Beberapa hari yang lalu sempat viral berita seorang bapak di Tuban, Jawa Timur, yang melayangkan surat terbuka untuk Presiden Jokowi. Isinya adalah curhatan beliau karena merasa dipersulit ketika mengurus akta kelahiran anaknya. Sudah 3 tahun mengurus akta kelahiran anaknya di dinas terkait, tapi sampai detik ini belum juga selesai. Usut punya usut, ternyata permasalahannya adalah nama anaknya yang kelewat panjang. Oalah.

Berbuntut panjang masalahnya

Pihak dinas terkait beralasan bahwa aplikasi yang digunakan untuk mencatat administrasi kependudukan hanya mengakomodir nama sepanjang 55 karakter, itu pun sudah termasuk spasi. Mereka menyarankan nama anaknya diganti saja supaya bisa terekam di aplikasi pencatatan administrasi kependudukan itu. Sadis. Tapi, yang lebih sadis lagi adalah komentar netizen julid yang menggoblok-goblokkan si bapak karena sudah memberi nama sepanjang itu kepada anaknya.

Tunggu sebentar. Kalau memang aplikasi pencatatan administrasi kependudukan belum bisa mengakomodir nama yang panjang, saya masih maklum. Tinggal ubah saja settingan jumlah karakternya, kan? Tapi, kalau sudah meminta si bapak ganti nama anaknya dan menyalahkan si bapak karena sudah ngasih nama sepanjang itu, kok, ya nggak pas, ya.

Mereka – para netizen yang (sok) benar itu – berpendapat bahwa nama yang panjang itu akan merepotkan si anak di suatu saat nanti. Padahal, pendapat mereka itu sebetulnya masih bisa dipatahkan. Apa saja, sih, pendapat mereka itu? Seingat saya, kurang lebih seperti ini.

Nama yang panjang nggak akan muat di berkas administrasi

Setahu saya, penulisan nama di KTP dan SIM nggak perlu ditulis lengkap. Coba, deh, cek KTP dan SIM kalau nggak percaya. Di situ cuma diminta tulis nama, bukan nama lengkap. Jadi, kalau namanya kepanjangan, yaa tinggal ditulis singkat saja. Memang, sih, nama yang disingkat pada KTP akan jadi masalah saat pembuatan paspor. Ya, itu mah risiko.

Nah, kalau berkas administrasi lain yang memang memerlukan nama lengkap semacam Akta Kelahiran, Kartu Keluarga, atau ijazah, ini memang perlu perlakuan khusus. Salah satunya adalah dengan mengecilkan ukuran font biar muat. Kalau masih nggak muat, bikin saja dua baris.

Nama yang panjang bikin ribet waktu nulis nama di kertas ujian

Banyak juga yang nyinyir begini, nih. Nanti kalau ujian, nulis nama di kertas ujiannya bakalan lama. Jadi, ketika yang lain sudah selesai ujiannya, ini malah masih sibuk nulis nama di kertas ujian. Joke ini lucu, sih, tapi ya nggak begitu konsepnya, Malih.

Setahu saya, ketika ngisi nama di kertas ujian, ya nggak perlu lengkap juga. Mau lengkap, monggo. Mau disingkat, boleh. Yang penting, sih, tulisannya kebaca. Nah, kalau ujiannya pakai Lembar Jawaban Komputer (LJK) yang ngisinya pakai pensil 2-B itu, isi namanya sesuai jumlah kotak yang tersedia. Kalau nggak cukup, nggak usah dipaksakan. Ditulis singkat saja, nggak ada larangan, kok.

Nama yang panjang bikin lidah belibet waktu akad nikah

Nah, ini, nih pendapat yang terlalu dibuat-buat. Katanya, kalau calon mempelai wanita atau calon mertua laki-lakinya punya nama yang panjang, kasihan sama calon mempelai laki-lakinya waktu mengucapkan akad nikah. Nanti lidahnya keriting. Ah, dasar lemah!

Ingat, yang namanya cinta itu butuh pengorbanan. Apa susahnya, sih, menghafal nama? Jangan sok-sokan mau nikah dan bertanggungjawab lahir batin seumur hidup kalau untuk menghafal nama calon istri saja sudah mengeluh.

Sudahlah, jangan nyinyir lagi sama si bapak yang ngasih nama super panjang buat anaknya tadi. Kasihan. Biarlah itu menjadi hak dan risiko yang mereka tanggung. Bisa jadi, di antara nama yang panjang itu terselip doa, harapan, dan mimpi orang tua terhadap anaknya. Semakin panjang namanya, semakin banyak pula doa-doanya. Iya, kan? 

Editor: Nawa

Gmbar: Tribun Solo