Tempo hari saya mengikuti kelas menulis karena belakangan mulai tertarik untuk mendalami kemampuan menulis saya yang boleh dibilang masih apa adanya. Waktu itu kelas yang saya ikuti adalah menulis cerpen. Itu adalah kali pertama saya mengikuti kelas menulis, apalagi yang pembelajarannya lewat WhatsApp Grup (WAG). Sebelumnya saya jarang sekali mengikuti yang semacam, karena kata orang, untuk mengikuti kelas menulis biasanya harus menguras isi dompet alias mahal.

Sebagian orang menulis hanya sekadar hobi, tapi tak sedikit pula yang menulis demi mencari pundi-pundi rupiah. Oleh karena itu, mengikuti kelas menulis adalah jalan keluar menempa kemampuan menulis. Meski harus keluar biaya banyak.

Belajar menulis terbaik adalah dari yang paling berpengalaman. Sayangnya, kursus yang diisi penulis masyhur biayanya mahal. Dulu saya pernah tertarik pada sebuah kepelatihan menulis, pematerinya adalah penulis yang sudah cukup banyak nerbitin buku. Begitu saya lihat biayanya, saya urungkan niat.

Kalau sudah begitu, semangat belajar menulis akan jatuh terpuruk, alih-alih mulai menyusun kalimat-kalimat. Kehadiran kursus menulis murah bisa menjadi terobosan bagi kalian yang kepingin belajar nulis tapi minim biaya. Akan tetapi, susahnya kadang enggak selalu ada kelas nulis seharga dibawah seratus ribu dan pematerinya bukan penulis ternama.

Bagi yang berhasrat bisa menulis tapi biaya kelasnya mahal menjadi momok tersendiri. Namun, jangan khawatir, saya punya kiat belajar menulis biar enggak perlu keluar duit banyak.

Tips Ikut Pelatihan Menulis dengan Modal Sedikit

Saya sering banget mengikuti kelas yang ada hubungannya dengan tulis-menulis. Pastinya murah, bahkan terkadang bisa gratis. Langkah paling gampang adalah mencari event-event workshop atau seminar gratis.

Andaikata enggak ada, coba cari kelompok literasi. Mereka biasanya punya acara semacam lokakarya. Beberapa kali saya belajar nulis dari workshop-workshop gratisan. Umumnya yang diadakan oleh kampus ataupun organisasi yang saya ikuti, meski kadang juga ikut pelatihan dari pihak luar. Pun acara pelatihan menulis yang kerap diadakan oleh pemerintah, baik lokal, provinsi, maupun pusat biasanya gratis. Balai bahasa juga sering kok mengadakan pelatihan menulis gitu.

Terakhir kali saya ikut begituan adalah di Kota Lama Semarang. Kala itu tengah ada bazar buku serta ngobrol-ngobrol bareng beberapa penulis dan aktivis yang kebetulan beberapa yang ingin saya temui. Walaupun harus menempuh perjalanan naik kereta dari Pekalongan ke Semarang, saya bersyukur bisa belajar banyak, salah satunya dari Mbak Kalis Mardiasih.

Selain mencari yang gratisan, cobalah bergabung dengan organisasi yang bisa membuka akses untuk belajar lebih jauh soal kepenulisan. Di kampus, saya tergabung dalam sebuah organisasi mahasiswa, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa. Dari situ pula saluran untuk dapat mengikuti lokakarya gratis mulai terbuka. Nggak harus organisasi yang terbatas di lingkup mahasiswa. Ada banyak komunitas untuk umum yang juga bergerak di ranah literasi.

Belajar Menulis Sambil Rebahan

Kesulitan mencarinya? Kini zaman sudah canggih, manfaatkan media sosial. Kita bisa memanfaatkan hal tersebut untuk belajar menulis. Tinggal beli handphone, kuota, kemudian rebahan dan scroll-scroll deh itu linimasa. Saya juga melakukannya, dan belakangan terbukti efektif dan ekonomis.

Ini mustahil bisa terlaksana kalau kita nggak mengikuti akun para penulis. Saran saya, follow akun penulis idola kalian lebih dulu saja. Biasanya, para penulis jago bikin caption atau konten tulisan kultwit di sosial medianya. Contohnya, Mas Agus Mulyadi yang hobi bikin caption panjang dan penuh sense of humor. Dari situ kita bisa mempelajarinya.

Awal-awal diamati, bagaimana susunan kalimatnya, pembuka tulisannya, sampai pemilihan diksinya. Kita bisa mulai meniru dan memodifikasi menjadi karya sendiri. Sembari rebahan dan tanpa biaya banyak, kalian bisa berlatih menulis secara otodidak.

Namun ingat, sesering apapun kalian ikut pelatihan nulis, kalau enggak mencoba buat nulis, ya percuma. Dalam bahasa Pekalongannya, muspro. Tak sedikit orang yang justru terlena dengan mengikuti banyak workshop menulis sehingga dia lebih sering mendengarkan teori menulis sampai belum sempat buat praktik sendiri.