Bicara mahasiswa dan tanggung jawab sosial, tak melulu tentang mahasiswa sebagai agent of change (agen perubahan). Sebab peran dan tanggung jawab sosial jadi mahasiswa tak hanya sekadar sebagai agen perubahan saja. Ada banyak peran dan tanggung jawab sosial sebagai mahasiswa.

Banyak yang bilang kalau jadi mahasiswa itu berat, namun sebenarnya tak berat-berat amat juga. Mungkin masih pada level beratnya rindu Dilan ke Milea. Daftar kuliah, diterima, bolak-balik kos-kampus. Selamat, kamu sudah jadi mahasiswa. Kalau nggak percaya, cek aja pengertian mahasiswa menurut KBBI.

Mahasiswa: (n) orang yang belajar di perguruan tinggi.

Sederhana kan? Cukup belajar di perguruan tinggi. Artinya, cukup bolak-balik kos-kampus. Apa ada yang salah dengan arti mahasiswa dari KBBI? Ya, tak ada yang salah.  sudah benar, bahwa secara umum mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Lagian masuk kelas–belajar di kampus–itu memang penting. Sebab ada banyak ilmu yang bisa didapatkan di kelas yang tak akan didapatkan di organisasi.

Sejauh pengalaman saya jadi mahasiswa yang melanglang buana di berbagai organisasi tak ada tuh yang kalau ditanya, “Kajian kita malam ini apa, ya?” Jawabnya, “Cara menyusun RPP dengan baik.”

Memaknai Peran dan Tanggung Jawab Sosial Sebagai Mahasiswa

Memang disiplin ilmu jurusan didapatkan dengan rajin masuk kelas dan belajar dengan baik di kelas. Jangan mau diajak bolos senior, sebab ujung-ujungnya kamu yang akan merasakan bagaimana susahnya menunggak mata kuliah di semester akhir nanti.

Namun pertanyaannya, atas dasar apa jadi mahasiswa hanya cukup dengan bolak-balik kos-kampus? Untuk wawasan yang lebih dari disiplin keilmuan jurusan, mahasiswa harus mencarinya sendiri di luar kelas. Bisa dengan ikut kajian, atau bisa dengan menjadi orang yang gila baca buku. Ikut banyak organisasi tapi kok malas kajian plus malas baca, ya sama saja “tumpul”.

Itu kalau memaknai mahasiswa dari kacamata khusus, yakni berdasarkan peran dan tanggung jawab sosial sebagai mahasiswa. Lewat kacamata ini, menjadi mahasiswa itu tak lagi ringan.  Bisa jadi lebih berat dari rindunya Dilan ke Milea.

Jujur saja, saya yang rasa-rasanya menghabiskan hidup sebagai mahasiswa dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan, dari yang hanya berupa panitia seminar hingga relawan kemanusiaan. Kadang tak masuk kuliah karena ikut kegiatan lain. Ikut berbagai organisasi. Ikut kajian dan juga mengisi kajian sana-sini. Pas diwisuda, rasa-rasanya saya gagal jadi mahasiswa. Ya…, mungkin karena saya mengukurnya dari peran dan tanggung jawab sosial mahasiswa.

Mahasiswa Sebagai Kelompok Penekan

Satu dari banyaknya peran dan tanggung jawab sosial mahasiswa, adalah mahasiswa sebagai emphasizing group/mahasiswa sebagai kelompok penekan. Wadidau…, apaan tuh? Maksudnya adalah mahasiswa harus bisa memberi bandingan-bandingan atas kebijakan pemerintah.

Kenapa ini perlu? Sebab memang bandingan pemikiran harus ada, sehingga bisa menjadi kontrol kalau-kalau ternyata kebijakan itu tak pro rakyat. Jadi, selain sebagai agen perubahan, mahasiswa juga sebagai kelompok penekan.

Bagaimana cara mahasiswa menjalankan peran sebagai kelompok penekan? Ya, bisa dengan demo turun ke jalan. Bisa dengan buat tulisan tanggapan atas kebijakan pemerintah dan tulisan atas kondisi Indonesia, lantas tulisannya bisa dimuat di mana saja. Di media-media daring seperti Milenialis.id, koran, atau setidaknya di medsos biar status mahasiswa tak melulu selalu soal cinta saja. Intinya, ada banyak jalan ninja mahasiswa dalam melakukan gerakan. Tak harus melulu dengan jalan parlementer jalanan.

Bukan berarti mahasiswa sebagai kelompok penekan lantas memaksudkan bahwa mahasiswa itu lebih pintar dari pemerintah. Bukan berarti juga mahasiswa lebih pro rakyat dibanding pemerintah.  

Melainkan harus ada kontrol dalam setiap kebijakan yang diambil, dan disinilah peran mahasiswa. Sebab kebijakan pemerintah berhubungan atas 200 juta lebih rakyat Indonesia. Karenanya, kalau dirasa tak pro rakyat, maka lawan. Kalau dirasa pro rakyat, ya dukung. Karena disebut sebagai kelompok penekan, maka sudah seharusnya mahasiswa memiliki pisau analisis yang tajam.

Namun ya begitu, kenyataan kadang-kadang suka pahit. Jangankan punya pisau analisis yang tajam, mengerjakan tugas makalah saja sudah kesulitan. Tidur saja, dan mimpikan Indonesia yang baik.