Pasca lebaran, ada salah satu  hal yang biasa kita temukan yaitu banyaknya tenda berdiri dan janur kuning yang dipasang di setiap sudut jalan. Menandakan banyak pasangan yang sedang menikah, baik di rumah maupun di gedung. Prosesi suci itu telah menjadi tradisi yang sudah lama berlangsung setiap tahun. Seperti sudah mendarah daging bagi sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya umat Islam, untuk melepas masa lajangnya. Hal ini berangkat dari anjuran Rasul untuk melangsungkan pernikahan yang disunnahkan pada bulan Syawal setelah Hari Raya Idul Fitri. Aisyah R.A istri Nabi Muhammad Saw. menceritakan:

“Rasullullah shallllahu’ailaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawal, dan mengadakan malam pertama denganku di bulan Syawal. Manakah istri beliau yang lebih mendapatkan perhatian beliau selain diriku?” Salah seorang perawi mengatakan, “Aisyah menyukai jika suami melakukan malam pertama di bulan Syawal.” (H.R Muslim)

Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama mengajurkan agar melangsungkan pernikahan atau melakukan malam pertama di bulan Syawal. Namun, pada kondisi sekarang tentu bukan perkara mudah untuk melangsukan pernikahan pada bulan berkah ini. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan agar acara pernikahan ini dapat digelar dalam kondisi ‘New Normal’ yang dicanangkan pemerintah. Hal-hal tersebut diantaranya sebagai berikut.

Menggelar Pernikahan secara Sederhana

Pernikahan acapkali dijadikan ajang untuk memamerkan kemewahan kepada khalayak umum, terutama untuk para undangan. Makanan yang lengkap dari pembuka, utama, maupun penutup, penggunaan dekorasi yang indah, sampai menghadirkan home band untuk meramaikan acara pernikahan. Pesta pernikahan kerap berubah menjadi tempat untuk menaikkan gengsi dan martabat keluarga atau sekedar menghindari komentar miring tetangga. Selain itu banyak orang yang berpendapat pesta pernikahan harus digelar semeriah mungkin karena menjadi acara penting sekali seumur hidup.

Namun, menikah dalam prosesnya dapat dilakukan secara sah asalkan memenuhi rukun dan syarat sah menikah dalam agama Islam serta legal di mata hukum dan pencatatan sipil melalui KUA setempat. Maka, tanpa adanya pesta yang meriah pun sebenarnya pernikahan itu dapat tetap sah baik secara agama maupun negara. Dalam wacana ‘New Normal’ atau ‘Kebiasaan Baru’ ini, semua kegiatan apapun harus memperhatikan protokol kesehatan untuk menghindari penyebaran virus COVID-19, termasuk prosesi pernikahan. Dengan demikian, menikah secara sederhana yang dilakukan di rumah dengan mendatangkan penghulu maupun di kantor KUA menjadi pilihan terbaik apabila ingin dilakukan dalam ‘New Normal’ ini.

Menerapkan Social Distancing

Dalam pernikahan memang tidak lengkap rasanya jika tidak mengundang banyak tamu untuk memeriahkan acara dan mengucapkan selamat kepada pengantin baru. Tetapi selama pandemi COVID-19 masyarakat diharuskan untuk menjaga jarak aman dan tidak berkontakan langsung dengan orang lain. Maka untuk mengundang tamu dalam mengadakan acara pernikahan harus memperhatikan ruangan yang cukup luas dan jumlah undangan dengan skala yang lebih sedikit. Dengan demikian, potensi penyebaran virus COVID-19 dalam acara tersebut sangat kecil.

Selain itu, acara pernikahan pun tetap bisa digelar dengan meriah dengan didukung oleh kemajuan teknologi yang ada saat ini. Misal, penggunaan aplikasi video-call seperti Zoom, Google Meet, dan sebagainya atau live streaming dari sosial media lainnya yang dapat dijadikan alternatif para tamu undangan untuk merasakan keharuan dan menjadi saksi bagi pasangan yang melakukan ijab kabul perkawinan. Selain bermanfaat untuk melindungi diri dan orang lain supaya terhindar dari penularan virus COVID-19, cara tersebut juga tetap menebar haru pada orang lain yang menjadi tamu jarak jauh acara pernikahan tersebut.

Menjaga Standar Kebersihan

Kebersihan merupakan salah satu kunci dalam memutus rantai penyebaran virus dan standar kebiasaan yang baru dalam ‘New Normal’ yang diwacanakan oleh pemerintah. Hal ini menjadi fokus utama bagi pasangan yang ingin melangsungkan pernikahan secara langsung. Sebelum melaksanakan pesta, hendaknya kedua mempelai dan keluarga melakukan pemeriksaan kesehatan semacam rapid test atau swab test. Kemudian saat melangsungkan acara, hendaknya penggunaan masker diterapkan oleh semua orang yang hadir saat itu, baik itu mempelai laki-laki dan perempuan, penghulu, bahkan anggota keluarga yang hadir semua harus menerapkan protokol kebersihan yang ada.

Penggunaan sarung tangan saat ijab qabul juga disarankan demi menghindari kontak langsung saat berjabat tangan. Selain itu, perlu adanya penyediaan hand sanitizer dan sabun di beberapa titik saat melangsungkan acara. Untuk para tamu undangan yang hadir juga perlu dilakukan pemeriksaan suhu tubuh dan juga tidak disediakan buffet demi menghindari orang-orang berkumpul dalam jumlah yang tidak sedikit. Semua protokol kebersihan tersebut harus dipatuhi oleh semua orang yang hadir agar prosesi pernikahan yang suci dan diwajibkan untuk umat muslim tetap sah dan tetap memastikan kesehatan dan keselamatan orang banyak.

Melakukan akad nikah di tempat dengan sirkulasi yang baik

Prosesi akad nikah sebaiknya dilaksanakan di tempat terbuka atau dalam ruangan dengan sirkulasi udara yang baik. Ventilasi dan cahaya matahari sangat penting untuk menekan potensi menyebarnya virus COVID-19.  Upaya lain yang dapat dilakukan yaitu mengatur jarak kursi atau tempat duduk antar orang yang juga bentuk dari physical distancing sekaligus mengatur sirkulasi agar tidak pengap. Maka penyebaran virus akan semakin berkurang resiko penularannya.

***

Pernikahan yang dilakukan dalam bulan Syawal sudah menjadi tradisi dengan tujuan memenuhi sunnah Rasul. Namun, selama penerapan masa ‘New Normal’ yang akan dimulai perlu dipertimbangkan kembali untuk melaksanakan tradisi tersebut. Protokol kesehatan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah perlu ditaati bagi pasangan maupun keluarga mempelai yang akan mengadakan prosesi pernikahan. Menikah dengan cara yang sederhana dan memanfaatkan teknologi menjadi jalur alternatif jika ingin tetap melaksanakan tradisi tersebut.

Situasi ini bukan saatnya bagi keluarga kedua mempelai memenuhi ego dan gengsi untuk memeriahkan sebuah pernikahan. Tetapi, menjadi bagian salah satu ibadah yang bertujuan memenuhi Sunnah Rasul dan legal di mata hukum negara. Sebuah pernikahan yang menyatukan dua insan manusia yang semestinya melahirkan suka cita, dapat berubah menjadi malapetaka apabila tidak menaati aturan protokol kesehatan dalam kondisi ‘New Normal’.