Menurut saya, media sosial yang paling romantis adalah Facebook. Iya, Facebook. Bukan Twitter, Instagram ataupun lainnya yang gak terkenal-kenal amat. Lha, kok? Ya, karena Facebook selalu memberi kesadaran atau mengingatkan kenangan-kenangan indah bersama doi (Hilih, kayak punya doi aja). Lihat saja di fitur pemberitahuan, biasanya Si Facebook akan memberitahu kita perihal kejadian-kejadian, status, ataupun foto yang kita bagikan di tanggal yang sama dan bulan yang sama. So sweet bangeet kan.
Tapi, selain ada manis-manisnya kayak Le minerale, mengingat kenangan masa lalu kadang membuat saya illfeel sendiri. Kadang saya jijik sendiri melihat status, atau gaya foto yang sok cool saya 5 tahun yang lalu saat awal-awal Facebook-an. Rasanya pengen muntah-muntah. Hadeeeuuh.
Kesadaran itu baru saya rasakan sekarang dan ternyata bukan saya saja. Kawan saya (termasuk kawan-kawannya lagi) juga begitu. Memang benar apa yang dikatakan Bung Fiersa Besari, bahwa yang kita anggap keren, akan alay pada zamannya.
Dari kejadian itu, saya berani menyimpulkan bahwa semua manusia akan mengalami tumbuhnya kesadaran. Seperti yang dikatakan Mas Sabrang Mowo Damar Panuluh (iya, bener Vokalis Letto yang memiliki suara merdu itu lho) bahwa kesadaran akan merubah perilaku manusia.
Kesadaran nan Ringkih
Dulu saat masih anak-anak, kita lari kesana-kemari tak memakai sehelai kain pun biasa saja. Seiring berjalannya waktu, kita mulai memiliki rasa malu jika tak memakai pakaian. Saat itulah tanpa disadari, kesadaran kita mulai tumbuh dan perilaku mulai berubah. Karena manusia berperilaku berdasarkan tingkat kesadaran yang dimilikinya.
Tapi kesadaran saja tak cukup. Sebagai manusia, kita dituntut untuk selalu berbuat tanggungjawab. Bertanggungjawab kepada Tuhan, sesama manusia, kepada alam dan diri sendiri. Tanggung jawab adalah perwujudan kesadaran. Orang yang memiliki kesadaran tinggi ia akan bisa menggerakkan dirinya untuk bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Maka dari itu saya selalu terheran-heran ketika membaca sebuah tulisan di toilet umum. “Harap disiram!”
Tulisan itu terlihat aneh. Tapi mungkin juga terlihat biasa saja. Terlihat biasa karena kita terlalu sering menjumpainya. Padahal sudah jelas, tanpa ada tulisan seperti itu pun orang yang menggunakan toilet umum sudah seharusnya memiliki tanggung jawab menyiram apa yang mereka buang (kecuali buang duit ya, hihihi). Tapi kenapa harus ditulis dan diingatkan?
Jawabannya juga sudah jelas, karena kesadaran yang rendah. Kesadaran yang rendah tak dapat menggerakakkan diri sendiri untuk bertanggungjawab.
Keluar dari toilet, kita juga akan menjumpai tulisan jenis seperti itu di pinggir jalanan ataupun di sungai-sungai. Isinya tentang larangan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Bukannya tersadar, justru sampah makin menumpuk di pinggir jalanan dan sungai.
Awalnya memang terlihat remeh. Kita hanya membuang satu sampah kantong plastik. Tak terlihat begitu mencemari. Lalu, apa yang kita lakukan akan terekam oleh otak. Jika kita tak bertanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan, otak kita akan merespon bahwa itu hal yang lumrah. Hal yang kita anggap lumrah tersebut akan menimbulkan kebiasaan. “Ah, biasa juga gitu, gak papa kok.”
Begitulah pola pikir kita. Memaklumi diri sendiri dan meremehkan hal kecil yang seharusnya tidak diremehkan. Akibatnya lihat saja, setiap musim hujan terjadi banjir di sana-sini. Bencana di sana-sini.
Kebebasan dan Balasan
Bukan hanya itu saja pola pikir meremehkan, memaafkan diri sendiri yang tak bertanggungjawab juga dapat menimbulkan korupsi merajalela. Ya, korupsi. Terjadinya korupsi juga karena memaklumi diri sendiri. Memaafkan diri sendiri yang tak bertanggung jawab. Koruptor yang mengambil bertriliunan uang negara juga berangkat dari beberapa rupiah.
Ah, hidup ini memang semau kita. Kita memang diberi kebebasan untuk berbuat sesuatu. Tapi ingat, setiap perbuatan akan ada balasannya.
Dalam hadis Qudsi disampaikan “Berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya!”. “Berbuatlah sesukamu” berarti bahwa manusia bebas melakukan perbuatan yang baik maupun yang buruk sesukanya. Namun semuanya akan berakhir saat kematian datang, selanjutnya setelah kematian ternyata ada perhitungan dan pembalasan di akhirat. Setiap orang akan diberi putusan sesuai dengan konsekuensi dari perbuatannya.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya” (QS. al-Mudatstsir: 38). Untuk itu mari latih kesadaran kita, jangan meremehkan hal-hal yang terlihat remeh dan biasakan bertanggung jawab terhadap diri sendiri, Tuhan, sesama manusia, dan alam.
Comments