varian lain dari agama Islam. Bahkan, dalam kehidupannya di lingkungan masyarakat, mereka cenderung dan bahkan sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas. Karena tidak menjalankan ajaran agama Islam dengan sempurna. Tidak jarang, mereka juga sering diremehkan dan direndahkan di lingkungan masyarakat.

Kaum Islam abangan terkadang juga mendapatkan ejekan di lingkungannya sendiri. Ada yang menyebut mereka sebagai orang kuno, orang yang tidak jelas agamanya, bahkan ada juga yang menyebutnya sebagai perusak akidah, karena mencampur adukan ajaran agama Islam dengan ajaran kepercayaannya. Menurut penulis, ejekan dan stigma negatif terhadap kaum mereka tidaklah elok untuk dilakukan.

Karena, pada dasarnya mereka juga punya hak untuk memilih kepercayaan dan ajaran apa yang akan mereka anut serta jalankan. Namun, apabila dalam diri kita ada anggapan bahwa kaum Islam abangan ini telah salah dan melenceng dari ajaran Islam, maka cukup kita nasihati dan dakwahi dengan lembut, tanpa dibarengi dengan ejekan atau hinaan.

Ditambah lagi, sebagian besar kaum Islam abangan adalah para sesepuh/orang tua. Jadi, sangat wajar apabila mereka masih memegang erat dan masih ingin menjalankan tradisinya yang sudah lama ia lakukan.

Kalau di tempat kalian adakah kaum Islam abangan? Kalau ada bagaimana sikap masyarakat terhadapnya? Semoga tidak merendahkan dan meremehkan mereka, ya.

Editor: Nirwansyah