Mengenang Bandung bisa jadi mengenang romantisme lampu-lampu oranye yang berkelip adanya di jalan Braga. Menyusuri jalan Braga tidak lengkap rasanya jika tidak melewati Gedung Merdeka dengan bendera berbagai negara membuat beberapa dari kita mungkin bertanya. Apa fungsinya? Memperingati apa?

Bandung menjadi episentrum kenangan para pemimpin dunia, dimana gagasan-gagasan mereka berkumpul dan berbuah kesepakatan bahwa kita bukan pihak politik kiri atau kanan dunia. Indonesia kala itu masih berumur jagung. Layaknya bayi yang masih belajar, negara ini masih meraba-raba bagaimana sikap dunia kepada negara yang baru merdeka. Untungnya, Indonesia tidak sendiri. Berbekal identitas yang sama sebagai negara baru merdeka, atas keputusan pertemuan sebelumnya yang diadakan di Bogor, negara-negara tersebut berkumpul kembali di Bandung.

Lebih dari dua puluh negara datang untuk mengemukakan pandangan mereka terhadap sikap politik yang memengaruhi negara-negara Asia-Afrika akibat Perang Dingin antara Amerika beserta sekutu dan tentunya Uni Soviet dengan sekutunya. Sepuluh butir deklarasi yang dinamakan Dasasila Bandung dirumuskan dengan inti mendukung kedamaian dunia dan kerjasama dunia.

 

Dukungan dari Yugoslavia

Langkah yang dimulai di Bandung, tidak berhenti di Bandung pula. Josip Broz Tito, presiden Yugoslavia, dibuat terkagum-kagum dengan kerjasama negara-negara yang baru merdeka ini termasuk negara Yugoslavia sendiri. Walau tanpa kehadirannya, Tito bisa merasakan semangat dari Bandung itu mengema-gema di telinganya. Tito yang memiliki kedekatan dengan beberapa kepala negara di Asia-Afrika mulai menyusun langkahnya untuk mengembangkan Dasasila yang bahkan tidak ia saksikan lewat mata kepalanya sendiri.

Ketika pedang tidak lagi menjadi senjata, kata-kata menjadi gantinya. Tito kemudian menemui Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser dan mengembangkan konsep hasil Konferensi Asia-Afrika menjadi Gerakan Non-Blok (selanjutnya akan disebut dengan singkatan GNB). Dimana negara-negara yang menjadi anggota dari GNB tidak memiliki ikatan dengan negara lain untuk tujuan politik.

Pada konferensi pertama GNB yang diadakan di Yugoslavia, tidak semua negara yang ikut saat Konferensi Asia-Afrika menggabungkan diri sebagai anggota GNB. Hal tersebut wajar karena ketika sebuah negara mengakui dirinya sebagai bagian dari GNB, maka ia tidak boleh menandatangani perjanjian militer secara sengaja kepada salah satu blok. Padahal negara-negara yang baru merdeka tersebut membutuhkan banyak bantuan dari negara maju yang ada di blok Timur maupun Barat.

Terbentuknya GNB menjadi simbol bahwa negara-negara yang bukan apa-apa dapat bersatu padu untuk menentukan kemana arah politik negara tersebut tanpa intervensi negara lain. Ya, walaupun hingga saat ini GNB tidak dapat dipisahkan dari konflik kepentingan politik ditambah sudah bubarnya blok Barat dan blok Timur setelah Perang Dingin selesai.

Semangat yang dibawa oleh satu pemimpin negara dapat mengilhami pemimpin negara lain untuk melakukan hal yang sama atas dasar kemanusiaan antar sesama. Tidak ada perjalanan yang tidak mudah, begitu pula dari Bandung hingga Yugoslavia.

 

Penulis: Saraswati Nur D.

Ilustrator: Ni’mal Maula